Oleh: Memet Hakim, Pengamat Sosial, Wanhat APIB & APP TNIs
Masalah PIK 2 yang mencuat dan ditambah dengan pemagaran laut, mengingatkan kita semua atas upaya reklamasi saat Anies menjadi Gubernur DKI. Ternyata memang hanya Anies yang dapat memahami bahayanya reklamasi ini. TNI saja abai, Kepolisian justru terlihat aktif membantu program swasta cina ini. Banyak rakyat yang menjadi korban penipuan, penindasan, pengusiran bahkan ada yang sampai dikriminalisasi. Rakyat miskin dipinggirkan, rakyat cina yang menggantikannya, sungguh ini suatu perbuatan penghianatan.
Modus operandi Aguan dalam perampasan tanah rakyat di PIK 2 telah diuraikan oleh Ahmad Khozimudin SH secara lengkap di JakSat, 11 Januari 2025. Ada mantan jendral yang secara terang-terangan mendatangkan pendatang cina, sehingga jumlah etnis cina yang pada tahun 2010 hanya 1.2 % sekarang diduga sudah diatas 7 %. Lebih parah lagi mereka diduga merupakan milisi yang dipersiapkan untuk menguasai Indonesia.
Sejak tahun 1290 Kaisar Cina ingin menguasai Indonesia (saat itu bernama Singosari), akan tetapi walaupun sempat mengirimkan pasukan konon jumlahnya diperkirakan ada 100 ribu pasukan diangkut ratusan kapal perang yang dipimpin oleh jendral Shihpi, Ike Mese, dan Kau Hsing, mereka mampir di Belitung pada tahun 1293 untuk konsolidasi. Kemudian pasukan utama lalu berlayar ke Karimunjawa, dan dari sana berlayar ke Tuban. Pasukan dibagi dua, Pasukan pertama akan turun ke darat, yang kedua akan menggunakan perahu. Shih pi berlayar ke muara Sedayu dan lanjut ke Kali Mas. Pasukan darat di bawah Gao Xing dan Ike Mese, yang terdiri dari kavaleri dan infantri, kemudian bergabung dengan pasukan utama dalam perjalanan ke Kali Mas. Akan tetapi dapat pasukan cina tersebut ditumpas oleh Raden Wijaya dari Kediri yang kelak menjadi Mojopahit, setelah dimanfaatkan terlebih dahulu.
Dendam cina yang kalah perang dan puluhan ribu pasukannya terbunuh sampai sekarang masih membekas, kali ini mereka menguasai Indonesia dengan menguasai ekonominya terlebih dahulu. Penguasaan ekonomi telah berhasil akibat moral para pejabat sangat rendah, mudah disuap, mau diperalat dan mau dijadikan bonekanya. Kerusakan moral dan mental ini dirusak oleh Jokowi yang juga merupakan Cina Indonesia yang disusupkan menjadi presiden. Kepolisian praktis menjadi alatnya presiden dan tunduk pada taipan, bahkan ada taipan yang dijadikan penasihatnya. TNI berada diantara penguasa dan rakyat, Sebagian mengabdi pada pengusaha cina, sebagian mengabdi pada Negara & rakyat. ASN pun mengalami nasib yang sama dengan TNI.
Dari sekian banyak Cina Indonesia ini diperkirakan lebih dari 80 % setia dan bersedia menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Yang menjadi masalah adalah Cina Indonesia yang 20 % ini, mereka tetap setia pada RRC tetapi ingin hidup enak di Indonesia. Kelompok Cina Indonesia ini yang menjadi pengendali penguasa dan pemerintah yang sering disebut Oliharki. Mereka inilah yang merusak mental ASN, POLRI, TNI dengan kekuatan uangnya, tidak heran jika bisnis kotor tetap berlangsung. Ormas yang menghambat bisnis kotor ini justru dipersekusi dan malah dibubarkan.
Para Taipan yang kerap disebut 9 Naga adalah mereka yang menguasai perekomian tetapi juga ingin kekuasaan dan lahan. Contoh nyata di IKN, PIK 1,2 dan 3, Rempang yang ujungnya numpang pada kekuasaan dijadikan Proyek Nasional Strategis, sehingga dapat lebih mudah beroperasinya. Lihat pada gambar diatas, bagaimana alur persiapan kekuatan Cina di Natuna, kemudian di Rempang, terus di Bangka Belitung, Jakarta (PIK1), di Banten (PIK2,3 & BSD), Jawa Barat (Meikarta). Di Kalimantan, di Sulawesi tengah, jika saatnya tiba mereka dengan mudah menyerang dan menguasai Indonesia sepenuhnya, karena telah ada di Dalam Negeri. Minimal Indonesia akan dijadikan seperti Singapura dimana warga pribumi menjadi warga negara kelas 3, semuanya dikuasai cina.
