Beredar kabar bahwa Ketua Perjuangan Walisongo Indonesia — Laskar Sabilillah (PWI‑LS) Kabupaten Kudus, Masnan Anwar, telah menjadi tersangka dalam perkara dugaan ujaran kebencian dan pelanggaran SARA. Dari hasil penelusuran redaksi: laporan atas dugaan tersebut memang telah dilayangkan oleh kelompok yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Kudus Bersatu Cinta Damai ke Polres Kudus. Namun hingga penulisan ini, bukti yang dipublikasikan media lokal menunjukkan bahwa yang terjadi adalah pelaporan dan penerimaan laporan oleh polisi; belum ada informasi terbuka yang menyatakan adanya penetapan tersangka formal pada Masnan Anwar.
Pada awal minggu ini, delapan perwakilan kelompok yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Kudus Bersatu Cinta Damai datang ke Markas Polres Kudus untuk menyerahkan laporan resmi. Laporan itu berisi sejumlah dugaan tindakan dari oknum pengurus atau anggota PWI‑LS yang menurut pelapor bersifat provokatif dan berpotensi menimbulkan perpecahan antar‑umat, termasuk dugaan pemasangan spanduk bernada SARA dan tindakan yang menghalangi sebagian warga untuk berziarah ke makam tertentu.
Menurut kronologi yang disampaikan pelapor, tindakan‑tindakan itu terjadi berulang kali dalam beberapa pekan terakhir sehingga menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat yang selama ini mengedepankan tradisi keharmonisan dan toleransi antar‑kelompok keagamaan.
Koordinator yang menandatangani laporan, Riyanto, menyatakan laporannya dilatarbelakangi niat menjaga ketenteraman kota dan mencegah potensi konflik horizontal. Dalam pernyataannya, Riyanto menuding adanya pernyataan provokatif, ujaran kebencian terhadap kelompok tertentu (dalam hal ini menyangkut keberadaan para Habib dalam forum‑forum pengajian), serta pemasangan spanduk bertuliskan penolakan terhadap para Habib. Riyanto menekankan bahwa langkah hukum ditempuh agar masalah tidak berkembang menjadi gangguan keamanan yang lebih besar.
Redaksi mencoba menelusuri respons dari pihak PWI‑LS Kudus. Ketua PWI‑LS setempat, Masnan Anwar, dikabarkan menyatakan bahwa organisasi dan dirinya akan menghormati proses hukum yang berjalan dan siap memenuhi panggilan apabila dipanggil polisi. Menurut beberapa pemberitaan lokal, Masnan menyampaikan bahwa pihaknya belum mendapatkan salinan lengkap materi aduan pada saat laporan itu pertama kali beredar, sehingga mereka masih menelaah poin‑poin aduan dan menyiapkan jawaban serta pendampingan hukum.
Pihak PWI‑LS juga dikabarkan menegaskan bahwa organisasi adalah bagian dari ruang masyarakat yang taat hukum, sehingga mereka memilih menempuh jalur hukum dan komunikasi yang sesuai jika diminta klarifikasi.
Polres Kudus disebutkan telah menerima laporan dari aliansi masyarakat tersebut. Namun laporan masuk tidak serta‑merta berarti penetapan tersangka. Dari publikasi yang beredar, pihak kepolisian membenarkan penerimaan laporan namun belum mengeluarkan pernyataan publik yang menyebut penetapan tersangka terhadap siapa pun dari pihak PWI‑LS. Proses awal yang lazim dilakukan oleh penyidik adalah pencatatan laporan, verifikasi bukti, pemanggilan pihak pelapor, saksi, serta pihak terlapor untuk klarifikasi.
Secara prosedural, jika ditemukan bukti awal yang cukup, polisi dapat menaikkan proses penyelidikan menjadi penyidikan dan melakukan pemanggilan formal, pemeriksaan, serta langkah‑langkah lain yang diatur oleh KUHAP dan peraturan perundang‑undangan terkait.
Dari sisi regulasi, beberapa pemberitaan lokal merujuk pada Undang‑Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang mengatur larangan ormas melakukan permusuhan terhadap suku, agama, ras, dan antar‑golongan (SARA). Selain itu, perbuatan yang masuk kategori “ujaran kebencian” bisa diusut melalui ketentuan pidana lain—tergantung pada kata, konteks pernyataan, bukti tulisan atau rekaman, dan apakah perbuatan itu memenuhi unsur‑unsur delik yang diatur dalam KUHP, UU ITE, atau peraturan lain yang relevan.
Penting diingat: penegakan hukum harus berlandaskan pada pembuktian yang sah, sehingga klaim yang bersifat administratif atau pernyataan di ruang publik perlu diuji pada ranah penyidikan sebelum seseorang diputuskan bersalah.
Kudus memiliki tradisi religius dan kehidupan sosial yang sensitif terhadap isu kekeluargaan kultural dan kehormatan tokoh‑tokoh agama. Oleh karena itu, laporan yang menyeret unsur SARA berpotensi meningkatkan ketegangan jika tidak dikelola secara transparan dan profesional.
Beberapa rekomendasi praktis agar situasi tidak memanas:
- Kepolisian diharapkan memberi keterangan resmi dan berkala agar publik mendapat informasi yang jelas mengenai tahap proses hukum.
- Pihak terlapor (jika dipanggil) sebaiknya mengikuti proses hukum, hadir dalam pemeriksaan, dan menyerahkan bukti klarifikasi melalui jalur yang benar.
- Tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pengelola forum publik di Kudus dapat mengambil inisiatif mediasi untuk meredam potensi konflik sambil menunggu hasil penyelidikan.
- Media dan pengguna media sosial dihimbau berhati‑hati menyebarkan kabar yang belum diverifikasi untuk mencegah spekulasi dan polarisasi.
Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI‑LS) merupakan salah satu organisasi yang muncul beberapa tahun terakhir dengan agenda yang berfokus pada revisi narasi sejarah tertentu dan penguatan identitas lokal‑keagamaan di sejumlah daerah. Organisasi ini memiliki beberapa struktur cabang di sejumlah kabupaten/kota dan kerap mengadakan pengajian, pertemuan, dan kegiatan publik lainnya. Seperti organisasi lain, PWI‑LS juga tidak luput dari dinamika: dukungan di sebagian kalangan sekaligus kritik di kalangan lain.