by M Rizal Fadillah
Terbayang betapa tragisnya bangsa ini menerima kenyataan bahwa memang ijazah mantan Presiden Joko Widodo itu palsu. Mau ditaruh dimana wajah KPU dan KPUD, DPR dan DPRD, Polisi dan TNI, BIN dan badan peradilan serta semua elemen rakyat termasuk ulama dan rohaniawan yang diam atau tidak peduli tentang kebohongan dahsyat Jokowi. Layak jika ia menyandang gelar pembohong dan penipu nomor satu. Syetan pun kalah, sekurang kurangnya mengalah.
Sesuatu yang sangat sederhana dan menyenangkan bagi rakyat Indonesia adalah menunjukkan ijazah asli di depan publik. Ternyata hal itu tidak bisa dilakukan. 10 tahun berkeliaran tanpa rasa salah ataupun dosa. Luar biasa daya tahan moral Jokowi untuk ukuran manusia normal. Hanya orang sakit atau robot yang dapat menjalankannya.
Langkah hukum yang biasa menjadi pamungkas ternyata tidak mampu menjawab ya atau tidak. Lembaga pemutus itu sukses dalam melempar-lempar kasus. Terakhir PN Jakpus memutuskan “tidak berwenang mengadili” atau gugatan tidak diterima “niet onvankelijke verklaard”. Enggan memeriksa, atas tekanan siapa ?.
Sebelumnya PN Surakarta telah menghukum salah seorang penggugat prinsipal Bambang Tri atas tuduhan hoaks ijazah Jokowi palsu. Putusan tersebut dianulir PT Semarang dan MA menjadi semata ujaran kebencian. Putusan PT dan MA memberi makna Bambang Tri tidak berbohong soal ijazah Jokowi. Artinya ijazah itu memang palsu.
TPUA mengadukan ke Bareskrim Mabes Polri dugaan ijazah palsu Jokowi yang hingga kini tidak jelas juntrungan prosesnya. Semua diredam. Sementara publik terus bertanya ijazah ada atau tidak ? Jika ijazah itu ada, apakah palsu atau asli ? Jokowi bungkam, tak peduli, sembunyi, akibatnya dugaan semakin kuat bahwa ijazah UGM nya palsu.
Nampaknya “the final attack” soal ijazah Jokowi ini adalah menggeruduk UGM. TPUA bersama elemen kepedulian lain harus mendatangi UGM, mempertanyakan kesesuaian foto copy ijazah yang beredar dengan aslinya. Janggal foto dan fontface ijazah tersebut. Foto itu benar Jokowi atau Harry Mulyono, adik iparnya ?
Soal fontface dikemukakan oleh DR Eng Rismon Sianipar dalam Channel Balige Academy yang menjelaskan pola huruf komputer berbasis tahun. Menurutnya tahun 1985 masih digunakan sistem operasi DOS atau Disc Operating System belum Windows sedangkan dalam fotocopy ijazah Jokowi yang beredar menggunakan sistem operasi Windows dengan huruf Times New Roman.
TPUA dan elemen kepedulian soal ijazah asli lain patut “menggeruduk” UGM untuk mempertanyakan secara formal mengenai foto copy ijazah berfoto Jokowi “berkacamata dan berkumis” tersebut. Adakah sama dengan yang asli ? Jawaban “ya” atau “tidak” menentukan status kepemilikan dan keaslian ijazah Jokowi tersebut.
Sesuai UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka UGM wajib untuk memberikan informasi yang benar atas pertanyaan publik tersebut. Jokowi adalah mantan Presiden yang telah menggunakan ijazahnya sebagai persyaratan untuk maju sebagai Calon Presiden pada tahun 2014 dan tahun 2019. Bahkan tentu digunakan pula saat pencalonan Walikota Surakarta maupun Gubernur DKI Jakarta.
Risiko atas penyesatan informasi publik adalah pejabat UGM dapat dikenakan sanksi pidana baik penjara maupun denda.
Satu hal sebagai pelajaran penting adalah bahwa dalam kasus keterbukaan informasi publik, KAPPAK ITB telah sukses memenangkan gugatan KIP atas lembaganya sendiri. ITB dihukum harus membuka informasi soal kerjasama ITB dengan KPU khususnya mengenai Sirekap yang digunakan pada Pemilu 2024.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 12 Maret 2025