Amil Jadi Penggerak Peradaban dan Energi Baru Filantropi Indonesia

Direktur Eksekutif Forum Zakat (FOZ), Agus Budiyanto, menegaskan bahwa amil memiliki peran strategis sebagai dai dan agen perubahan sosial. Ia menuturkan perjalanan hidup pribadinya yang penuh perjuangan menjadi inspirasi bagi semangat pengabdian di dunia amil zakat.

“Saya hidup dari keluarga yang sangat struggle. Bapak dan ibu saya hanya lulusan SD dan bekerja sebagai pembantu di warteg. Mereka menabung sedikit demi sedikit hingga bisa berjualan gorengan, meski sering digusur Satpol PP,” tutur Agus dalam acara Forum Literasi Filantropi (Forlip) Vol. 36 yang diselenggarakan Akademizi dengan tema “Spirit Sumpah Pemuda: Energi Baru Filantropi Indonesia”, Kamis (23/10/2025).

Dari pengalaman hidup yang penuh perjuangan itu, Agus menemukan panggilan hidupnya di dunia advokasi dan pemberdayaan. Ia menegaskan bahwa profesi amil bukan sekadar pekerjaan sosial, melainkan mandat syariah dan konstitusi.

“Amil adalah mandat dari Allah dan juga mandat konstitusi. Pengelolaan zakat bukan hanya urusan teknis, tapi bagian dari misi besar membangun kesejahteraan masyarakat dan peradaban,” jelasnya.

Menurut Agus, zakat memiliki potensi besar sebagai instrumen dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Namun, ia menegaskan bahwa tidak ada satu sektor pun yang bisa bekerja sendirian. Karena itu, kolaborasi antara sektor publik, privat, dan NGO harus menjadi pilar utama.

“Civil society tidak bisa bergerak sendirian, begitu juga sektor publik dan swasta. Kolaborasi itu penting. Sektor publik bertugas membuat kebijakan, sektor privat menciptakan nilai ekonomi, sementara sektor NGO menjaga nilai-nilai,” tambahnya.

Agus juga mengaitkan semangat Sumpah Pemuda dengan cita-cita gerakan zakat Indonesia yang berlandaskan pada nilai-nilai peradaban: iman, ilmu, dan amal. Ia menyebut bahwa di masa Rasulullah, zakat bahkan menjadi instrumen untuk mendobrak oligarki dan menciptakan keadilan sosial.

Dalam konteks ini, ia menekankan pentingnya mindset dalam menjalankan peran filantropi. Menurutnya, para amil dan pelaku zakat perlu meninggalkan fixed mindset dan menumbuhkan growth mindset — pola pikir yang percaya bahwa setiap orang mampu berkembang dan memperbaiki diri.

Baca juga:  Lembaga Zakat Perlu Melakukan Lompatan

“Orang dengan growth mindset percaya bahwa kesuksesan dan pencapaian bisa diupayakan. Setiap tantangan harus dihadapi dengan semangat belajar dan berusaha. Amil yang memiliki growth mindset akan melihat setiap hambatan sebagai peluang untuk tumbuh,” ujarnya.

Direktur Eksekutif BAZMA Pertamina, Hassan Afif, berbicara tentang semangat Sumpah Pemuda dan relevansinya dengan gerakan filantropi di Indonesia. Menurutnya, nilai perjuangan 1928 sesungguhnya sejalan dengan semangat memberi dan bersatu membangun bangsa—dua hal yang menjadi ruh dari gerakan zakat modern.

“Awalnya saya sempat bingung mengaitkan Sumpah Pemuda dengan filantropi. Tapi jika kita melihat lebih dalam, semangat pemuda 1928 adalah semangat memberi dan bersatu membangun bangsa. Dan itulah juga esensi filantropi, terutama gerakan zakat,” ujar Hassan.

Hassan kemudian menceritakan perjalanan hidupnya sebagai seorang amil zakat. Ia diterima di IPB pada tahun 2012 dan aktif di organisasi kemahasiswaan, khususnya BEM. Latar belakang sosial yang kuat membuatnya mantap memilih jalan pengabdian melalui lembaga zakat. Namun, keputusan tersebut sempat menimbulkan keraguan di lingkungannya.

“Meyakinkan calon mertua bahwa menjadi amil itu profesi mulia tidak mudah,” ujarnya sambil tersenyum. “Istri saya dosen IPB, ibu mertua saya dosen UNIDA di Ciawi—dua-duanya akademisi banget. Tapi setelah saya menjalani pengabdian di Sulawesi Tenggara dan kini 12 tahun berkiprah di BAZMA Pertamina, mereka akhirnya melihat sendiri maknanya.”

Hassan menyoroti tantangan serius yang dihadapi generasi muda Indonesia, mulai dari pengangguran hingga kesehatan mental. Ia menilai, meskipun angka pengangguran nasional menurun hingga 2024, kelompok pemuda masih menjadi penyumbang terbesar angka pengangguran di Tanah Air.

Baca juga:  Ikuti Expert Talk Spesial "Bongkar Rahasia Program Pemberdayaan ZIS yang Powerful!"

“Ketimpangan pendidikan juga menjadi persoalan mendasar. Masih ada sekitar 24,3 persen masyarakat Indonesia yang belum pernah sekolah. Kesenjangan ini sangat memengaruhi daya saing pemuda,” jelasnya.

Selain itu, meningkatnya kasus perundungan dan gangguan mental di kalangan muda juga menjadi keprihatinan tersendiri. “Kasus perundungan di Udayana yang berujung tragis adalah peringatan keras. Kesehatan mental pemuda sedang tidak stabil,” ujarnya.

BAZMA, lanjut Hassan, menjalankan sejumlah inisiatif sosial untuk menjawab tantangan tersebut. Di antaranya SMK gratis khusus laki-laki serta rumah singgah bagi pasien cuci darah, yang menjadi wadah pembinaan karakter dan dukungan kesehatan. “Kami banyak menemui anak muda yang sudah harus cuci darah. Ini menggambarkan kondisi kesehatan generasi sekarang yang perlu perhatian serius,” ungkapnya.

Menurut Hassan, zakat bukan sekadar aktivitas distribusi dana, tetapi energi peradaban yang mampu menjawab berbagai persoalan bangsa.

“Gerakan zakat mampu menjawab tantangan besar menuju visi Indonesia 2045—pengangguran, pendidikan, kesehatan mental, dan fisik. Semua bisa disentuh dengan strategi filantropi yang tepat,” tegasnya.

Ia menambahkan, setiap lembaga amil zakat memiliki pendekatan yang berbeda, namun tujuannya sama: menyejahterakan umat dan menggerakkan energi kebaikan kolektif.

Di akhir sesi, Hassan memberikan pesan inspiratif bagi generasi muda agar semangat filantropi tidak berhenti pada wacana, tetapi menjadi gerakan nyata. “Pertama, connection. Bangun jejaring. IPK penting, tapi jejaring dan pengalaman organisasi lebih berharga di dunia kerja. Kedua, collaboration. Buat gerakan, komunitas, atau inisiatif sosial bersama. Ketiga, contribution. Berikan kontribusi lewat donasi, pengetahuan, atau keterampilan,” jelasnya.

Hassan optimistis profesi amil akan semakin dihargai di masa depan. “Amil ke depan butuh keterampilan baru, dan itu hanya bisa dibangun dari semangat muda yang mau belajar dan berkontribusi,” pungkasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News