Suasana semarak Festival Adat Budaya Nusantara V di Alun-Alun Lamongan pada Sabtu sore (18/10/2025) mendadak berubah tegang. Di tengah ramainya acara yang dihadiri para raja dan permaisuri Nusantara serta pejabat daerah, sebuah insiden kekerasan diduga dilakukan oleh pengawal Bupati Lamongan terhadap salah seorang penggerak UMKM lokal, Yak Widhi.
Insiden memilukan itu terjadi sekitar pukul 17.25 WIB, ketika Yak Widhi — yang dikenal aktif dalam pemberdayaan pelaku usaha kecil di Lamongan — berniat menemui gurunya, budayawan senior Kyai Zawawi Imron. Ia juga sempat berbincang dengan seorang tokoh sepuh Lamongan, Mbah Saeran, yang penglihatannya sudah mulai menurun.
Menurut keterangan yang disampaikan oleh Aliansi Masyarakat Lamongan Bersatu Dobrak (LA-BRAK), Mbah Saeran meminta tolong kepada Widhi agar membantunya berfoto bersama Wakil Bupati Lamongan, Dirham Akbar. Namun niat baik itu justru berujung petaka.
“Saat hendak foto bersama, mereka tiba-tiba dihadang oleh pihak protokoler. Widhi sudah menjelaskan dengan sopan, tapi belum selesai bicara, salah satu pengawal Bupati yang bernama Dayat langsung menarik dan memukul wajahnya hingga berdarah,” ujar perwakilan LA-BRAK dalam surat resmi yang ditujukan kepada Kapolres Lamongan, Minggu (19/10/2025).
Akibat pukulan itu, mulut Widhi robek dan harus dilarikan ke rumah sakit. Foto-foto korban dengan luka di wajahnya kini beredar di kalangan aktivis dan masyarakat sipil Lamongan, memicu gelombang kemarahan publik.
Tokoh sepuh Lamongan, Mbah Saeran, yang menyaksikan langsung kejadian itu, menyesalkan tindakan brutal pengawal Bupati. Ia menilai, aparat yang bertugas di sekitar pejabat seharusnya menjadi pelindung masyarakat, bukan pelaku kekerasan.
“Kalau memang tidak boleh foto, tinggal disampaikan dengan halus. Kami ini wong tua, pasti ngerti. Tapi malah dipukul seperti preman, itu sangat memalukan,” tutur Mbah Saeran dengan nada lirih dan kecewa.
Insiden tersebut tak hanya mencoreng suasana kebudayaan yang sedang dirayakan, tetapi juga merusak citra pemerintah daerah Lamongan yang selama ini mengusung jargon “Lamongan Ramah dan Berbudaya”.
Melalui keterangan tertulisnya, Aliansi LA-BRAK mengutuk keras tindakan kekerasan tersebut dan menuntut aparat kepolisian bertindak cepat.
“Kami meminta Kapolres Lamongan segera menangkap dan mengusut tuntas pelaku pemukulan terhadap saudara Suharjanto Widhi sesuai hukum yang berlaku. Jangan sampai ada impunitas bagi pelaku kekerasan hanya karena statusnya pengawal pejabat,” tegas pernyataan LA-BRAK.
Mereka juga menyoroti bahwa peristiwa ini menunjukkan adanya pola pengamanan pejabat yang berlebihan dan cenderung bergaya premanisme.
“Gaya preman seperti ini tidak pantas dilakukan di ruang publik, apalagi di acara resmi yang membawa nama baik Lamongan di hadapan tamu-tamu nasional,” tambah pernyataan tersebut.
Pasca-insiden, tagar #KeadilanUntukWidhi mulai ramai di media sosial warga Lamongan. Sejumlah aktivis mahasiswa dan pelaku UMKM lokal turut bersuara, meminta agar pelaku segera ditangkap dan dijerat pasal penganiayaan sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sejumlah pihak kini menanti langkah nyata Polres Lamongan. Desakan muncul agar aparat penegak hukum tidak terpengaruh oleh tekanan politik atau kekuasaan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Pemerintah Kabupaten Lamongan maupun Bupati terkait dugaan keterlibatan pengawal pribadinya.
Peristiwa di Alun-Alun Lamongan itu bukan hanya soal kekerasan fisik terhadap seorang warga. Lebih dari itu, insiden ini melukai rasa keadilan dan mencoreng citra Lamongan yang dikenal religius, santun, dan menjunjung nilai-nilai budaya luhur.
Yak Widhi, yang dikenal aktif membantu pelaku UMKM di berbagai kecamatan, kini dirawat karena luka di wajahnya. Sementara masyarakat menanti apakah hukum akan berpihak pada kebenaran — atau kembali tunduk pada kekuasaan.
“Kami tidak akan berhenti bersuara sampai pelaku ditangkap. Ini bukan hanya soal Widhi, tapi soal martabat warga Lamongan,” tutup pernyataan Aliansi LA-BRAK dengan nada tegas. (Yunus Hanis Syam)