Alibi Pagar Laut PIK-2 Dibuat Warga Secara Swadaya: Logika Maling Ketangkap Basah!

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat [Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA- MOR PTR]

Malam itu, pencuri yang sedang mendongkel jendela untuk masuk rumah ketahuan pemiliknya dan warga sekitar. Sejumlah senter, menyorot dan menyilaukan pandangan pencuri.

Seluruh warga dan pemilik rumah kompak berteriak: “pencuri! Pencuri! Pencuri!”

Lalu, pencuri itu beralibi:

“Saya tidak mencuri, saya cuma mau membetulkan Jendela yang terbuka (sambil menutup jendela), dan merapihkan paku yang hampir copot (sambil memukul paku dan merapatkan jendela)” begitu, ujar pencuri.

Analogi diatas, tepat untuk menggambarkan dalih pemagaran laut, yang katanya dilakukan oleh warga secara swadaya untuk tujuan mencegah abrasi atau menghalau gelombang laut. Padahal, itu semua hanya ALIBI maling yang ketangkap basah.

Alasan pagar sepanjang 30 KM dibuat oleh Warga secara swadaya, tidak masuk akal karena beberapa sebab:

Pertama, biaya untuk membuat pagar laut sepanjang 30 KM jelas mahal, puluhan milyar. Dana sebesar ini, tidak mungkin dikumpulkan dari warga pesisir pantai yang mayoritas bekerja sebagai Nelayan. Untuk memenuhi kebutuhan saja sulit, apalagi harus mengeluarkan uang miliaran untuk membuat pagar laut.

Kedua, Warga pesisir yang bekerja menjadi Nelayan justru merasa terganggu oleh pagar laut. Pagar ini menggangu akses dan mobilitas Nelayan untuk melaut menangkap ikan. Tidak mungkin, Nelayan membuat dan membiayai pagar yang menyusahkan aktivitas mencari ikan, atau menyusahkan penghidupan mereka sendiri.

Ketiga, pagar dengan konstruksi Bambu anyaman itu tidak mungkin mencegah abrasi. Apalagi posisinya menjorok ke laut. Abrasi apa yang bisa dicegah dengan pagar konstruksi dari anyaman bambu? Apalagi, untuk tujuan pemecah ombak. Tidak nyambung.

Keempat, Nelayan paling takut dengan aparat. Pagar laut ini dibuat tanpa Izin. Mana mungkin, nelayan warga setempat berani membuat pagar swadaya tanpa izin?

Kelima, di sekitar pagar itu ada pemerintahan dan aparat Desa. Tak mungkin, mendiamkan dan tidak melaporkan pagar ini ke pusat. Tak mungkin, pagar ini lama menjadi misteri jika benar itu swadaya dari warga.

Jadi, semua ALIBI tentang pagar laut itu cuma logika maling ketangkap basah. Mau lempar tanggung jawab.

Yang paling bertanggung jawab adalah Aguan, dan kaki tangannya (Ali Hanafiah Lijaya, Engcung, Memed, dll). Pagar itu, dibuat sebagai prakondisi untuk mengokupasi laut dan bibir pantai, untuk direklamasi dan dijadikan asas produksi industri properti. Diatas pagar itu, sudah ada sejumlah alas hak yang diterbitkan, yang kemudian akan direklamasi dengan dalih mengembalikan tanah darat yang terkena abrasi. [].

Simak berita dan artikel lainnya di Google News