Semua Paslon di Pilkada Kudus Terindikasi Politik Uang, Bawaslu Letoy

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kudus 2024 bukan menjadi ajang adu gagasan dan program kerja tetapi diwarnai dugaan politik uang yang melibatkan semua pasangan calon (paslon). Dugaan ini tidak hanya mencoreng proses demokrasi di Kudus, tetapi juga menimbulkan tanda tanya besar tentang kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang dianggap tidak tegas dalam menangani kasus tersebut.

Laporan dari masyarakat dan pemantau pemilu menunjukkan adanya indikasi politik uang yang dilakukan secara sistematis oleh paslon dan tim sukses mereka. Modus yang digunakan beragam, di antaranya: warga menerima amplop berisi uang tunai dengan pesan untuk memilih kandidat tertentu. Tim sukses membagikan sembako, barang elektronik, atau voucher belanja menjelang hari pemungutan suara.

Semua pasangan calon, termasuk Sam’ani-Bellinda, Hartopo-Mawahib tidak luput dari tudingan ini. Nama-nama mereka kerap disebut dalam laporan masyarakat terkait praktik politik uang.

Bawaslu Kudus, sebagai institusi pengawas, mendapat sorotan tajam karena dianggap “letoy” dalam menangani kasus politik uang. Beberapa laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran tidak ditindaklanjuti dengan maksimal.

Dugaan politik uang yang melibatkan pasangan Sam’ani-Bellinda dan Hartopo-Mawahib menjadi ujian besar bagi demokrasi di Kudus. Jika praktik ini terus dibiarkan tanpa sanksi yang jelas, Pilkada Kudus tidak hanya kehilangan legitimasi, tetapi juga akan menjadi preseden buruk bagi daerah lainnya.

Untuk memastikan Pilkada berjalan jujur dan adil, Bawaslu harus menunjukkan keberanian dan profesionalisme, sementara masyarakat Kudus harus berani menolak segala bentuk politik uang demi masa depan yang lebih baik. Seperti kata pepatah, “Pemimpin yang lahir dari uang hanya akan membawa korupsi, bukan solusi.” (Arif Junaidi, Warga Kudus)

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News