nvestigasi IBP di beberapa pabrik Chaoshan juga menemukan indikasi penggunaan minyak babi (lard oil) sebagai campuran pelumas industri dalam proses pembuatan nampan stainless steel. Jika terbukti, hal ini menimbulkan persoalan serius terkait kehalalan produk yang digunakan dalam program MBG
#Dari Chaoshan ke Ruang Kelas: Impor Ilegal, Bahaya Kesehatan, dan Isu Halal
Diterbitkan pada 25/08/2025 GMT+7
Penulis: Annelis Putri
Editor: Imanuddin Razak
Dari Chaoshan ke Ruang Kelas
Pada minggu ketiga Agustus 2025, tim investigasi Indonesia Business Post (IBP) melakukan perjalanan ke Chaoshan, sebuah pusat industri di Provinsi Guangdong, Tiongkok. Kawasan ini, yang menjadi lokasi 30–40 pabrik pembuat baki makanan untuk pasar global, juga memasok sejumlah importir yang terlibat dalam program makan sekolah “Makan Bergizi Gratis” (MBG) di Indonesia.
MBG, program unggulan Presiden Prabowo Subianto untuk periode 2024–2029, ditargetkan menjangkau 82,9 juta siswa pada akhir 2025 dengan anggaran Rp116,6 triliun. Namun, di balik tujuan mulia program ini untuk meningkatkan gizi anak, investigasi IBP mengungkap potensi skandal serius dalam pengadaan baki makanan: impor ilegal, pelanggaran standar kesehatan, keraguan atas kepatuhan halal, serta indikasi pemalsuan label.
Sejumlah pabrik di Chaoshan diketahui memproduksi baki makanan berlabel “Made in Indonesia” dan bersertifikat SNI, meskipun sebenarnya dibuat di Tiongkok. Praktik ini melanggar aturan WTO dan Rules of Origin, serta bisa digunakan untuk menghindari tarif maupun kuota, yang berarti penipuan serius dan berpotensi menutupi impor ilegal. Berdasarkan hukum Indonesia, para pihak yang terlibat dapat dikenakan sanksi pidana dan denda sesuai UU No. 7/2014 tentang Perdagangan dan UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Label Palsu “Made in Indonesia” dan SNI pada Baki Tiongkok
Investigasi kami menemukan sejumlah pabrik di Chaoshan memproduksi baki makanan yang diberi label “Made in Indonesia” dan membawa sertifikasi SNI, padahal sebenarnya dibuat di Tiongkok.
SNI (Standar Nasional Indonesia) adalah standar resmi yang menjamin produk memenuhi persyaratan keselamatan, mutu, dan kinerja di Indonesia. Penyalahgunaannya menyesatkan konsumen dan merusak pengawasan regulasi nasional.
Skema ini melanggar aturan WTO serta Rules of Origin dan bisa dimanfaatkan untuk menghindari tarif maupun kuota impor, sehingga merupakan bentuk penipuan serius yang bisa menutupi impor ilegal.
Dalam hukum Indonesia, pelanggaran semacam ini dapat dikenakan sanksi pidana dan denda sesuai UU No. 7/2014 tentang Perdagangan dan UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Baki Selundupan dan Celah Regulasi Impor
Pada 2024, pemerintah Indonesia melalui Permendag No. 8/2024 melarang impor 10 komoditas, termasuk baki makanan. Saat itu, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menekankan pentingnya mendorong produksi lokal dan mengurangi ketergantungan impor.
Namun, pada 30 Juni 2025, Kementerian Perdagangan mencabut Permendag 8/2024 sebagai bagian dari paket deregulasi atas 10 komoditas yang sama. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan pencabutan ini merupakan respons terhadap dinamika global dan bertujuan meningkatkan daya saing nasional.
“Iklim penilaian Indonesia tahun ini turun. Deregulasi penting sebagaimana diminta Presiden untuk menjaga daya saing,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Kemendag.
Ironisnya, kebijakan yang dimaksudkan untuk memperkuat produk lokal justru tidak membatasi impor baki makanan dari negara lain.
Menurut sumber industri anonim di Chaoshan, pada kuartal I 2024, sebelum larangan berlaku penuh, sekitar 1,2 juta baki dikirim ke Indonesia senilai lebih dari USD 2,4 juta (sekitar Rp40 miliar).
Bahkan setelah larangan diberlakukan, jutaan baki tetap masuk antara Oktober 2024 dan Maret 2025. Satu pabrik yang dikunjungi IBP mencatat pesanan 3 juta baki senilai USD 6,1 juta (Rp99 miliar), hanya dari fasilitasnya saja, belum termasuk pabrik lain yang kemungkinan menerima pesanan serupa.
Sumber bisnis di Indonesia mengungkap bahwa 6–8 juta baki tetap masuk selama periode larangan (Januari–Juni 2025), baik melalui penyamaran kode bea cukai maupun penyelundupan murni.
Pemantauan media sosial IBP menunjukkan bahwa dalam masa transisi antara pencabutan Permendag 8/2024 (30 Juni 2025) hingga pembukaan resmi jalur impor (30 Agustus 2025), puluhan kontainer baki makanan sudah dikirim ke dapur MBG di Jawa dan Lampung.
