Ketegangan di tengah dinamika sosial-politik Indonesia kembali mencuat setelah pengurus Perjuangan Walisongo Indonesia – Laskar Sabilillah (PWI–LSI), Muhammad Saifullah Huda atau yang akrab disapa Gus Huda, menyampaikan pernyataan mengejutkan. Ia mengaku mendapat peringatan dari seorang rekannya di kepolisian agar bersabar dan tidak melayani provokasi, karena jika terjadi kekerasan terhadap dirinya atau kelompoknya, akan timbul kekacauan besar.
“Saya ditelpon teman polisi, katanya ‘Gus sabar, tidak usah dilayani. Kalau sampai dilukai orang, akan terjadi kekacauan besar. Habaib akan dibunuh semua seperti PKI tahun 1965,’” ujar Gus Huda sebagaimana dikutip dari sumber internal PWI–LSI.
Pernyataan ini segera menyebar melalui pesan berantai dan media sosial, memunculkan kekhawatiran publik akan potensi provokasi dan ketegangan antar kelompok.
Kutipan tersebut disebutkan muncul dalam konteks meningkatnya gesekan antara kelompok keagamaan dan sejumlah pihak yang dianggap melakukan penistaan terhadap simbol-simbol keulamaan dan habaib. Gus Huda, yang selama ini dikenal sebagai tokoh vokal dalam PWI–LSI, menegaskan bahwa dirinya tidak bermaksud memprovokasi, melainkan mengingatkan bahwa situasi bangsa kini sangat sensitif.
Pernyataan yang menyinggung tragedi 1965 tersebut dianggap sangat sensitif. Tahun itu, Indonesia mengalami kekerasan massal terhadap orang-orang yang dituduh sebagai anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Berbagai laporan HAM internasional menyebut jumlah korban jiwa mencapai ratusan ribu.
Pengamat politik Rokhmat Widodo mengatakan, menyamakan potensi ancaman terhadap habaib dengan tragedi 1965 bisa memunculkan trauma kolektif dan memperburuk polarisasi sosial.
“Ucapan semacam ini berbahaya karena membuka luka lama bangsa. Setiap perbandingan dengan 1965 harus diucapkan hati-hati agar tidak memantik ketakutan baru,” ujarnya.
Menanggapi beredarnya pernyataan tersebut, Rokhmat meminta kepolisian segera memeriksa kebenaran informasi bahwa ada aparat yang memberikan peringatan informal kepada Gus Huda.
“Kalau memang benar ada komunikasi seperti itu, publik berhak tahu. Jangan sampai ada kesan bahwa aparat mengetahui potensi ancaman tapi tidak melakukan langkah pencegahan,” kata Rokhmat.
Pihak Kepolisian RI hingga berita ini diturunkan belum memberikan keterangan resmi terkait kabar telepon yang disebut Gus Huda.
Rokhmat mengatakan,, pernyataan Gus Huda semacam ini, bila tidak dijelaskan dengan hati-hati, dapat menimbulkan kesalahpahaman antar kelompok masyarakat.
“Indonesia sedang dalam fase sensitif pascapemilu dan menjelang konsolidasi pemerintahan baru. Narasi ‘akan dibunuh seperti PKI’ adalah bentuk hiperbola berbahaya. Bisa ditafsir sebagai hasutan atau ancaman pembalasan,” ujarnya.
Rokhmat menilai, seharusnya tokoh agama seperti Gus Huda menggunakan pengaruhnya untuk menenangkan, bukan menambah ketegangan. Namun ia juga menegaskan bahwa aparat wajib melindungi setiap warga negara, termasuk habaib dan tokoh agama dari segala bentuk ancaman.
Organisasi Perjuangan Walisongo Indonesia – Laskar Sabilillah (PWI–LSI) dikenal sebagai ormas yang menempatkan diri dalam barisan pembela ulama ulama Nusantara dan anti-habaib.
Menutup keterangannya, Gus Huda menyerukan agar semua pihak, terutama umat Islam, menahan diri dan tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin memecah belah bangsa.