Sambut Penetapan Hari Kebudayaan Nasional, Partai Budantara Bacakan Sumpah Budaya di Tugu Proklamasi

Suasana Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025), terasa berbeda dari biasanya. Puluhan tokoh masyarakat, seniman, budayawan, dan perwakilan pemuda dari berbagai daerah berkumpul dalam nuansa khidmat untuk memperingati momen bersejarah: penetapan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional.

Acara yang digelar oleh Partai Budantara (Budaya Nusantara) itu menjadi simbol kebangkitan kembali semangat pelestarian nilai-nilai luhur budaya bangsa di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi. Dalam acara tersebut, para peserta menggelar ritual pembacaan Sumpah Budaya di depan Tugu Proklamasi — tempat yang sarat makna historis sebagai saksi lahirnya kemerdekaan Indonesia.

Momen pembacaan Sumpah Budaya menjadi puncak acara. Dengan suara lantang dan penuh semangat, perwakilan tokoh dari berbagai daerah secara bergantian membacakan butir-butir sumpah yang berisi komitmen menjaga, memelihara, dan mengembangkan nilai-nilai budaya Nusantara sebagai jati diri bangsa.

“Sumpah ini bukan hanya seremonial, tapi panggilan hati untuk kembali mengenali siapa diri kita sebenarnya sebagai bangsa Indonesia,” ujar salah satu panitia acara.

Partai Budantara sendiri dikenal sebagai gerakan sosial-kultural yang menempatkan kebudayaan sebagai fondasi pembangunan nasional. Mereka berupaya menumbuhkan kesadaran baru bahwa kebudayaan bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan kekuatan strategis dalam membangun masa depan yang berdaulat dan berkarakter.

Salah satu tokoh yang turut memberikan sambutan adalah Jalih Pitoeng, aktivis muda kelahiran tanah Betawi yang dikenal lantang menyuarakan nilai-nilai kebangsaan dan keadilan sosial. Dalam orasinya, Jalih menekankan pentingnya menjaga dan menghidupkan kembali nilai-nilai luhur budaya Nusantara sebagai penopang identitas bangsa.

Baca juga:  Dukung Aktivis Pemuda Islam, Jalih Pitoeng Minta Pram Segera Pecat Kepala Dinas Parekraf Andhika!

“Kami hadir di tempat yang bersejarah ini dengan tekad yang kuat untuk menjaga, memelihara, sekaligus mengembangkan nilai-nilai luhur budaya Nusantara,” ujar Jalih Pitoeng dengan suara bergetar, disambut tepuk tangan peserta.

Ia menambahkan, bangsa Indonesia hanya akan tetap berdiri tegak bila budayanya dijaga dengan sepenuh hati.
“Karena hilang budayanya, maka musnahlah bangsanya,” tegas Jalih yang juga dikenal aktif di berbagai kegiatan sosial dan kebudayaan di Jakarta.

Lebih lanjut, Jalih menyerukan agar momentum Hari Kebudayaan Nasional dijadikan tonggak kebangkitan nasional kedua yang berlandaskan kearifan lokal.

“Dari tempat bersejarah ini, kami mengajak seluruh anak bangsa untuk bersama-sama menjaga dan memelihara nilai-nilai luhur budaya Nusantara sebagai jati diri bangsa yang menjunjung tinggi kebhinekaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita berlandaskan Pancasila dan menegakkan UUD 1945 sebagai sistem pengelolaan negara,” paparnya dengan penuh semangat.

Ketua Panitia Hari Kebudayaan, Adi Pranata Surya menuturkan bahwa penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional merupakan bentuk penghargaan terhadap kekayaan budaya Indonesia yang sangat beragam.

“Budaya adalah perekat bangsa. Di tengah banyaknya perbedaan, budaya menjadi titik temu yang menyatukan,” kata Adi.

Ia juga menegaskan bahwa Partai Budantara akan terus memperjuangkan agar kebijakan kebudayaan tidak berhenti pada tataran simbolik, melainkan menjadi bagian dari sistem pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Baca juga:  Demokrasi Politik Menuju Demokrasi Ekonomi, Jalih Pitoeng: Tak Akan Terealisasi Tanpa adanya Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi

Sementara itu, kalangan muda yang hadir dalam acara tersebut tampak antusias. Banyak di antara mereka yang datang mengenakan pakaian adat daerah masing-masing, membawa simbol-simbol lokal seperti batik, songket, dan ikat kepala tradisional.

“Kami ingin menunjukkan bahwa generasi muda tidak melupakan akar budayanya,” ujar Anggita Putri, salah satu peserta asal Jawa Tengah.

Ia berharap peringatan Hari Kebudayaan Nasional bisa menjadi agenda tahunan yang tidak hanya seremonial, tetapi juga berisi program nyata seperti pelatihan seni tradisional, revitalisasi bahasa daerah, dan dukungan terhadap para pelaku seni lokal.

Penetapan Hari Kebudayaan Nasional diharapkan menjadi momentum kebangkitan jati diri bangsa Indonesia. Di tengah gempuran budaya global yang sering kali menafikan nilai-nilai lokal, kebudayaan Nusantara diharapkan menjadi pondasi moral dan spiritual dalam membangun peradaban Indonesia modern.

Dengan semangat yang berkobar di Tugu Proklamasi sore itu, para tokoh, seniman, dan aktivis berikrar untuk menjadikan budaya bukan hanya sebagai warisan masa lalu, tetapi juga sebagai panduan dalam menata masa depan bangsa.

Seperti yang disampaikan Jalih Pitoeng, “Budaya bukan sekadar tarian dan pakaian adat. Ia adalah napas bangsa. Selama napas itu masih berhembus, Indonesia akan tetap hidup, merdeka, dan berdaulat.”

Simak berita dan artikel lainnya di Google News