Sebuah peristiwa politik penting menyedot perhatian publik awal pekan ini. Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto akhirnya bertemu dalam suasana yang penuh kehangatan pada Senin, 7 April 2025. Momen ini pertama kali diketahui publik melalui unggahan Instagram Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, yang menyertakan foto keduanya dengan keterangan: “Alhamdulillah, Merajut Kebersamaan Untuk Indonesia Kita.”
Pernyataan tersebut tak hanya mengonfirmasi pertemuan dua tokoh sentral bangsa, tetapi juga memberi sinyal kuat tentang arah politik nasional pasca-Pemilu Presiden 2024 yang sebelumnya diwarnai ketegangan dan dinamika keras antar kekuatan politik.
Simpul Aktivis Angkatan 98 (SIAGA 98) dalam pernyataan resminya menilai, pertemuan ini menandai konsistensi kenegarawanan Megawati dan Prabowo. Meski pernah berseberangan dalam kontestasi pemilu dan memiliki kepentingan partai yang berbeda, keduanya menunjukkan kedewasaan politik untuk menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya.
“Ini membuktikan bahwa Megawati konsisten dengan sikapnya bahwa tidak ada oposisi di Indonesia, yang ada adalah kerjasama dan kebersamaan,” ujar Koordinator SIAGA 98, Hasanuddin. Pernyataan ini merujuk pada pidato Megawati dalam Rakernas ke-5 PDI Perjuangan pada April 2024 lalu.
Prabowo Subianto sendiri dalam Kongres VI Partai Demokrat pada Februari 2025 juga menegaskan pentingnya semangat kebersamaan dalam membangun Indonesia yang lebih baik. Dengan demikian, pertemuan ini bukan hanya simbolis, tapi mencerminkan nilai politik inklusif yang tengah dibangun kedua pihak.
SIAGA 98 juga menyoroti bahwa pertemuan Megawati-Prabowo turut meredakan kebuntuan politik yang sempat muncul pasca-Pilpres 2024. Dalam sistem presidensial multipartai seperti Indonesia, relasi eksekutif dan legislatif sangat bergantung pada komunikasi politik antarelite. Tanpa itu, dinamika pemerintahan berpotensi terganggu.
Di tengah ketegangan global seperti konflik di Ukraina dan Palestina, serta perang dagang yang berdampak pada ekonomi nasional, stabilitas politik menjadi kebutuhan mendesak untuk menopang manuver internasional Indonesia yang kini semakin aktif dilakukan oleh Prabowo sebagai presiden terpilih.
Sufmi Dasco, yang disebut sebagai sosok kunci di balik pertemuan ini, dinilai mampu memainkan peran strategis dalam membangun komunikasi antarkekuatan politik, khususnya di parlemen. “Dengan kebersamaan ini, elemen bangsa dapat fokus pada tujuan bersama demi kemajuan negara,” ujar Hasanuddin.
SIAGA 98 menekankan, ini bukan hanya pertemuan antara sahabat lama, melainkan perjumpaan dua pemimpin partai politik terbesar di Indonesia. Setelah sebelumnya Prabowo menemui Presiden ke-6 Soesilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo, kini giliran Megawati yang menjadi titik strategis dalam upaya konsolidasi politik nasional.
Pertemuan ini menjadi penting untuk menegaskan kembali posisi partai politik dalam sistem demokrasi. Dalam era presidensialisme kuat seperti sekarang, partai-partai tak boleh kehilangan relevansi sebagai representasi rakyat. Apalagi dalam menghadapi agenda-agenda strategis nasional, partisipasi partai di parlemen tetap menjadi tulang punggung legitimasi kebijakan negara.
Menurut SIAGA 98, pertemuan ini tentu tak sebatas silaturahmi. Ada hal-hal sensitif dan strategis yang dibahas, terutama menyangkut agenda nasional dan penyelarasan kepentingan partai dalam menyambut pemerintahan baru. Namun, detail pembahasan sengaja tidak diungkap untuk menjaga kondusivitas politik. Di sinilah peran penting Sufmi Dasco sebagai penjaga komunikasi dan narasi.
“Hebatnya Sufmi Dasco menutup hal ini dengan kalimat ‘Merajut Kebersamaan Untuk Indonesia Kita’, untuk menutup spekulasi liar,” ujar Hasanuddin. Ia juga menyinggung bahwa ada pihak-pihak yang memang menantikan pertemuan ini, namun tidak sedikit pula yang mengkhawatirkannya.
SIAGA 98 berharap, momentum ini dapat dimanfaatkan untuk mengawal agenda-agenda reformasi yang mulai terasa stagnan. Terutama, agenda demokratisasi, pemberantasan korupsi, serta pembangunan ekonomi yang mandiri dan berkelanjutan.
“Pertemuan ini semestinya menjadi titik tolak untuk kembali meneguhkan semangat kebersamaan antar anak bangsa. Ini bukan sekadar foto atau simbol, tetapi pijakan untuk membangun Indonesia Raya,” tutup Hasanuddin.