Kehadiran Presiden Prabowo Subianto dalam parade militer akbar di Lapangan Tiananmen, Beijing, pada Rabu (3/9), menuai sorotan luas. Parade tersebut digelar untuk memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II dan dihadiri sejumlah pemimpin dunia, termasuk Presiden China Xi Jinping, Presiden Rusia Vladimir Putin, Ibu Negara China Peng Liyuan, hingga Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Ketua Umum PPJNA 98, Anto Kusumayuda, menilai kehadiran Prabowo bukan sekadar seremoni, melainkan bukti nyata keterlibatan aktif Indonesia dalam percaturan internasional.
“Presiden Prabowo menunjukkan Indonesia dalam pergaulan dan perdamaian internasional. Kehadiran beliau di barisan pemimpin dunia mempertegas peran Indonesia sebagai negara yang menjaga keseimbangan dan menjunjung diplomasi,” ujar Anto kepada www.suaranasional.com, Kamis (3/9).
Sebelum berangkat, Prabowo sempat dikabarkan membatalkan kunjungannya akibat kerusuhan yang terjadi di sejumlah kota di Indonesia. Namun, keputusan berubah setelah situasi dianggap mulai terkendali. Kehadiran Prabowo di Beijing pun menjadi simbol bahwa Indonesia tetap hadir di forum global meski menghadapi tantangan internal.
Bagi banyak pihak, momen ini menunjukkan strategi diplomasi Prabowo: menjaga hubungan erat dengan China sebagai mitra dagang terbesar, sekaligus memastikan posisi Indonesia tetap relevan di tengah rivalitas global.
Kehadiran Prabowo di panggung utama sejajar dengan Putin, Xi Jinping, dan Kim Jong Un memperlihatkan posisi strategis Indonesia di mata Beijing. Momen ini bukan hanya soal protokoler, tetapi juga pesan simbolis bahwa Indonesia dipandang sebagai mitra penting.
Namun, pengamat menilai posisi itu juga membawa risiko politik. Pasalnya, sebagian tokoh yang hadir adalah figur yang kerap mendapat kritik dari negara Barat. Hal ini berpotensi memunculkan narasi negatif di dalam negeri maupun internasional.
Menurut Anto Kusumayuda, kehadiran Prabowo tidak bisa dilepaskan dari misi perdamaian. Indonesia disebut konsisten memperjuangkan diplomasi bebas aktif, menjalin kerja sama dengan semua pihak tanpa harus terjebak dalam blok politik tertentu.
“Kita bangsa besar. Kita tidak boleh absen di forum internasional, apalagi di momen bersejarah seperti ini. Kehadiran Presiden Prabowo justru meneguhkan posisi Indonesia sebagai penyeimbang dan penjaga perdamaian dunia,” tegasnya.
Meski menjadi momentum diplomatik penting, kunjungan ini tetap menyisakan pekerjaan rumah besar bagi Prabowo. Gelombang protes di dalam negeri menuntut perhatian serius, dan publik menanti apakah lawatan ke Beijing akan menghasilkan manfaat konkret, seperti investasi, kerja sama pertahanan, maupun peluang ekonomi bagi rakyat.
Bagi PPJNA 98, langkah Prabowo di Beijing adalah gambaran bahwa Indonesia tidak berjalan sendiri. Negara harus hadir, terlibat, dan berkontribusi di panggung dunia demi kepentingan nasional.