Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah digencarkan pemerintah kembali menuai sorotan tajam. Dosen Nanyang Technological University (NTU) Singapura asal Indonesia, Sulfikar Amir, menilai MBG bukanlah program berbasis perencanaan teknokratik, melainkan “proyek politik raksasa” yang berpotensi menggerus keuangan negara.
“Ini proyek politik. Tidak ada perhitungan cost–benefit analysis, tidak ada perencanaan tata kelola. Pokoknya habisin ratusan triliun per tahun. Brutal!” tegas Sulfikar, di akun media sosialnya, Jumat (26/9/2025).
Menurut Sulfikar, kebijakan sebesar MBG seharusnya diawali analisis biaya-manfaat yang rinci dan terbuka.
“Kalau tidak ada cost–benefit analysis yang transparan, bagaimana publik bisa menilai efektivitasnya? Anggarannya masif, tapi kita tidak tahu output-nya,” katanya.
Ia juga menyoroti lemahnya desain tata kelola. Program berskala nasional dengan dana besar dan distribusi jutaan porsi makanan berisiko memunculkan korupsi, inefisiensi, dan masalah pengawasan mutu.
Sejak diluncurkan, MBG disebut-sebut menelan biaya hingga ratusan triliun rupiah setiap tahun. Angka fantastis ini memicu kekhawatiran akan beban fiskal negara dan potensi tumpang tindih dengan program sosial lainnya.
Kritik Sulfikar makin menguat setelah beberapa daerah melaporkan insiden keracunan makanan yang diduga berasal dari distribusi MBG. Meski pemerintah menegaskan kasus-kasus itu masih minor, kejadian tersebut memunculkan pertanyaan tentang kualitas rantai pasok dan pengawasan.
Kementerian terkait menegaskan program MBG adalah upaya strategis menurunkan stunting dan meningkatkan kualitas gizi generasi muda. “Pengawasan mutu dilakukan berlapis, dan audit anggaran akan tetap transparan,” kata juru bicara Badan Gizi Nasional.
Namun pernyataan itu belum meredam gelombang kritik. Banyak pihak menilai pemerintah harus mempublikasikan perhitungan biaya dan dampak gizi secara berkala agar publik dapat menilai manfaat program.
Program MBG kini berada di persimpangan: menjadi kebijakan jangka panjang yang terukur, atau sekadar “proyek politik” seperti tudingan Sulfikar Amir. Publik menunggu langkah pemerintah menanggapi kritik tajam ini.