Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
Dalih yang selalu digunakan untuk menutupi praktik menjual kedaulatan Negara, memberi karpet merah kepada penjajah, adalah investasi & pembangunan. Investasi, memungkinkan masuknya modal untuk menggerakkan roda perekonomian dan pembangunan menstimulus pertumbuhan ekonomi.
Dalam kasus PIK-2 juga sama. Dalih yang digunakan sejumlah pihak untuk membela kezaliman perampasan tanah rakyat kurang lebih sama. Ada pembangunan, ada penciptaan lapangan kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan PAD bagi kabupaten Tangerang.
Namun, para pembela Aguan ini tutup mata, pada dampak pembangunan yang jelas-jelas menimbulkan kerugian bagi masyarakat Banten dan Negara. Lagipula, sejumlah klaim positif pembangunan PIK-2, yang dibangun diatas tanah rampasan dari rakyat Banten, jika didetailkan mengandung banyak problem.
Misalnya, pertumbuhan ekonomi. Siapa yang menikmati pertumbuhan ekonomi itu, apakah seluruh rakyat Banten atau hanya korporasinya Aguan?
Siapa, yang menikmati pertumbuhan ekonomi, dari proyek perampas tanah dengan harga 30-50 ribu per meter, yang dijual menjadi 30 juta per meter? Siapa, yang menikmati keuntungan dari pertumbuhan ekonomi, berupa selisih harga beli dan harga jual tanah di proyek PIK-2? apakah seluruh rakyat Banten atau hanya korporasinya Aguan?
Berapa kenaikan pendapatan rakyat Banten akibat pertumbuhan ekonomi dari proyek PIK-2, jika dibandingkan dengan hilangnya pendapatan rakyat Banten dari digusurnya lahan pertanian, persawahan, tambak dan ditutupnya akses Nelayan melaut?
Pertani kehilangan asas produksi, karena sawahnya digusur. Selamanya, petani tidak miliki penghasilan dan pertumbuhan ekonomi petani dimatikan.
Sementara PIK-2 tumbuh melesat, karena hanya modal 30 sampai 50 ribu per meter, dijual 30 juta per meter. Pertumbuhan ekonomi yang diciptakan proyek PIK-2 adalah dengan membunuh ekonomi petani dan nelayan rakyat Banten. Dimana letak positifnya?
Lalu, tanah yang dijual PIK-2 senilai Rp 30 juta per meter, apalagi yang sudah berbentuk bangunan perumahan dan ruko, itu semua mustahil dibeli dan dinikmati oleh petani Warga Kronjo, Nelayan Kosambi, atau petambak Teluk Naga. Tanah kavling, bangunan ruko, gedung dan perumahan itu semua menjadi tempat hunian dan asas bisnis orang kaya dan orang asing (China). Secara sistematis, proyek PIK-2 telah merampas kedaulatan rakyat Banten dan menjual kedaulatan Negara kepada asing (China).
Untuk membuktikan itu, datang saja ke PIK-1. Coba cek, siapa penghuni kawasan eksklusif layaknya Negara dalam Negara ini. Apakah Warga Banten atau warga asing (China)?
Modal investasi yang merampas kedaulatan tanah rakyat, dan menjual kedaulatan negara ini juga terjadi di sektor bisnis pertambangan, perkebunan, hingga pengelolaan hutan.
Dalam sektor tambang, misalnya. Nikel kita, dikeruk China untuk menopang industri mobil listrik China. Maka wajar, Tesla kalah bersaing dengan Mobil listrik China, karena bahan baku nikel diperoleh China secara murah dari Indonesia.
Tambang nikel ini, memang menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Tapi pertumbuhan ekonomi itu, tidak dinikmati rakyat, melainkan dinikmati China. Kalau ada orang Indonesia yang menikmati, itu hanyalah elit yang menjual kedaulatan negara ini ke China, seperti keluarga Jokowi dan Luhut Panjaitan. Bobby Nasution, Kahiyang Ayu untung besar dari bisnis tambang nikel di blok Medan. Luhut juga demikian, untung besar bersama Airlangga Hartarto, dalam bisnis kongkalikong hilirisasi nikel, yang melarang ekspor ore nikel, tapi tahun 2020-2023 ada eksport ilegal Nikel sebanyak 5,6 juta ton ke China. KPK sudah mengendus ada peran Airlangga Hartarto dan Bobby Nasution dalam penyelendupan Nikel ini.
Berapa negara dirugikan? Rakyat dirugikan? Dengan dalih investasi dan hilirisasi Nikel?
Bagi kita yang memiliki nasionalisme, punya karakter Negarawan, tentu lebih memilih Nikel tetap terendap di bumi Indonesia, menjadi tabungan kekayaan alam untuk warisan generasi selanjutnya, ketimbang nikel itu dikeruk dengan dalih investasi dan hilirisasi, tetapi yang menikmati nikel Indonesia hanya China, Bobby Nasution, Kahiyang Ayu, Airlangga Hartarto dan Luhut Panjaitan.
Kita juga lebih memilih tanah Banten menjadi tempat bertani, menanam padi, memelihara ikan di tambak untuk kesejahteraan rakyat Banten, ketimbang digusur dan hanya menambah kaya raya Aguan. Sementara, anjing-anjing Aguan hanya mendapatkan tulang, dan menjual dirinya untuk membekingi Aguan dan melawan rakyat Banten.
Mereka semua ini, baik yang main investasi tambang maupun properti, sejatinya adalah pengkhianat NKRI. Mereka, telah menjual kedaulatan NKRI. Mereka merampas hak rakyat, memberikannya kepada China. Mereka, menumpuk kekayaan pribadi diatas penderitaan rakyat.
Lalu, dimana TNI selaku benteng Kedaulatan NKRI? Dimana Polri yang semestinya menegakkan hukum untuk melindungi rakyat? Apakah, TNI polri juga sudah berubah fungsi menjadi centeng AGUAN? Centeng oligarki?
Dimana para politisi yang mengaku paling NKRI? Hanya berteriak karena kader mereka tersangkut korupsi? Dimana mereka yang mengklaim berjuang untuk rakyat? Dimana Partai Politik yang kemarin paling bawel saat kampanye Pemilu dan Pilpres? Dimana Prabowo Subianto yang katanya akan mewakafkan sisa hidupnya untuk rakyat? Adakah, Prabowo Subianto sudah hadir bersama rakyat Banten? Atau malah, menjadi bekingan Aguan? [].