Temuan ini mengindikasikan adanya kolusi antara importir dan pejabat, yang memungkinkan jalur impor tetap terbuka meskipun ada regulasi.
Permintaan Baki dan Risiko Dominasi Pasar Asing
Badan Gizi Nasional (BGN) melaporkan produsen lokal hanya mampu memproduksi 2 juta baki per bulan, jauh di bawah target tahunan 82 juta unit. Namun menurut Asosiasi Produsen Baki Makanan Indonesia (APMAKI) dan Asosiasi Produsen Peralatan Dapur dan Memasak (ASPRADAM), kapasitas produksi lokal gabungan bisa mencapai 11.492.900 unit per bulan. Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan apakah angka resmi sengaja mengecilkan kemampuan lokal.
Meski kapasitas lokal dianggap cukup, impor dari Tiongkok tetap melonjak. Data UN Comtrade dan Bea Cukai Tiongkok menunjukkan baki stainless steel (HS code 732391) yang dikirim ke Indonesia pada 2024 mencapai USD 25.084.493 (2.245.277 unit), hampir dua kali lipat dari 2023 senilai USD 14.751.716 (1.458.265 unit). Tren ini menandakan ketergantungan yang semakin besar pada impor, memperlihatkan pasar lebih memilih pemasok asing ketimbang kapasitas lokal.
Seorang pengusaha Indonesia menjelaskan bahwa produsen lokal kesulitan bersaing dengan harga baki Tiongkok yang jauh lebih murah. Pabrik-pabrik di Chaoshan dilaporkan sudah menerima pesanan sekitar 40 juta baki stainless steel untuk Indonesia tahun ini, menandakan arus impor masif dan potensi dominasi pasar asing.
Baki Murah, Risiko Kesehatan, dan Lemahnya Pengawasan
Baki stainless steel yang digunakan dalam program MBG terbagi dalam tiga tipe: premium (food-grade 316 dan 304) serta non-food-grade 201. Pemerintah Indonesia pernah melarang impor stainless steel 201 demi melindungi kesehatan masyarakat. Namun, investigasi kami menemukan larangan ini lemah pengawasannya, sehingga banyak baki impor beredar dan berisiko membahayakan anak-anak.
Menurut salah satu importir di Indonesia, baki 201 masih beredar luas meski sebagian besar importir memesan tipe 304. Tekanan harga pasar kadang membuat produsen Tiongkok mencampur baki 304 dengan 201, sehingga jutaan unit berisiko sudah digunakan oleh anak-anak. Dari total permintaan nasional 82 juta baki, sekitar 14 juta unit sudah masuk pasar—sebagian besar dari Tiongkok—dan ini jelas mengancam kesehatan siswa.
Produsen lokal di Chaoshan mengonfirmasi kepada tim kami bahwa baki 201 dilarang untuk penggunaan makanan di Tiongkok. Mereka menunjukkan betapa cepat baki 201 berkarat bila terkena cairan asam. Stainless steel 201 mengandung mangan tinggi (5,5–7,5%) dan nitrogen sebagai pengganti nikel, membuatnya lebih murah tetapi kurang tahan terhadap lingkungan dengan kadar garam tinggi dibanding tipe 304 atau 316.
Ahli kesehatan menegaskan bahwa stainless steel 201 tidak direkomendasikan untuk kontak makanan karena lebih mudah melepaskan logam, terutama dari makanan asam. Uji BPOM di Jawa Tengah pada Maret 2024 mengonfirmasi risiko ini: dari 100 baki yang diuji, 65 gagal uji logam berat, dan sebagian besar tidak memiliki QR code maupun sertifikasi resmi. Paparan mangan berlebih bisa menyebabkan tremor, kekakuan otot, serta kerusakan paru-paru, hati, ginjal, dan sistem saraf pusat.
Pelumas Diduga Mengandung Lemak Babi dalam Baki MBG
Investigasi IBP di sejumlah pabrik Chaoshan menemukan indikasi penggunaan lard oil (minyak babi) dalam pelumas industri untuk produksi baki stainless steel tipe 201 dan 304. Menurut dokumen pabrik dan wawancara, minyak babi kadang dicampur dengan minyak mineral dan aditif lain untuk mengurangi gesekan dan meningkatkan kinerja mesin saat fabrikasi baja tahan karat.
Salah satu Safety Data Sheet (SDS) yang diperoleh IBP menunjukkan kemungkinan penggunaan minyak babi. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius terkait kehalalan baki makanan MBG.
Tim kami sedang memantau hasil uji laboratorium di dua fasilitas di Jakarta dan sekitarnya untuk mengidentifikasi komposisi kimia dan memastikan ada tidaknya kandungan hewani. Kami juga mengikuti pemeriksaan dari berbagai sumber SPPG guna memastikan baki yang beredar benar-benar stainless steel 304, bukan 201 non-food-grade.
Hingga kini, dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, belum menyatakan sikap terkait status halal baki impor dari Tiongkok. Seorang pejabat IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) menekankan bahwa penentuan sertifikasi halal adalah proses rumit dan berlapis, di mana hasil laboratorium sangat krusial untuk memastikan standar agama dan keselamatan terpenuhi.
