Kenaikan PPN 12 Persen dan Nasib Wong Cilik

Oleh: Rokhmat Widodo, Pengamat Politik dan Kader Muhamamdiyah Kudus

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen menjadi topik hangat yang tak kunjung reda. Pemerintah beralasan kebijakan ini penting untuk mendongkrak pendapatan negara, guna membiayai berbagai program pembangunan dan pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Namun, di balik angka-angka makro ekonomi yang mengilap, terdapat kekhawatiran mendalam tentang dampaknya terhadap “wong cilik”, lapisan masyarakat dengan daya beli terbatas. Benarkah kebijakan ini hanya membebani rakyat kecil, ataukah ada secercah harapan di tengah badai?

Tidak bisa dipungkiri, kenaikan PPN langsung terasa di dompet masyarakat. Harga barang dan jasa, khususnya yang sudah dikenakan PPN sebelumnya, ikut merangkak naik. Bayangkan, seorang ibu rumah tangga yang harus pintar-pintar mengatur keuangan keluarganya kini menghadapi beban tambahan. Harga sembako yang sudah melambung, kini semakin berat dipikul. Sebungkus beras, sekarung telur, bahkan sebotol minyak goreng, semuanya ikut terdampak. Para pedagang kecil pun tak luput dari imbasnya. Mereka terpaksa menaikkan harga jual barang dagangannya agar tetap untung, meskipun hal ini bisa mengurangi daya beli konsumen. Lingkaran setan inilah yang dikhawatirkan banyak pihak.

Pemerintah tentu menyadari dampaknya. Berbagai program bantuan sosial (bansos) digelontorkan sebagai “tampak depan” untuk meredam gejolak. Namun, realitanya, bansos seringkali belum tepat sasaran, jumlahnya tak sebanding dengan kenaikan harga, atau bahkan proses penyalurannya berbelit-belit dan memakan waktu lama. Bagi wong cilik yang hidup pas-pasan, menunggu bantuan yang tak pasti tentu bukan solusi yang efektif. Mereka membutuhkan solusi yang langsung dirasakan, bukan janji-janji di masa depan.

Lalu, apa yang bisa dilakukan? Pertama, pemerintah perlu lebih transparan dan akuntabel dalam penggunaan dana hasil kenaikan PPN. Masyarakat butuh kepastian bahwa uang pajak yang mereka bayarkan benar-benar digunakan untuk program-program yang bermanfaat dan langsung dirasakan dampaknya. Publikasi yang jelas dan mudah dipahami mengenai alokasi anggaran sangat penting untuk membangun kepercayaan publik.

Kedua, pemerintah harus lebih serius dalam memberantas praktik korupsi dan penyelewengan dana negara. Berapa banyak dana yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat, justru tersedot oleh praktik-praktik yang merugikan negara? Menekan angka korupsi adalah kunci agar dana yang terkumpul dari kenaikan PPN bisa benar-benar efektif meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Ketiga, perlu ada upaya serius untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kenaikan PPN tidak akan berdampak signifikan jika daya beli masyarakat tetap rendah. Pemerintah perlu fokus pada program-program yang mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan upah minimum, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Jangan sampai kenaikan PPN hanya menjadi beban tambahan bagi rakyat kecil tanpa ada upaya nyata untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Keempat, perlu dikaji ulang mengenai barang dan jasa apa saja yang dikenakan PPN. Mungkin ada beberapa barang kebutuhan pokok yang sebaiknya dibebaskan dari PPN, agar beban hidup masyarakat sedikit berkurang. Studi komprehensif dan melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi dan pelaku usaha, sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan yang tepat dan adil.

Kelima, peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi sangat penting. Dengan memiliki keahlian yang terampil, masyarakat akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan yang berpenghasilan layak. Ini akan meningkatkan daya beli mereka dan mengurangi ketergantungan pada bantuan sosial.

Kenaikan PPN 12 persen memang sebuah kebijakan yang berdampak luas. Di satu sisi, pemerintah membutuhkan dana untuk pembangunan, di sisi lain, rakyat kecil menghadapi beban tambahan. Tantangannya adalah bagaimana menyeimbangkan kedua hal tersebut. Bukan hanya sekadar menaikkan pajak, tetapi juga memastikan bahwa uang pajak tersebut digunakan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya wong cilik. Harapannya, kenaikan PPN ini bukan hanya sekadar menambah pendapatan negara, tetapi juga menjadi katalisator untuk menciptakan ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua lapisan masyarakat. Secercah harapan di tengah badai, memang masih perlu diperjuangkan.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News