Wacana pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka oleh sejumlah purnawirawan TNI terus mengundang pro dan kontra. Namun kali ini, pernyataan tajam datang dari Koordinator Loyalis Gibran, Mintuno Raharjo, yang menyebut gerakan tersebut sebagai “perlawanan terhadap Tuhan”.
“Jika Pak Soenarko dan kawan-kawan ingin memakzulkan Gibran, maka mereka sedang melawan kehendak Tuhan,” tegas Mintuno kepada wartawan di Jakarta, Senin (7/7). Ia menilai posisi Gibran sebagai wakil presiden adalah bagian dari kehendak ilahiah, bukan sekadar hasil manuver politik.
Mintuno yang merupakan tokoh senior relawan Pro-Jokowi sejak 2014 kini menjadi figur sentral dalam lingkaran loyalis Gibran. Ia menegaskan bahwa gerakan yang dipelopori Mayjen (Purn) Soenarko dan beberapa purnawirawan TNI untuk meminta DPR memakzulkan Gibran tidak mewakili suara mayoritas rakyat maupun eks-tentara.
Surat terbuka dari Forum Purnawirawan Prajurut TNI yang dipublikasikan akhir Juni 2025 itu berisi seruan kepada DPR untuk menggunakan hak angket dan hak menyatakan pendapat guna mengevaluasi posisi Gibran sebagai wakil presiden. Alasannya: pencalonan Gibran dinilai penuh kontroversi, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi yang “diintervensi” dan dugaan penyalahgunaan kekuasaan Presiden Jokowi.
Gerakan ini mendapat sorotan luas karena dipelopori oleh tokoh militer berpengaruh seperti Soenarko, yang dikenal kritis terhadap politik dinasti. Namun dari kubu seberang, loyalis Gibran menyebut gerakan ini tidak lebih dari manuver politik yang kehilangan akar konstitusional.
“Siapa pun yang mengatakan Gibran ilegal, tolong buktikan di mana ilegalnya. Dia menang pemilu, sah secara konstitusi. Dan kami yakin, kemenangan ini juga didukung langit,” ucap Mintuno dengan nada tinggi.
Pernyataan Mintuno yang menyebut pemakzulan Gibran sebagai “melawan Tuhan” membawa dimensi baru dalam komunikasi politik: politik sakral. Klaim bahwa seorang pejabat dipilih karena “dikehendaki Tuhan” telah beberapa kali digunakan dalam sejarah politik Indonesia, terutama dalam konteks legitimasi penguasa.