Peran BGN dan Kementerian Perindustrian
Pelaksanaan teknis program MBG di lapangan sangat bergantung pada dapur sekolah yang dikelola yayasan, yang membeli perlengkapan termasuk baki makanan secara mandiri. Namun, BGN sebagai pemegang dana utama dan badan pengawas seharusnya memastikan agar dapur sekolah tidak membeli produk selundupan, bermutu rendah, atau yang belum diverifikasi kehalalannya.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, dalam wawancara dengan IBP menyatakan bahwa dirinya tidak merasa berwenang mengawasi mutu baki impor yang digunakan dapur MBG. Ia mengatakan hanya akan mengikuti rekomendasi “otoritas terkait”, tanpa menyebut siapa. Kekaburan ini menunjukkan adanya celah pengawasan serius.
Menanggapi temuan IBP terkait baki impor berlabel “Made in Indonesia” dan SNI, Dirjen ILMATE Kemenperin Setia Diarta menekankan bahwa indikasi pelanggaran harus dilacak terlebih dahulu melalui sistem asal produksi dan diverifikasi oleh lembaga penerbit SNI. Ia menambahkan, “Jika pelanggaran terbukti, kami mendukung penuh penegakan hukum sesuai aturan.”
BSN dan Dugaan Penipuan Label
Penggunaan label “Made in Indonesia” pada produk yang sebenarnya dibuat di Tiongkok melanggar hukum perdagangan internasional, termasuk aturan Rules of Origin WTO dan ketentuan anti-label menyesatkan dalam berbagai perjanjian dagang. Label asal bukan hanya atribut komersial, tetapi instrumen hukum yang menentukan tarif, akses pasar, dan standar keamanan produk. Pemalsuan asal produksi merupakan penipuan yang bisa berujung sanksi administratif, penarikan produk, denda dagang, bahkan litigasi internasional.
Ketika ditanya tentang temuan IBP mengenai baki Tiongkok berlabel “Made in Indonesia” dan SNI, Budi Triswanto, Kepala Sistem Data dan Komunikasi di BSN, tidak memberikan jawaban langsung dan menyarankan agar pertanyaan diarahkan ke Humas BSN. Sikap ini menunjukkan lembaga penerbit SNI belum memberikan klarifikasi publik yang jelas, sehingga membuka ruang penyalahgunaan standar nasional pada produk impor.
Kementerian Perdagangan dan Celah Regulasi Impor
Investigasi IBP mengenai baki impor mengungkap adanya celah serius dalam pengawasan regulasi. Meskipun Permendag 8/2024 sempat melarang impor baki stainless steel 201, praktik di lapangan menunjukkan produk tetap masuk baik melalui jalur resmi maupun penyamaran HS code, bahkan sebelum regulasi dicabut.
Sebagai lembaga yang mengatur arus impor, Kemendag memegang peran penting untuk mencegah produk berisiko masuk ke pasar. Namun konfirmasi resmi mengenai volume impor, dugaan pemalsuan label, dan mekanisme penyelundupan masih belum diberikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kepatuhan regulasi dan efektivitas pengawasan.
Pencabutan Permendag 8/2024 justru membuka peluang lebih besar bagi importir untuk meluaskan arus baki murah dari Tiongkok tanpa batas yang jelas. Produk berisiko dengan status keamanan dan halal yang belum diverifikasi sudah beredar.
MBG di Persimpangan Risiko dan Transparansi
IBP kini masih menunggu dokumen SDS/MSDS dari pabrik terkait pelumas yang digunakan dalam produksi baki stainless steel impor. Temuan awal mengindikasikan kemungkinan adanya minyak babi atau turunannya dalam pelumas tersebut. Jika terkonfirmasi, hal ini bukan hanya masalah keamanan pangan tetapi juga kepatuhan terhadap standar halal dan aturan perdagangan internasional.
Program MBG adalah inisiatif berskala besar dengan tujuan mulia: meningkatkan gizi anak-anak Indonesia. Namun, jika pelaksanaannya dirusak oleh impor ilegal, produk berbahaya, dan peralatan makan yang mungkin tidak halal, bukan hanya kesehatan anak-anak yang terancam, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa runtuh.
IBP terus menunggu hasil uji laboratorium untuk memperkuat laporan ini. Kami juga menunggu tanggapan resmi dari Kemendag, BPOM, BPJPH, Komisi IX DPR, serta diskusi lebih lanjut dengan Kemenperin, BSN, dan BGN.
Yang dipertaruhkan bukan sekadar anggaran Rp116,6 triliun yang dialokasikan untuk MBG hingga akhir 2025, tetapi juga kepastian bahwa program ini dijalankan dengan aman, sesuai standar kesehatan, keselamatan, dan halal, sehingga anak-anak menerima makanan dengan perlindungan yang semestinya. (….)
Sumber : https://indonesiabusinesspost.com/5066/investigations/from-chaoshan-to-classrooms-illegal-imports-health-hazards-and-halal-concerns