Kasus dugaan korupsi minyak mentah Pertamina menyeret nama Riza Chalid. Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023 semakin menarik perhatian publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus ini, termasuk Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR), putra pengusaha minyak ternama, Muhammad Riza Chalid.
Pengamat politik Muslim Arbi menilai Kejagung tidak perlu takut untuk menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka jika bukti-bukti cukup kuat. Menurutnya, kasus ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum dalam menindak kasus korupsi di sektor minyak dan gas yang selama ini dikenal sarat kepentingan.
“Kejagung harus berani dan tidak ragu-ragu. Jika memang ada indikasi kuat keterlibatan Riza Chalid, jangan ada tebang pilih. Kasus ini sudah sangat besar, dan rakyat berhak mengetahui siapa saja yang terlibat,” ujar Muslim Arbi dalam keterangan kepada www.suaranasional.com, Sabtu (8/3/2025).
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka baru, termasuk MKAR, yang berperan sebagai beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa. MKAR diduga memperoleh keuntungan dari pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang dengan skema yang tidak transparan dan merugikan negara dalam jumlah yang fantastis.
Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, modus yang digunakan dalam kasus ini adalah pengadaan bahan bakar minyak dengan kadar RON 90 (setara Pertalite), yang seharusnya diimpor dengan kadar RON 92 (setara Pertamax). Setelah diimpor, bahan bakar tersebut kemudian dioplos agar mencapai kadar RON 92, praktik yang dilarang dan berpotensi merusak kualitas bahan bakar nasional.
“Negara dirugikan karena harga impor RON 90 lebih murah dibandingkan RON 92. Namun, yang dijual ke pasar tetap dengan harga premium, sehingga keuntungan ilegal sangat besar,” kata Jampidsus.
Akibat praktik ini, Kejagung memperkirakan total kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun, angka yang sangat besar dalam sejarah kasus korupsi di Indonesia.
Seiring dengan pengungkapan kasus ini, Kejagung telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi yang diduga terkait dengan kasus ini, termasuk rumah dan kantor milik Riza Chalid.
Pada 25 Februari 2025, penyidik Kejagung menggeledah rumah Riza Chalid yang berlokasi di Jalan Jenggala, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Selain itu, mereka juga menyasar kantornya yang berada di lantai 20 Gedung Plaza Asia, Jakarta Pusat.
Dalam penggeledahan tersebut, penyidik berhasil menyita sejumlah barang bukti, antara lain:
-34 ordner berisi dokumen-dokumen korporasi terkait pengadaan minyak mentah dan bisnis shipping.
-89 bundel dokumen tambahan yang diduga berkaitan dengan aliran dana perusahaan.
-Satu unit CPU yang diyakini menyimpan data transaksi perusahaan.
-Uang tunai Rp833 juta dan 1.500 dolar AS yang ditemukan dalam salah satu ruangan di kantor Riza Chalid.
Keberadaan dokumen-dokumen ini menjadi bukti penting bagi Kejagung untuk mengusut keterlibatan Riza Chalid dalam kasus ini.
Muslim Arbi dan berbagai pengamat hukum mendesak Kejagung untuk tidak ragu menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka. Pasalnya, putranya, Muhammad Kerry Adrianto Riza, sudah lebih dahulu dijerat sebagai tersangka.
“Jika Kejagung berani menetapkan MKAR sebagai tersangka, maka ayahnya, Riza Chalid, yang merupakan tokoh utama dalam bisnis minyak mentah ini juga harus diperiksa lebih lanjut. Tidak boleh ada perlakuan khusus,” ujar Muslim Arbi.
“Kita tidak ingin kasus ini hanya menyentuh sebagian pihak, sementara aktor utama dibiarkan lepas. Publik menunggu Kejagung bertindak tegas,” ujar Muslim.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan bahwa pihaknya tidak main-main dalam menangani kasus ini. Bahkan, ada kemungkinan hukuman berat, termasuk pidana mati, bagi pelaku yang terbukti melakukan korupsi dalam skala besar.
“Penyelidikan terus berjalan, dan jika ditemukan bahwa perbuatan para tersangka merugikan negara dalam kondisi tertentu, seperti saat pandemi Covid-19, maka ancaman hukuman mati bisa diberlakukan,” ujar Jaksa Agung dalam konferensi persnya.
Hal ini sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebutkan bahwa pelaku korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu bisa dijatuhi pidana mati.
Profil Muhammad Kerry Adrianto Riza dan Riza Chalid
Muhammad Kerry Adrianto Riza selama ini dikenal sebagai komisaris di beberapa perusahaan yang bergerak di bidang penyimpanan bahan bakar minyak. Namanya kurang dikenal publik sebelum kasus ini mencuat, namun sejak penetapan status tersangka, perannya dalam berbagai perusahaan kini menjadi sorotan utama.
Sementara itu, ayahnya, Muhammad Riza Chalid, adalah sosok pengusaha minyak yang sudah lama dikenal di Indonesia. Ia pernah disebut-sebut dalam rekaman kasus “Papa Minta Saham” yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto pada 2015 lalu. Meskipun sering dikaitkan dengan berbagai isu kontroversial, Riza Chalid tetap eksis sebagai pebisnis yang berpengaruh di sektor migas.
Kini, namanya kembali menjadi perbincangan karena dugaan keterlibatannya dalam skandal korupsi minyak mentah Pertamina yang sedang diusut Kejagung.
Kasus dugaan korupsi minyak mentah Pertamina ini menjadi salah satu kasus terbesar dalam sejarah Indonesia, dengan potensi kerugian negara mencapai ratusan triliun rupiah. Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, termasuk Muhammad Kerry Adrianto Riza, anak dari Riza Chalid.
Dengan penggeledahan rumah dan kantor Riza Chalid, tekanan semakin besar bagi Kejagung untuk segera mengambil langkah tegas terhadap sang pengusaha minyak tersebut.
Publik kini menunggu apakah Kejagung benar-benar akan bertindak tanpa pandang bulu atau justru berhenti di tengah jalan. Jika bukti-bukti mengarah kepada Riza Chalid, maka penetapan tersangka baginya menjadi sebuah keharusan demi keadilan dan transparansi dalam penegakan hukum di Indonesia.