Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI), mengambil sikap atas maraknya kasus perampasan tanah rakyat, terutama pada kasus perampasan tanah pada proyek PIK-2 berdalih PSN. Sejumlah tokoh & korban perampasan tanah hadir di Jakarta (Ahad, 8/12), dalam rangka menegaskan sikap terhadap kasus perampasan tanah rakyat di Indonesia.
Dalam pernyataannya, salah satu tokoh yang hadir, Syamsi Djalal menegaskan setelah melakukan evaluasi dan penelaahan secara mendalam pada kasus perampasan tanah rakyat, pihaknya menyimpulkan telah terjadi proses perampasan tanah rakyat yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif, menggunakan perangkat hukum, aparat penegak hukum, pejabat dan aparat sipil negara, yang memindahkan kepemilikan tanah atas nama rakyat kepada para cukong dan kaum oligarki.
“Peran aparat penegak hukum, pejabat dan Aparat Sipil Negara dalam kasus perampasan tanah, sudah sampai pada derajat yang sangat mengkhawatirkan, sebagaimana telah dipaparkan oleh Supardi Kendi Budiarjo, ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia, di Kementerian Politik Hukum & Keamanan, pada tanggal 06 Oktober 2022 lalu, yang dihadiri oleh Pak Mahfud MD, Wamen ATR/BPN, PP Muhammadiyah, dll” ungkapnya.
Lalu, dalam poin ketiga pernyataan yang dibacakan, FKMTI & Syamsu Djalal meminta kepada Presiden Prabowo Subianto agar tidak mempercayai aparat penegak hukum, pejabat dan Aparat Sipil Negara dalam upaya pemberantasan mafia tanah yang merampas kedaulatan tanah rakyat Indonesia.
Sebaliknya, FKMTI menghimbau kepada Presiden Prabowo Subianto untuk melibatkan elemen civil society (masyarakat sipil), dalam sebuah aksi nasional mengembalikan kedaulatan tanah rakyat, diawali dengan menerbitkan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-undang (Perppu) yang bertujuan untuk mengembalikan kedaulatan tanah rakyat Indonesia.
Mantan Danpom TNI era Soeharto itu juga menilai kasus perampasan tanah rakyat sudah mencapai derajat ‘kegentingan yang memaksa’, sehingga dibutuhkan segera dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
“Langkah yang ditempuh melalui penerbitan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-undang (Perppu) yang bertujuan untuk mengembalikan kedaulatan tanah rakyat Indonesia, melalui pengembalian ruh undang-undang pokok agraria dan pasal 33 ayat (3) UUD 1945.” pungkasnya. [].