Pemikiran Brilian Prof. Paiman Raharjo: MBG Harus Libatkan Ahli Gizi dan Fokus Daerah Tertinggal/Miskin

Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menjadi salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto, kembali menjadi sorotan setelah muncul sejumlah kasus keracunan di beberapa daerah. Menanggapi hal ini, pakar kebijakan publik Prof. Dr. H. Paiman Raharjo, M.Si menegaskan pentingnya pengawasan dalam pengelolaan yang harus lebih ketat dan melibatkan ahli gizi dan ahli kesehatan.

“Program MBG sangat bagus dan mulia, tujuannya meningkatkan gizi bagi anak-anak yang selama ini kesulitan sarapan atau makan siang. Namun, banyaknya kasus keracunan harus menjadi evaluasi agar pemerintah melibatkan ahli gizi, ahli kesehatan, dan melakukan monitoring menyeluruh,” ujar Prof. Paiman saat dimintai tanggapan, Senin (29/9/2025).

Prof. Paiman menyarankan agar pengelolaan MBG diserahkan kepada kantin sekolah masing-masing. Dengan jumlah siswa sekitar 200–300 per sekolah mudah dimonitoring dan diawasi baik dari sisi kualitas dan bahan makanan yang digunakan.

Selain itu juga sterilisasi bahan makanan akan lebih terjamin dan proses pengawasan jauh lebih efektif bila dikelola langsung di kantin sekolah. “Guru dan pihak komite sekolah bisa memantau langsung,” jelasnya.

Baca juga:  Prabowo-Gibran Itu Hanya Boneka China dan Jokowi, Kenapa Harus Didukung?

Selain itu, Prof. Paiman menilai kebijakan ini juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Sayur, telur, ayam, beras, dan buah-buahan hasil produksi daerah dapat menjadi bahan utama menu MBG. “Ini akan menumbuhkan ekonomi desa sekaligus menjaga kualitas pangan,” tambahnya.

Prof. Paiman juga menilai sasaran program perlu diperjelas mana skala prioritas. Menurutnya, anggaran negara sebaiknya difokuskan untuk anak-anak SD dan SMP di daerah tertinggal/ miskin, dan perlu dievaluasi kota- kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya tidak perlu diberi program MBG.

“Contoh seperti Jakarta, orang tua mampu memberikan uang saku Rp50.000–Rp100.000 per har kepada anak-anaknya. Sasaran MBG di kota-kota besar tidak sesuai karena masih banyak daerah tertinggal yang membutuhkan, sehingga perlu dievaluasi program MBG yang sudah berjalan. Sementara itu, di daerah tertinggal/miskin banyak anak yang benar-benar membutuhkan,” tegasnya.

Baca juga:  Gerakan Tolak Prabowo-Gibran Semakin Membahana

Prof.Paiman menyarankan agar lebih menekankan pada jenjang pendidikan SD dan SMP, karena pada jenjang SMA kebutuhan gizi anak umumnya sudah cukup terukur, sehingga alokasi anggaran bisa lebih efisien jika diarahkan pada kelompok usia SD dan SMP saja.

Kasus keracunan dalam program MBG, menurut Prof. Paiman, harus dijadikan bahan evaluasi serius agar tujuan meningkatkan gizi dan kesejahteraan anak-anak Indonesia tidak terganggu. “Pengawasan harus ketat, keterlibatan ahli gizi dan kesehatan, serta fokus sasaran yang tepat adalah kunci agar program MBG benar-benar membawa manfaat dan bukan masalah,” ujarnya.

“Dengan pengelolaan di kantin sekolah masing-masing menu makanan higenis, tidak basi dan kualitas mutu makanan bisa terjamin, karena tidak memerlukan waktu yang lama untuk pengiriman. Dengan fokus sasaran SD dan SMP serta focus pada daerah tertinggal anggaran bisa efisien,” pungkasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News