Pengamat politik, Muslim Arbi, secara tegas meminta Presiden Prabowo Subianto untuk mencopot Sugiono dari posisinya sebagai Menteri Luar Negeri. Alasannya, kemampuan Sugiono dalam berbahasa Inggris dianggap tidak memadai untuk peran strategis yang menuntut komunikasi internasional yang efektif.
Sebagai Menteri Luar Negeri, Sugiono diharapkan menjadi wajah diplomasi Indonesia di kancah internasional. Posisi ini tidak hanya membutuhkan pemahaman mendalam mengenai geopolitik, tetapi juga kemampuan komunikasi yang mumpuni, terutama dalam Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional utama. Muslim Arbi menekankan bahwa kelemahan dalam berkomunikasi dapat menciptakan kesalahpahaman yang merugikan posisi Indonesia di mata dunia.
“Bagaimana mungkin seorang Menlu yang tidak fasih berbahasa Inggris dapat menyampaikan kepentingan nasional dengan baik di forum-forum internasional? Ini bukan hanya soal penampilan pribadi, tetapi juga soal wibawa negara,” ujar Muslim Arbi kepada redaksi www.suaranasional.com, Kamis (5/12/2024).
Publik mulai mempertanyakan kompetensi Sugiono setelah beberapa potongan video yang menunjukkan dirinya berbicara Bahasa Inggris dengan intonasi dan struktur yang tidak tepat beredar luas. Dalam salah satu video, Sugiono tampak kesulitan menyampaikan argumen dalam sebuah pertemuan internasional, yang memicu gelombang kritik di media sosial.
Sebagai solusi, Muslim Arbi menyarankan agar Prabowo mencari figur lain yang lebih kompeten dan memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang memadai. Ia juga menyoroti pentingnya pelatihan intensif bagi para pejabat negara yang akan mewakili Indonesia di panggung internasional.
“Indonesia memiliki banyak diplomat andal yang fasih berbahasa Inggris dan memahami diplomasi internasional. Presiden Prabowo perlu memilih figur yang dapat memenuhi ekspektasi tersebut,” katanya.
Muslim Arbi mencatat bahwa respons publik ini tidak bisa diabaikan begitu saja. “Kritik dari masyarakat harus menjadi evaluasi serius bagi Presiden Prabowo. Ini bukan lagi sekadar isu individu, tetapi sudah menjadi masalah kredibilitas pemerintah,” tegasnya.