Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
“PSN [Tropical Coastland] yaitu hanya dibangun pada area bekas hutan lindung mangrove,” [Nono Sampono, dikutip dari unggahan di akun YouTube Agung Sedayu Group, Selasa 17/12/204].
Presiden Direktur Agung Sedayu Group, Nono Sampono buka suara terkait pengembangan PSN PIK 2 Tropical Coastland yang disebut menyalahi aturan. Nono menjelaskan hal itu merupakan informasi yang keliru. Pasalnya PSN PIK 2 Tropical Coastland dibangun di atas bekas hutan lindung mangrove.
Dalam podcast yang tayang di YouTube Agung Sedayu Group, Nono sempat keceplosan mau mengatakan Negara tak punya uang, namun buru-buru diralat dengan redaksi Negara urusannya banyak, sehingga proyek negara diserahkan kepada swasta. Nono, secara eksplisit menuduh para petambak seolah-olah ilegal, dan negara harus menertibkan hak negara melalui PSN, dengan meminjam tangan Agung Sedayu Group.
Penulis ingin tegaskan, bahwa jauh sebelum ada proyek PIK-2, bahkan jauh sebelum ada Agung Sedayu Group, Warga Banten adalah pemilik tanah Banten yang mencari nafkah dari tanah dan laut Banten. Bahkan, sejarahnya NKRI tak mungkin ada jika tidak ada integrasi secara sukarela sejumlah yurisdiksi kekuasaan kerajaan, Kesultanan dan Para Pemangku Adat, termasuk didalamnya Kesultanan Banten.
Jadi, jahat sekali sejumlah Buzer yang membela PIK-2, dengan menyatakan ‘beruntung Agung Sedayu Group memberikan uang kerohiman, karena rakyat tak punya hak atas lahan yang mereka kelola’ untuk kawasan Mangrove. Pertanyaan sederhananya, lalu darimana hak Agung Sedayu Group untuk mengusir warga Banten yang sudah turun temurun hidup dan tinggal di Banten? Apakah, hanya bermodalkan selembar kertas keputusan PSN dari Jokowi, lalu Aguan bisa seenak perutnya mengusir warga Banten?
Selama ini, dalih status PSN itulah yang dijadikan sarana untuk mengintimidasi Warga Banten agar menyerahkan tanahnya untuk lahan bisnis properti milik Aguan. Rakyat diteror, seolah-olah proyek AGUAN adalah proyek Negara.
Padahal, dalam pandangan Islam, siapa pun yang menghidupkan (mengelola) tanah mati maka dia menjadi pemiliknya. Warga Banten lah, yang pertama kali mengelola tanah Banten, bukan Aguan.
Warga Banten adalah pemilik sah tanah Banten. Namun Negara, abai menjalankan kewajiban dengan memberikan sertifikat kepada rakyat Banten melalui pendaftaran sistematis sesuai amanat UUPA. Sekarang, Negara malah memfasilitasi perampasan tanah rakyat dengan UU Cipta Kerja melalui beleid pertanahan.
Negara, harus memberikan perlindungan kepada warga Banten, bukan menjadi bekingan Aguan. Tanah Banten adalah karunia Allah SWT, untuk menjadi sumber penghidupan segenap rakyat Banten. Bukan untuk dikuasai dan dimiliki Aguan.
Adapun jalan, sungai, pantai, laut, itu semua terkategori Al Milkiyatul Ammah (milik umum). Tidak boleh dikuasai oleh pribadi atau korporasinya Aguan. Seluruh masyarakat Banten dan masyarakat Indonesia, berhak secara bersama-sama memanfaatkan jalan, sungai, pantai dan laut.
Hari ini, korporasinya Aguan yang dipimpin Nono Sampono begitu zalim, merampas tanah rakyat, merampas laut, menguruk sungai, menguasai pantai, hanya untuk kepentingan korporasi mereka. Bagaimana mungkin ada rakyat yang ridlo pada kezaliman Aguan?
Sebaiknya, Nono Sampono hadir di Pengadilan. Ikuti arahan Aguan, yang saat diwawancarai Tempo meminta semua diselesaikan secara hukum.
PT Pantai Indah Kapuk 2 (PANI) sudah kami gugat, sudah menerima panggilan sidang. Datang saja, sampaikan semua bantahan di pengadilan. Jangan hanya bermain opini di YouTube atau kanal sosial media.
Kami siap, melayani perdebatan. Kami tak ridlo, Banten dijadikan Singapore seperti yang terjadi di PIK-1. Sebagaimana pesan dari Sultan Banten Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja, MBA, yang bergelar Sultan Syarif Muhammad ash-Shafiuddin bersama Ulama Kharismatik Banten KH Tb Fathul Adzim, keduanya menegaskan:
“Banten bukan Singapore, selamnya tidak akan pernah menjadi Singapore”
Lawan PIK-2! Lawan Agung Sedayu Group! Lawan Aguan!
[].