Relawan Jokowi Ancam Presiden Prabowo

Ketegangan politik mencuat antara kelompok relawan pendukung Jokowi dan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto setelah pernyataan keras dilontarkan oleh Fritz Alor Boy, salah satu tokoh relawan asal Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia menuding pemerintah telah menzalimi orang NTT menyusul pemecatan Kompol Cosmas Kaju Gae, perwira polisi asal NTT yang dinilai dikorbankan dalam kasus tewasnya pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan akibat terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob.

Dalam rekaman video yang beredar di media sosial, Fritz berbicara dengan nada tinggi dan emosional. Ia menegaskan bahwa rakyat NTT tidak takut terhadap siapapun, termasuk Kapolri maupun Presiden Prabowo Subianto.

“Kami tidak takut dengan siapapun! Ketika satu orang NTT diganggu, kami merasa sakit. Jangan tantang kami, Kapolri, Presiden Prabowo! Kalau masih ada ketidakadilan terhadap orang kami, kami siap jadi oposisi keras untuk menghantam Prabowo!”

Pernyataan itu dengan cepat viral di berbagai platform digital, terutama di kalangan diaspora NTT di Jakarta dan daerah-daerah lain di Indonesia.

Fritz menambahkan bahwa masyarakat NTT merasa dikhianati oleh pemerintah pusat. Padahal, kata dia, pada Pilpres 2024, sebagian besar masyarakat NTT memilih Prabowo-Gibran dengan harapan adanya perhatian khusus terhadap pembangunan daerah Timur Indonesia.

“Orang NTT banyak mencoblos Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Tapi hari ini kami tidak dianggap. Hanya Jokowi yang menganggap kami bagian penting dari bangsa ini. Kalau orang NTT terus dizalimi, kami akan menentang keras Presiden Prabowo,” ujarnya.

Kemurkaan Fritz Alor Boy bermula dari kasus tewasnya Affan Kurniawan, pengemudi ojol yang dilindas rantis Brimob saat terjadi kericuhan di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Baca juga:  Prabowo Hanya Seorang Jenderal Ayam Sayur?

Affan sempat dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tak tertolong. Insiden tersebut memicu gelombang kritik terhadap aparat, terutama setelah video detik-detik kejadian beredar luas di media sosial.

Dalam penyelidikan internal, Kompol Cosmas Kaju Gae, perwira asal NTT yang saat itu berada di dalam rantis, disebut ikut bertanggung jawab atas insiden tersebut dan akhirnya dipecat secara tidak hormat oleh institusi kepolisian.

Keputusan itu membuat banyak pihak di NTT tersinggung dan menilai adanya ketidakadilan. Mereka menilai Cosmas dijadikan kambing hitam dalam peristiwa yang mestinya menjadi tanggung jawab kolektif satuan.

Fritz Alor Boy menilai bahwa pemecatan Kompol Cosmas adalah bentuk diskriminasi terhadap aparat daerah Timur. Menurutnya, ada perlakuan yang berbeda bila perwira yang terlibat berasal dari wilayah lain.

“Jangan remehkan kami orang Timur. Kami bukan rakyat kelas dua. Kalau satu orang kami dizalimi, kami semua akan bersuara. Kami bukan penakut. Kami ini bangsa petarung,” kata Fritz dalam pernyataannya.

Ia juga menegaskan bahwa dirinya tidak ingin membawa isu ini ke ranah suku, tetapi menuntut keadilan secara nasional. Namun, secara emosional ia menyinggung bahwa selama ini masyarakat NTT masih sering diperlakukan tidak setara.

Pernyataan ini kemudian memantik respons publik yang beragam. Sebagian menganggap Fritz mewakili suara kekecewaan warga NTT terhadap negara, sebagian lain menilai ucapannya terlalu provokatif dan berisiko memperuncing ketegangan politik.

Pihak kepolisian sendiri telah menegaskan bahwa sanksi pemecatan terhadap Kompol Cosmas Kaju Gae dilakukan setelah melalui proses sidang etik dan disiplin yang sesuai aturan internal.

Juru bicara Polri menyebutkan, keputusan tersebut diambil berdasarkan bukti dan hasil pemeriksaan tim Propam yang menyatakan adanya pelanggaran berat.

Baca juga:  Prabowo dan Elit Partai Jangan Tinggalkan Umat Islam dalam Kasus Ahok

“Semua proses dilakukan sesuai prosedur. Tidak ada unsur politis. Kami berkomitmen menegakkan hukum secara profesional dan transparan,” ujar seorang pejabat kepolisian yang enggan disebutkan namanya.

Namun, hingga kini publik belum mendapat penjelasan mendalam tentang detail penyelidikan kasus rantis yang menabrak Affan Kurniawan, termasuk siapa pengemudi sebenarnya dan bagaimana komando lapangan diberikan malam itu.

Pernyataan Fritz Alor Boy menandai babak baru dalam relasi antara kelompok relawan Jokowi dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Setelah masa transisi kekuasaan, sebagian kelompok relawan Jokowi memang cenderung menarik diri dari orbit kekuasaan baru dan bersikap lebih kritis.

Fritz yang dikenal aktif dalam berbagai kegiatan sosial di kalangan perantau NTT di Jakarta, kini tampil sebagai sosok vokal yang menentang arah kebijakan pemerintah. Ancaman untuk “menjadi oposisi keras” dinilai sebagian analis sebagai simbol kekecewaan dan sinyal bahwa basis politik Jokowi belum tentu solid mendukung Prabowo pasca-Pilpres.

Kasus tewasnya Affan Kurniawan dan pemecatan Kompol Cosmas Kaju Gae kini tidak lagi sekadar persoalan internal kepolisian. Ia telah menjelma menjadi simbol ketegangan antara rakyat daerah Timur dan pusat kekuasaan, yang menguji sejauh mana pemerintahan Prabowo mampu menjaga rasa keadilan dan kesetaraan antarwilayah.

Bagi Fritz Alor Boy dan kelompok relawan Jokowi asal NTT, ini bukan sekadar soal satu perwira polisi. Ini adalah soal martabat — dan jika martabat itu dirasa diinjak, mereka siap berdiri berseberangan dengan kekuasaan. “Kami tidak akan diam. Kami akan terus bersuara sampai keadilan ditegakkan,” tegas Fritz.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News