Masyarakat Indonesia kembali diguncang oleh beredarnya kabar mencemaskan di berbagai grup WhatsApp dan media sosial yang menyebut bahwa kelompok Pejuang Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI-LS) akan melakukan aksi sweeping terhadap habaib dan warga keturunan Arab di sejumlah wilayah di Pulau Jawa.
Narasi yang tersebar melalui pesan berantai itu menyertakan gambar dan video yang memperlihatkan sekelompok pria mengenakan seragam hitam khas PWI-LS, berbaris rapi sambil meneriakkan yel-yel bernada provokatif yang disebut-sebut menyerukan pengusiran dan penghabisan terhadap habaib dan warga keturunan Arab. “Habisi habaib! Usir keturunan Arab dari tanah ini!” demikian bunyi yel-yel yang diklaim terdengar dalam video tersebut.
Walau belum terkonfirmasi kebenarannya, kabar ini telah memicu gelombang keresahan dan kekhawatiran di tengah masyarakat. Beberapa tokoh ulama serta organisasi Islam besar di Indonesia mulai mengeluarkan pernyataan keprihatinan dan seruan kepada aparat keamanan untuk bertindak cepat dan tidak membiarkan isu ini berkembang menjadi konflik horizontal.
Kekhawatiran publik tak lepas dari insiden bentrokan beberapa waktu lalu antara massa PWI-LS dan pendukung Habib Rizieq Syihab (HRS) di Pemalang, Jawa Tengah. Peristiwa itu terjadi ketika HRS dijadwalkan mengisi pengajian di wilayah tersebut, namun kedatangannya ditentang oleh massa PWI-LS.
Bentrok tidak terhindarkan dan menyebabkan beberapa korban luka ringan serta kerusakan ringan di sekitar lokasi. Peristiwa ini menjadi titik panas yang kemudian diikuti dengan meningkatnya tensi sosial di berbagai daerah, terutama di daerah-daerah yang memiliki komunitas habaib dan keturunan Arab yang cukup besar seperti Pekalongan, Bangil, Cirebon, dan Surabaya.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari juru bicara PWI-LS terkait kebenaran isu sweeping tersebut. Namun, dalam wawancara sebelumnya dengan media lokal, salah satu pentolan PWI-LS, yang menolak disebutkan namanya, sempat mengatakan bahwa mereka menolak dominasi “ulama keturunan” dalam wacana keagamaan nasional dan mendukung “Islam pribumi”.
“Islam Nusantara harus tegak tanpa intervensi ideologi Wahabi atau Arabisasi. Kami berdiri untuk itu,” ucapnya dalam pernyataan yang kontroversial.
Sejumlah pengamat politik seperti Muslim Arbi menduga ada kekuatan tersembunyi di balik keberadaan dan aktivitas PWI-LS. “Kelompok ini difasilitasi intelijen hitam dan terus dipelihara untuk menciptakan konflik sektarian yang bisa digunakan sebagai alat pengalihan isu atau strategi pecah belah,” kata Muslim Arbi.
Dugaan ini semakin menguat seiring maraknya berbagai isu nasional, termasuk polemik hukum, ketegangan antar elit politik, serta upaya melemahkan gerakan keislaman yang bersifat oposisi terhadap kekuasaan.
Isu sweeping ini merupakan ancaman serius terhadap harmoni sosial yang sudah lama dibangun di Indonesia, terutama dalam konteks keberagaman etnis, agama, dan budaya. Warga keturunan Arab telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah panjang bangsa ini, mulai dari perjuangan kemerdekaan hingga pembangunan di era modern.
Jika narasi kebencian dibiarkan berkembang tanpa penanganan tegas, bukan tidak mungkin Indonesia akan kembali menghadapi luka lama konflik komunal yang pernah terjadi di masa lalu.
Saat ini, tanggung jawab negara, tokoh agama, dan elemen masyarakat sipil diuji: apakah mampu memadamkan api provokasi sebelum membakar fondasi kebangsaan, atau justru membiarkannya menyala karena diam dan abai.
Kebenaran soal sweeping oleh PWI-LS masih menjadi misteri, namun dampak sosial dari isu ini sudah nyata terasa. Masyarakat diharapkan tetap waspada, cerdas memilah informasi, dan bersama-sama menjaga kedamaian. Sebab Indonesia bukan milik satu kelompok, tetapi milik semua—termasuk para habaib dan keturunan Arab yang telah lama menjadi bagian dari mozaik Nusantara.



