CBA: Pemerintah Korbankan Rp223 Triliun Anggaran Pendidikan untuk MBG, DPR Malah Naikkan Gaji

Center for Budget Analysis (CBA) menilai kebijakan pemerintah yang mengambil Rp223,6 triliun dari anggaran pendidikan untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan langkah keliru, tidak tepat sasaran, dan mengkhianati masa depan pendidikan Indonesia.

Koordinator CBA, Jajang Nurjaman, mengatakan ironisnya kebijakan tersebut terjadi di saat yang sama DPR justru mendorong kenaikan gaji dan tunjangan bagi para anggotanya.

“Negeri ini tampaknya lebih sibuk mengurus kenyamanan kursi DPR ketimbang memperbaiki bangku sekolah yang reyot,” ujar Jajang dalam keterangan tertulis, Senin (25/8/2025).

Menurut Jajang, paradoks ini begitu telanjang: ratusan triliun dari pos pendidikan dikuras untuk MBG, sementara DPR menambah “gizi” kantong pribadi mereka lewat kenaikan gaji.

“Guru honorer masih ada yang digaji setara uang parkir di mal, ribuan sekolah negeri rusak berat menunggu perbaikan, jutaan anak masih terancam putus sekolah. Tetapi wakil rakyat malah menuntut hak istimewa dengan alasan beban kerja berat,” tegasnya.

Jajang menambahkan, seandainya gaji dan tunjangan DPR yang mencapai ratusan juta per bulan dipangkas 50 persen saja, dalam setahun negara bisa menghemat triliunan rupiah. Dana itu cukup untuk membangun ribuan ruang kelas baru.

Baca juga:  BPK Temukan Dugaan Penyimpangan Penyertaan Modal di Garut, CBA Desak Kejati Jabar Lakukan Penyidikan

“Pertanyaan sederhana: mengapa yang dipotong justru anggaran pendidikan, bukan gaji DPR?” kata dia.

CBA menegaskan bahwa MBG bukan fungsi pendidikan. Menurut Jajang, program tersebut lebih tepat ditanggung sektor kesehatan atau perlindungan sosial.

“Dengan menyedot 67 persen dana MBG dari pendidikan, pemerintah sama saja menukar buku dengan piring nasi. Perut anak mungkin kenyang sebentar, tetapi akalnya tetap kosong karena kelas rusak, guru tak terlatih, dan kurikulum amburadul,” jelasnya.

Ia menilai pemerintah justru abai terhadap kebutuhan dasar pendidikan. “Apa gunanya piring bergizi kalau anak-anaknya tidak punya sekolah yang layak?” ucap Jajang.

Lebih jauh, Jajang melihat ada pola politisasi anggaran yang vulgar. MBG, kata dia, dijual dengan jargon “pro rakyat”, padahal sumber dananya merampas hak rakyat di bidang pendidikan.

“DPR menutup mata sambil mengamankan kenaikan gaji mereka. Publik pantas bertanya: apakah APBN kini menjadi alat untuk mengenyangkan elite politik, atau untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat konstitusi?” ungkapnya.

Baca juga:  CBA Desak KPK Ambil Alih Kasus Dugaan Korupsi BBM di DLHK Badung dan Denpasar, Kejati Bali Dinilai Lumpuh

Rekomendasi CBA

CBA menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah dan DPR:

1. Hentikan penggunaan anggaran pendidikan untuk MBG, dan pindahkan ke pos kesehatan atau perlindungan sosial.

2. Batalkan kenaikan gaji DPR sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat.

3. Prioritaskan pembenahan pendidikan dengan meningkatkan kesejahteraan guru, memperbaiki sekolah rusak, serta memperluas akses pendidikan gratis.

Buka transparansi politik anggaran agar rakyat tahu siapa yang diuntungkan dari kebijakan ini.

Jajang menegaskan, bangsa tidak akan maju jika politik anggaran hanya berpihak pada selera elite.

“Yang kita butuhkan bukan DPR yang gajinya terus naik, tetapi ruang kelas yang tidak bocor, guru yang tidak lagi hidup dari belas kasihan, dan anak-anak yang tidak putus sekolah. Jika pemerintah terus mengorbankan pendidikan demi program populis, maka yang lahir adalah generasi yang kenyang di perut, tapi lapar dalam pengetahuan,” pungkasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News