Pengamat intelijen dan geopolitik Amir Hamzah menilai Presiden Prabowo Subianto sebaiknya tidak perlu menghadiri Kongres III Projo yang dijadwalkan digelar dalam waktu dekat. Menurutnya, kehadiran Prabowo justru berpotensi dimanfaatkan secara politis oleh kelompok relawan tersebut untuk membangun citra seolah masih mendapat restu dan dukungan langsung dari Presiden.
“Kalau Prabowo hadir, bisa saja dipolitisasi oleh Projo bahwa organisasi relawan Jokowi itu masih punya pengaruh kuat dan dukungan dari orang nomor satu di Indonesia,” ujar Amir Hamzah kepada wartawan, Kamis (30/10).
Amir menjelaskan, secara intelijen, langkah menghadiri kegiatan politik atau ormas yang memiliki afiliasi dengan pemerintahan sebelumnya harus dianalisis dari sisi manfaat strategis dan potensi risiko politik. Dalam konteks ini, katanya, manfaatnya kecil sementara risikonya besar, karena bisa menimbulkan kesan bahwa Prabowo sedang mencari legitimasi dari jaringan lama yang sudah kehilangan relevansi politik pasca-pemilu.
Menurut Amir, Projo bukan lagi kekuatan signifikan dalam dinamika pemerintahan baru. Posisi mereka telah bergeser dari kelompok relawan menjadi bagian dari struktur kekuasaan lama.
“Projo sudah menjadi bagian dari sistem lama, bahkan Budi Arie kini diindikasikan terlibat dalam praktik yang melindungi judi online dan mendapat keuntungan dari situ. Kalau Prabowo datang, itu bisa dianggap sebagai bentuk pembenaran terhadap jaringan yang sedang bermasalah secara moral dan hukum,” tegas Amir.
Lebih jauh, Amir menilai kehadiran Prabowo di acara semacam itu justru bisa mengganggu konsolidasi internal kabinet dan pemerintahan barunya. Dalam situasi pasca-transisi kekuasaan, setiap langkah simbolik Presiden memiliki bobot strategis yang besar — termasuk pilihan hadir atau tidak hadir di sebuah forum publik.
“Dari kacamata geopolitik, Prabowo harus menjaga keseimbangan dan fokus pada penguatan legitimasi internal pemerintahan, bukan pada relawan masa lalu. Ia harus berdiri di atas semua golongan, bukan terlihat dekat dengan satu kelompok politik tertentu,” papar Amir.
Amir juga menegaskan, secara intelijen, setiap momentum publik dapat menjadi “panggung pengaruh” bagi pihak-pihak yang ingin menunggangi kekuasaan. Karena itu, absen strategis kadang justru lebih kuat secara makna politik dibanding hadir simbolik.
“Tidak hadir di Kongres Projo bukan berarti memusuhi, tapi langkah cerdas untuk menghindari jebakan politik simbolik. Pemerintahan Prabowo harus menunjukkan kemandirian dari bayang-bayang Jokowi dan jaringan relawannya,” pungkasnya.




