Presiden Prabowo Hanya Mengambil Upaya Kecil untuk Menghadapi Aguan?

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat, [Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA-MOR PTR]

Ada rasa haru, sedih dan bangga, saat anggota TNI AL hari ini, Sabtu, 18 Januari 2025, melakukan kegiatan pencabutan dan pembongkaran pagar laut PIK-2 yang dipimpin langsung oleh Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Danlantamal) III Jakarta Brigjen TNI (Mar) Harry Indarto.

Haru, karena hari ini ternyata Negara mulai hadir setelah berbulan-bulan hilang dari rakyat. Hadir, setelah sekian lama penderitaan Nelayan akibat pagar laut PIK-2 ini terus dirasakan. Hadir, setelah protes rakyat menjadi perbincangan yang viral.

Andaikan persoalan ini tidak viral, dipastikan rakyat tetap sendiri. Negara tidak hadir. Negara, justru hadir bersama pengembang dengan membiarkan pemagaran laut terus terjadi berbulan-bulan hingga mencapai panjang 30,16 KM.

Sedih, karena TNI AL sebagai alat pertahanan negara hanya berfungsi sebagai ‘Satpol PP’. Latihan tempur TNI AL, kekuatan alutsista TNI AL tidak bisa difungsikan. Karena yang dihadapi bukan musuh bersenjata. Melainkan, pagar bambu yang tertancap dalam didasar laut.

Nampak sekali, meskipun sudah melakukan ikhtiar maksimal, proses pencabutan terlihat lamban. Karena tentara didesain untuk berperang, bukan untuk mencabut pagar bambu di laut.

Anggota TNI AL terlihat kepayahan. Ada yang berusaha dengan metode konvensional, mencabut dengan tangan-tangan mereka yang kekar. Tapi apa daya, bambu itu ditancapkan oleh mesin excavator dengan tekanan yang dalam. Sehebat apapun Latihan TNI AL, tak akan mungkin punya kekuatan super mengalahkan kekuatan excavator.

Ada yang mencoba menali dengan tambang, lalu menarik dengan kapal. Ada yang tercabut, ada yang terlepas. Dan seterusnya.

Wajar, jika metode manual ini dilakukan maka paling banyak anggota TNI AL hanya bisa mencabut pagar laut PIK-2 sepanjang 2 KM per hari. Hal itu juga ditegaskan oleh Brigjen TNI (Mar) Harry Indarto.

Padahal, panjang pagar laut PIK-2 ada 30,16 KM. Itu artinya, setidaknya anggota TNI AL harus kuat berenang dan basah-basahan selama 15 hari (setengah bulan) hanya untuk ngurusi pagar laut PIK-2 milik Aguan.

Harusnya, proses pencabutan lebih efektif dan efisien, dengan capaian kinerja maksimal jika mengunakan excavator. Bukan sembarang excavator, tapi excavator jenis floating atau amphibi, sehingga bisa mengapung di laut, untuk melaksanakan tugas pembongkaran pagar laut PIK-2 milik Aguan.

Jika mengunakan excavator, tentu biaya lebih murah, tenaga lebih sedikit, dan hasil lebih maksimal. Cukup kerahkan 100 excavator, pekerjaan mencabut pagar laut PIK-2 ini akan cepat tuntas.

Wibawa TNI AL juga akan terjaga. Mereka ini tentara, bukan ‘Satpol PP’ atau mesin excavator. Tak akan maksimal. Dan penulis khawatir, dampak bagi kesehatan anggota TNI AL setelah melakukan aksi cabut pagar laut PIK-2 ini. Apalagi, jika dipaksa bekerja mencabut pagar laut PIK-2 hingga 15 hari (setengah bulan).

Tapi dibalik itu semua, penulis sangat bangga kepada anggota TNI AL. Mereka lebih kongkrit, ketimbang anggota Polri yang malah mengedarkan narasi ‘belum ada unsur pidana’ dalam kasus pagar laut PIK-2 ini.

Lalu, penulis mulai berfikir. Kenapa yang dikerahkan untuk mencabut hanya TNI AL? Kenapa, tidak dibarengi pengerahan excavator secara masif? Apakah, pencabutan ini hanya simbolik, untuk meredam kemarahan rakyat, selanjutnya sisa pagar akan ditinggalkan?

Lagipula, langkah kongkrit yang bisa diambil seorang Presiden adalah penegakan hukum dengan memberi perintah kepada Kapolri untuk segera menangkap pelakunya. Sudah jelas, itu pagar laut PIK-2. Sudah disebut publik juga, pelakunya Mandor Memet, Eng Cun dan Ali Hanafiah Lijaya orangnya AGUAN. Sudah jelas pula, itu untuk kepentingan proyek PIK-2.

Rakyat masih bertanya-tanya, kasus ini akan serius dan mengungkap dalang pagar laut PIK-2 hingga menangkap Saudara Sugiyanto Kusuma alias AGUAN, atau hanya akan dikorbankan aktor lapangan? Misalnya, hanya menangkap Mandor Memet dan para pekerja, paling jauh hingga ke Eng Cun (Ghojali) dan Ali Hanafiah Lijaya?

Bukan prasangka buruk. Tapi kinerja pemerintah Prabowo Subianto selama ini masih dibayangi kekuasaan JOKOWI. Proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim ini mendapat fasilitas PSN dari Jokowi, setelah Aguan membantu proyek ambisius Jokowi di IKN yang saat ini mangkrak.

Jadi, segenap rakyat harus terus memasang mata dan telinga, untuk memonitor kelanjutan kasus ini……[].

Simak berita dan artikel lainnya di Google News