PSN PIK-2 tak Sesuai Tata Ruang, Hentikan Proyek Aguan

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat, Koordinator TIM ADVOKASI MELAWAN OLIGARKI RAKUS PERAMPAS TANAH RAKYAT DI PIK 2 (TA-MORPTR-PIK2)

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan akan membahas dan mengkaji Proyek Strategis Nasional (PSN) Pariwisata Tropical Coastland. Setelah dilakukan pengecekan, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengungkap kementeriannya menemukan ketidaksesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi, kota serta belum mengantongi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Itu artinya, PSN PIK-2 bermasalah secara hukum. Melanggar hukum, karena pembangunan proyek dilakukan tanpa mengantongi izin detail Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Lokasi proyek seluas 1.705 hektare kawasannya, 1.500 hektarenya adalah kawasan hutan lindung. Dan Hutan Lindung itu saat ini belum ada penurunan status dari Hutan Lindung menjadi hutan konversi, dari hutan konversi menjadi APR.

Lalu, kenapa proyek PIK-2 sudah dijalankan, meskipun belum ada konversi? Belum mengantongi izin detail Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)?

Sebenarnya, masalahnya bukan saja pada status PSN PIK-2. Melainkan, pelaksanaan PSN PIK-2 di lapangan juga penuh masalah.

Dalam materi Gugatan yang kami ajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Perkara Nomor: 754/Pdt.G/2024/PN JKT PST tanggal 29 November 2024, masalah PSN PIK-2 milik Aguan ini juga kami permasalahkan, dengan argumentasi sebagai berikut:

Berdasarkan Surat Kemenko Perekonomian No. 6 Tahun 2024 tanggal 15 Mei 2024 dan Surat Komite Percepatan Penyedia Infrastruktur (KPPIP) No PK.KPPIP/55/D.IV.M.EKON.KPPIP/06/2024, tanggal 4 Juni 2024 prihal : Surat Keterangan PT Mutiara Intan Permai sebagai Badan Usaha Pengelola dan Pengembang PSN PIK-2 Tropical Coastland, PSN PIK-2 hanya seluas 1.755 Ha yang terdiri dari:

– Taman Bhinneka 54 Ha, Safari Zoo 126 Ha,
– Golf Course 135 Ha;
– Wisata Mangrove 302 Ha,
– Sirkuit Internasional 217 Ha; dan
– Ecotourism 687 Ha

Kawasan PSN PIK-2 hanya seluas 1.755 Ha terletak di Kecamatan Kosambi. Namun pada faktanya, saat PIK-2 ditetapkan menjadi PSN, pengembang mengubah dan memasang papan nama proyek di semua wilayah pembebasan lahan yang tidak termasuk Kawasan PSN di 10 Kecamatan (9 Kecamatan di Kabupaten Tangerang dan 1 Kecamatan di Serang, yakni di Kecamatan Teluk Naga, Paku Haji, Sepatan, Mauk, Kronjo, Kresek, Gunung Keler, Kemiri, Mekar Baru dan Kecamatan Tanara Kabupaten Serang) menjadi Kawasan PIK-2 yang mendapat fasilitas PSN.

Padahal sebelumnya, yang diberi nama PIK-2 sebagai Kawasan PSN hanya di Wilayah Kecamatan Kosambi sementara wilayah lain diberikan nama PIK-3 sampai PIK-11.

Tindakan pembebasan lahan yang tidak termasuk Kawasan PSN di 10 Kecamatan (9 Kecamatan di Kabupaten Tangerang dan 1 Kecamatan di Serang, yakni di Kecamatan Teluk Naga, Paku Haji, Sepatan, Mauk, Kronjo, Kresek, Gunung Keler, Kemiri, Mekar Baru dan Kecamatan Tanara Kabupaten Serang), telah menimbulkan sejumlah masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat yang dirampas, diintimidasi, dan lain sebagainya.

Munculnya masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat yang dirampas, diintimidasi, dan lain sebagainya, maka pada tanggal 19 November 2024, PCNU Kabupaten Tangerang menginstruksikan Lembaga Penyuluhan & Bantuan Hukum NU (LPBH NU) untuk menindaklanjuti banyaknya aduan masyarakat di Kecamatan Kosambi, Teluk Naga, Paku Haji, Sepatan, Mauk, Kronjo, Kresek, Gunung Keler, Kemiri, dan Mekar Baru, terkait isue-isue negatif pembangunan PIK2. Ada dua instruksi yang diberikan:

Instruksi pertama, agar LPBH NU berkoordinasi kepada seluruh Pengurus Ranting dan Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdatul Ulama pada kecamatan-kecamatan tersebut diatas, untuk melakukan advokasi dan mitigasi sosial dan hukum.

Instruksi kedua, agar LPBH NU membuka hotline pengaduan masyarakat terkait dampak dan masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat yang dirampas, diintimidasi, dan lain sebagainya.

Alhasil, proyek PSN PIK-2 harus dihentikan. Jangan sampai, pemerintah malah mengubah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi, kota untuk melayani oligarki property PIK-2 serta menerbitkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang disesuaikan dengan keinginan pengembang PIK-2.

Jika pemerintah menghentikan proyek PIK-2 karena melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi, kota dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), maka kami berjanji akan mencabut gugatan kami di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Karena sebenarnya, gugatan tak perlu kami ajukan jika pemerintah segera menghentikan proyek PIK-2 karena terbukti telah melanggar hukum, merampas tanah rakyat dan menyengsarakan masyarakat.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News