Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menilai rakyat lebih makmur pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dibandingkan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai reaksi keras dari kelompok relawan pro-Jokowi. Laskar Cinta Jokowi (LCJ) bahkan mendesak Presiden Prabowo Subianto segera mencopot Purbaya dari jabatannya.
Koordinator Laskar Cinta Jokowi, Suhandono Baskoro, menilai ucapan Purbaya tidak berdasarkan data yang valid dan terkesan ingin mencari popularitas dengan cara menyerang warisan pemerintahan Jokowi.
“Pernyataan itu tidak mencerminkan tanggung jawab seorang pejabat negara. Tidak berdasar data, hanya opini pribadi yang berpotensi memecah belah. Kami minta Presiden Prabowo segera mengevaluasi dan mencopot Purbaya,” tegas Suhandono dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (11/10/2025).
Suhandono menilai, selama sepuluh tahun pemerintahan Jokowi, perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang konsisten dan terarah. Ia mencontohkan pemerataan pembangunan infrastruktur, peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, serta penurunan angka kemiskinan ekstrem yang diakui oleh lembaga internasional.
“Jangan bandingkan dua era tanpa konteks. Era Jokowi menghadapi pandemi global, krisis energi, dan perlambatan ekonomi dunia. Tapi pemerintah tetap mampu menjaga stabilitas harga, menekan inflasi, dan membuka jutaan lapangan kerja baru,” ujarnya.
Ia juga menilai Purbaya seharusnya berbicara berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia, bukan sekadar opini yang menimbulkan kontroversi publik. “Kalau menteri bicara tanpa data, itu mencoreng profesionalisme dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah,” tambahnya.
Sebelumnya, dalam sebuah forum ekonomi, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut bahwa “rakyat lebih makmur di era SBY dibandingkan era Jokowi”. Ia menilai pada masa pemerintahan SBY, sektor swasta dan perbankan lebih aktif mendorong pertumbuhan ekonomi, sementara pada masa Jokowi, pertumbuhan lebih banyak ditopang oleh belanja negara dan proyek infrastruktur.
Pernyataan itu dengan cepat viral di media sosial dan memunculkan perdebatan sengit antara pendukung dua mantan presiden tersebut.
Menurut Laskar Cinta Jokowi, klaim Purbaya tidak mencerminkan kondisi riil masyarakat. Data BPS menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan nasional terus menurun dari 10,96% pada 2014 menjadi sekitar 9,03% pada 2024. Selain itu, proyek infrastruktur strategis nasional di bawah kepemimpinan Jokowi telah meningkatkan konektivitas antarwilayah dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah terpencil.
“Jokowi membangun fondasi pemerataan ekonomi. Jalan tol, pelabuhan, bandara, dan kawasan industri tersebar di seluruh Indonesia. Itu tidak bisa diukur hanya dari indikator makro sempit,” kata Suhandono.
Ia menambahkan, Laskar Cinta Jokowi akan mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo dan Menteri Sekretaris Negara untuk meminta evaluasi terhadap kinerja Purbaya. “Kami berharap Presiden Prabowo bijak. Jangan biarkan pembantunya menimbulkan kegaduhan yang tidak produktif,” ucapnya.
Selain desakan pencopotan, LCJ juga meminta agar pemerintah memperkuat koordinasi antarmenteri agar tidak terjadi “perang pernyataan” di ruang publik. Menurut Suhandono, kabinet saat ini harus solid mendukung agenda pembangunan Presiden Prabowo tanpa menimbulkan polemik yang justru melemahkan kepercayaan masyarakat.
“Rakyat butuh ketenangan dan kepastian ekonomi, bukan perdebatan siapa yang lebih hebat antara Jokowi dan SBY. Pemerintah harus fokus bekerja, bukan saling menilai masa lalu,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Kementerian Keuangan maupun Istana terkait desakan Laskar Cinta Jokowi. Namun, wacana pencopotan Menteri Purbaya menjadi salah satu isu politik dan ekonomi yang ramai dibicarakan di kalangan elite pemerintahan dan publik.
Suhandono menutup pernyataannya dengan mengingatkan, “Loyalitas terhadap Jokowi bukan soal fanatisme, tapi soal menghargai data dan kerja keras yang sudah dirasakan rakyat selama satu dekade. Jangan biarkan narasi menyesatkan merusak kepercayaan publik terhadap capaian tersebut.”