Pernyataan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto, bahwa Presiden Prabowo Subianto “belum memikirkan dua periode” menjadi percikan yang memanaskan suhu politik nasional. Ucapan tersebut keluar ketika sebagian relawan dan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong wacana keberlanjutan pemerintahan Prabowo–Gibran hingga 2029.
Titiek menegaskan bahwa pemerintahan baru saja berjalan dan fokus utama saat ini adalah menuntaskan program kerja, bukan berbicara pemilu lima tahun mendatang. Bagi sebagian pihak, komentar sederhana itu mungkin sekadar penyejuk. Namun bagi pengamat intelijen dan geopolitik Amir Hamzah, pernyataan tersebut ibarat “serangan telak” ke Jokowi dan lingkar kekuasaan yang kerap dijuluki Geng Solo.
Dorongan dua periode bagi pasangan Prabowo–Gibran lahir dari pernyataan Jokowi yang secara terbuka meminta relawannya mendukung kelanjutan kepemimpinan mereka. Narasi ini seolah menjadi sinyal bahwa Jokowi ingin menjaga pengaruh politiknya pasca-lengser, dengan menempatkan putranya Gibran Rakabuming Raka tetap di pusat kekuasaan.
Di sisi lain, sejumlah kader Gerindra dan pendukung Prabowo menilai wacana itu terlalu dini. Mereka berpendapat kinerja pemerintah harus dibuktikan terlebih dahulu sebelum membicarakan pencalonan berikutnya. Titiek, yang memiliki posisi strategis sekaligus simbolik sebagai putri Presiden Soeharto, seolah mengartikulasikan kegelisahan itu di ruang publik.
Menurut Amir Hamzah, ucapan Titiek tidak bisa dibaca sekadar sebagai komentar pribadi. “Ini sinyal politik yang jelas,” ujarnya, Kamis (25/9/2025).
Amir menilai bahwa dengan mengatakan Prabowo belum memikirkan dua periode, Titiek berupaya meredam euforia relawan yang digerakkan Jokowi. “Ia mengirim pesan bahwa Gerindra dan Prabowo tidak bisa diatur ritme politiknya oleh pihak luar, termasuk mantan presiden,” kata Amir.
Menurut Amir, Jokowi terlihat ingin melanggengkan pengaruh melalui keberadaan Gibran. “Ini cara licik mempertahankan kekuasaan dengan memanfaatkan demokrasi,” ujarnya. Dengan menolak bicara soal dua periode, Titiek sekaligus menunjukkan bahwa Prabowo bukan bagian dari skenario perpanjangan kekuasaan Jokowi.
Amir juga menyinggung catatan pengkhianatan Jokowi kepada Megawati yang dulu mengusungnya. “Prabowo pasti belajar dari itu. Jokowi bisa menggeser siapa saja demi kepentingannya,” ujarnya, menilai Titiek menyampaikan peringatan halus agar Prabowo waspada.
Pernyataan Titiek Soeharto tampak sederhana, namun di baliknya tersimpan pesan strategis. Ia menandai batas antara kepentingan Prabowo dan manuver Jokowi yang ingin menjaga pengaruh lewat Gibran.
Bagi Amir Hamzah, ini bukan sekadar komentar spontan, melainkan langkah terukur untuk menjaga kedaulatan politik Prabowo serta menegaskan bahwa arah 2029 sepenuhnya berada di tangan presiden yang baru dilantik, bukan mantan presiden ataupun relawannya.