Wartawan Dianiaya Pekerja Proyek Jalan Bomang Kabupaten Bogor, Terungkap Dugaan Main Mata di Balik Tender Rp31,5 Miliar

Dugaan praktik kotor di balik proyek jalan Bojong–Kemang (Bomang) kembali menyeruak, kali ini disertai aksi brutal terhadap jurnalis. Sejumlah wartawan yang tengah meliput proyek tersebut menjadi korban penganiayaan oleh para pekerja di lokasi pembangunan, Kamis sore (2/10/2025) di Desa Sukmajaya, Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor.

Informasi yang dihimpun dari berbagai grup wartawan dan laporan sejumlah media, kejadian berlangsung sekitar pukul 16.00 WIB. Awalnya, para jurnalis tengah mengambil gambar serta berupaya mewawancarai mandor proyek peningkatan jalan yang dikerjakan oleh PT Tri Manunggal Karya, kontraktor pelaksana proyek senilai Rp31,5 miliar dari APBD Kabupaten Bogor tahun anggaran 2025.

Namun suasana mendadak ricuh. Sejumlah pekerja proyek tiba-tiba menyerang wartawan dengan benda tumpul dan kayu. Salah satu korban berinisial H mengalami luka serius di tangan, kepala, dan tubuh, bahkan giginya patah akibat serangan brutal tersebut.

“Korban sempat berteriak minta tolong, tapi para pekerja malah makin beringas,” kata seorang saksi di lokasi.

Kasus ini langsung menuai kecaman keras dari berbagai organisasi pers di Bogor, yang menilai penganiayaan terhadap jurnalis adalah pelanggaran berat terhadap kebebasan pers. Laporan resmi telah dibuat di Polrestro Depok, namun hingga kini belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian.

“Kami minta kasus ini diusut tuntas. Jangan ada lagi kekerasan terhadap wartawan di lapangan,” ujar salah satu tokoh organisasi wartawan di Bogor.

Baca juga:  CBA Desak KPK Usut Dugaan Mark-Up Rp75 Miliar di Pengadaan Mebeler Disdik Bogor

Peristiwa penganiayaan ini menambah panjang deretan kontroversi proyek Bomang. Sejak awal, proses lelang proyek senilai puluhan miliar itu disebut-sebut penuh kejanggalan dan indikasi permainan antara oknum pejabat pengadaan dan pihak kontraktor.

Sejumlah kontraktor bahkan secara terbuka menyebut proses lelang di Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (ULPBJ) Kabupaten Bogor tidak transparan.

Salah satu kontraktor, M Husen Djohn Pasaribu, mempertanyakan mengapa penawar terendah tidak dimenangkan dalam lelang tersebut.

“Penawar nomor dua menawarkan Rp30 miliar, tapi yang dimenangkan PT Tri Manunggal Karya dengan Rp31,513 miliar. Ada selisih hampir Rp1,5 miliar yang seharusnya bisa menghemat anggaran daerah,” ujarnya.

Djohn juga menyoroti persyaratan tender yang dianggap tidak masuk akal, seperti kewajiban melampirkan BPKB asli alat berat saat proses verifikasi.

“Masa pengerjaan timbunan harus pakai BPKB asli? Kalau STNK wajar. Tapi BPKB? Itu syarat yang dibuat-buat, seolah untuk menjegal peserta lain,” katanya sinis.

Senada, kontraktor lain berinisial TS mengungkapkan bahwa pemenang tender sebenarnya sudah diatur sejak awal.

“Kami sudah diberi tahu dari dalam kalau proyek Bomang sudah ada pemenangnya, sementara proses lelang masih berjalan. Persyaratan tambahan itu hanya formalitas untuk menyingkirkan peserta lain,” ungkapnya.

Beberapa pejabat dan kontraktor menyebut nama Silo, seorang pengusaha yang disebut dekat dengan Bupati Bogor Rudi Susmanto, diduga memiliki pengaruh kuat dalam menentukan pemenang berbagai tender di ULPBJ.

“Nama Silo itu sering disebut-sebut kalau ada proyek besar. Semua orang tahu dia orangnya kuat di lingkaran bupati,” ujar salah satu sumber internal Pemkab Bogor yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Baca juga:  Diduga Ada Suap dan Dokumen Palsu Dua Perusahaan Tetap Menang Tender Proyek Miliaran di Kabupaten Bogor

Namun, Kabag ULPBJ Kabupaten Bogor, Asman Dila, membantah adanya permainan dalam tender proyek Bomang.

“Semua proses sudah sesuai prosedur dan transparan. Ini masih masa sanggah, silakan disanggah jika ada yang tidak puas,” katanya singkat saat dihubungi melalui pesan WhatsApp.

Proyek pembangunan Jalan Bojong–Kemang (Bomang) sejatinya menjadi proyek strategis Kabupaten Bogor untuk membuka akses ekonomi di wilayah selatan. Namun sejak perencanaan, proyek ini selalu diterpa masalah—mulai dari dugaan pengaturan tender, keterlambatan pelaksanaan, hingga kini berujung kekerasan terhadap wartawan.

Warga sekitar pun mengaku kecewa. “Jalan ini tiap tahun dikerjain tapi gak selesai-selesai. Uangnya habis, hasilnya gak kelihatan,” ujar warga Sukmajaya, Yayan (47).

Kini publik menanti langkah tegas Polrestro Depok dan Kejaksaan Negeri Cibinong untuk mengusut dugaan penganiayaan sekaligus kemungkinan adanya praktik korupsi dan kongkalikong proyek di balik tragedi kekerasan terhadap jurnalis tersebut.

“Serangan terhadap wartawan bisa jadi upaya menutupi kebusukan proyek. Kalau tidak ada masalah, kenapa takut diliput?” ujar seorang aktivis media di Bogor.

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak bahwa kekerasan terhadap jurnalis adalah bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi dan transparansi publik. Pembangunan tanpa pengawasan hanya akan melahirkan proyek sarat korupsi dan kekuasaan yang sewenang-wenang.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News