Seharusnya BIN, BAIS, BAINTELKAM POLRI, BRIN, dapat memberikan sinyal kepada pemegang Keputusan, supaya waspada pada “Bahaya Kuning” ini. Ijin lokasi pemukiman di wilayah Pantai, termasuk reklamasi seharusnya dilarang, apalagi dikerjakan oleh swasta Cina Indonesia. Bagaimana aparat keamanan dan pejabat dapat menjadi alat pembantu dan penindas rakyat, itu merupakan salah satu dampak negatifnya. Belum lagi dampak ekonomi pada rakyat setempat yang terpinggirkan, bayangkan begitu banyak proyek Nasional, begitu banyak investor sehingga hutang negara menjadi 12.000 trilyun bahkan ada yang menyebut diatas 20.000 trilyun, akan tetapi jumlah rakyat dibawah kemiskinan selama 2 periode Jokowi ini tidak berubah, tetap berada di sekitar 9 %.
Di Kawasan Jakarta dan Banten, invasi Cina dilakukan lebih terbuka, diawali dengan PIK 1 di wilayah Jakarta, semua penduduk asli disingkirkan, kemudian dibangun kota modern, tetapi diisi penduduk Cina. Jadilah “China town” yang baru klas atas, dimana akses dari laut menjadi mudah, penyelundupan tekstil tidak terkontrol, sehingga banyak pabrik teksil bangkrut dan tenaga kerja di PHK. Tentu penyelundupan Narkoba, senjata, miras sangat mudah, bahkan penyelundupan pendatang sangat dimungkinkan. Ini sangat berbahaya bagi keamanan dan keamanan wilayah. Pada saatnya bisa saja Jakarta secara penuh dikuasai Cina, karena jarak dari PIK 1, PIK 2 dan PIK 3 ke Bandara tidak lebih dari 5-10 km, jarak ke Mabes TNI, satuan2 TNI AD.AL dan AU serta Brimob yang di Jakarta juga sangat mudah dijangkau oleh roket jangka pendek.
Penempatan wilayah Cina pendatang ini bisa juga ini merupakan kolaborasi untuk “menjual” Negara kepada bangsa asing lewat ijin pemukiman, lewat PSN dan lewat berbagai kemudahan yang diberikan Pemerintah kepada para taipan yang ingin menguasai Indonesia ini. Indikasinya mudah terlihat, siapa saja yang menjadi alatnya taipan ini tentu termasuk didalamnya. Siapa saja yang tiba2 menjadi kaya mungkin itu juga indikasinya.
Gerakan Strategis Cina ini mudah dilihat, lewat jebakan hutang, lewat skema pemukiman Cina yang sudah ada dan yang akan dibangun, dalam hitungan jam saja semua unit strategis dapat segera dihancurkan. Sekarang tentara merahnya masih sedikit belum terlihat akan menyerang, tetapi indikasinya sudah banyak terjadi. Para penghianat Negara dan Bangsa ini sudah lebih membela para taipan Indonesia ataupun taipan aseng, jika ada suatu perkara yang menyakut pribumi dan non Pri atau warga aseng.
Banyaknya proyek strategis Nasional tidak menggambarkan manfaat bagi penduduk warga pribumi, akan tetapi manfaatnya besar bagi orang kaya dan cina. Artinya proyek ini bukan hanya tidak bermafaat bagi penduduk bangsa Indonesia, tetapi berbahaya lagi keamanan dan pertahanan negara. Sebagai contoh, jika terjadi perang antara Indonesia dan RRC, mau gerilya kemana ? Karena kantong-kantong strategis telah dikuasai Cina Indonesia dan Aseng. Di sekitar pesisir PIK saja para nelayan sudah tidak bebas melaut, disamping dijaga ketat juga dipagar. Lokasi seperti PIK, IKN, dll merupakan daerah pijakan strategis Cina yang memang disiapkan untuk menguasai Indonesia, tetapi dengan bungkus bisnis.
Semoga Presiden baru RI Prabowo yang ahli perang, menyadari permasalahan ini dan segera bertindak. Masalah PIK dan yang serupa bukan hanya masalah bisnis, tetapi sangat berbahaya bagi kelangsungan bernegara dan berbangsa. Sudah saatnya para penghianat ini diusut dan diadili, jika perlu dihukum mati. Memberikan karpet merah bagi pasukan asing jelas merupakan penghianatan.
Bandung, 12 Januari 2025