Ramadan Momentum Reformasi Ekonomi Indonesia

Oleh: Rokhmat Widodo, Kader Muhamamdiyah Kudus

Ramadan bukan hanya bulan suci yang penuh berkah bagi umat Islam, tetapi juga menjadi momentum strategis untuk merefleksikan dan mendorong reformasi ekonomi di Indonesia. Setiap tahunnya, perputaran ekonomi meningkat tajam selama Ramadan, yang mencerminkan besarnya potensi konsumsi masyarakat. Namun, di balik euforia konsumsi tersebut, ada tantangan mendasar yang perlu dibenahi agar ekonomi Indonesia lebih berdaya tahan dan inklusif.

Setiap Ramadan, daya beli masyarakat meningkat signifikan. Sektor makanan dan minuman, pakaian, pariwisata religi, hingga transportasi mengalami lonjakan permintaan. Hal ini didukung oleh tradisi berbuka puasa bersama, mudik, serta meningkatnya konsumsi barang kebutuhan pokok. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa inflasi cenderung meningkat pada periode Ramadan akibat lonjakan permintaan tersebut.

Namun, pola konsumsi yang meningkat secara temporer ini tidak serta-merta memberikan dampak jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Tantangan yang sering muncul adalah ketidakseimbangan antara peningkatan konsumsi dan produktivitas. Banyak usaha kecil dan menengah (UMKM) menikmati lonjakan penjualan selama Ramadan, tetapi masih menghadapi keterbatasan akses modal dan infrastruktur yang menghambat pertumbuhan jangka panjang.

Ramadan bisa menjadi pemicu bagi reformasi ekonomi yang lebih mendalam, terutama dalam tiga aspek utama:

Pertama, Ketahanan Pangan dan Distribusi Barang Pokok. Kenaikan harga bahan pokok selama Ramadan menunjukkan bahwa sistem distribusi dan tata niaga pangan masih perlu dibenahi. Pemerintah perlu memperkuat koordinasi antara produsen, distributor, dan pasar guna memastikan harga tetap stabil. Reformasi dalam kebijakan ketahanan pangan, termasuk optimalisasi stok cadangan dan pengurangan rantai distribusi yang terlalu panjang, menjadi kunci utama.

Kedua, Pemberdayaan UMKM dan Ekonomi Lokal. UMKM adalah tulang punggung ekonomi nasional, terutama selama Ramadan. Namun, masih banyak tantangan yang mereka hadapi, seperti akses pembiayaan yang terbatas dan rendahnya literasi digital. Momentum Ramadan harus dimanfaatkan untuk mempercepat transformasi digital UMKM, meningkatkan akses terhadap modal usaha berbasis syariah, serta memperkuat ekosistem bisnis yang lebih berkelanjutan.

Ketiga, Ekonomi Syariah sebagai Pilar Pertumbuhan Baru. Ramadan adalah waktu yang tepat untuk mengembangkan ekonomi syariah sebagai alternatif yang lebih inklusif. Permintaan terhadap produk halal, zakat, infak, dan wakaf (ZISWAF) meningkat drastis selama bulan ini. Pemerintah dan sektor swasta perlu mendorong inovasi keuangan syariah, memperkuat instrumen investasi berbasis syariah, serta memaksimalkan peran zakat dan wakaf untuk memberdayakan ekonomi masyarakat kecil.

Untuk memastikan bahwa momentum Ramadan benar-benar menjadi titik awal reformasi ekonomi, diperlukan strategi implementasi yang konkret:

Pertama, Regulasi dan Insentif bagi UMKM. Pemerintah perlu memberikan insentif pajak dan akses pembiayaan murah bagi UMKM, terutama yang bergerak di sektor pangan dan ritel.

Kedua, Transformasi Digital dan Ekosistem Ekonomi Halal. Digitalisasi UMKM harus dipercepat melalui pendampingan dan akses ke marketplace berbasis syariah agar mereka mampu bersaing di pasar global.

Ketiga, Peningkatan Peran Zakat dan Wakaf. Optimalisasi dana zakat dan wakaf untuk investasi produktif akan mendorong redistribusi ekonomi yang lebih merata, mengurangi ketimpangan, dan memperkuat ekonomi berbasis keumatan.

Ramadan adalah momen refleksi spiritual sekaligus peluang untuk melakukan reformasi ekonomi yang lebih substansial. Jika dikelola dengan baik, lonjakan ekonomi selama Ramadan dapat dijadikan landasan bagi perubahan struktural yang lebih besar. Reformasi dalam distribusi pangan, penguatan UMKM, dan pengembangan ekonomi syariah harus menjadi prioritas agar Indonesia dapat memiliki sistem ekonomi yang lebih tangguh dan inklusif. Oleh karena itu, semua pemangku kepentingan—pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat—harus berkolaborasi untuk memastikan bahwa momentum ini tidak hanya berakhir sebagai perayaan konsumsi semata, tetapi juga sebagai awal dari perubahan ekonomi yang lebih baik.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News