Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H, Kuasa Hukum SK Budiardjo & Nurlela
Dalam sebuah GWA, beredar video pernyataan Aguan atau Sugiyanto Kusuma yang didampingi Maruarar Sirait (Eks PDIP), menyampaikan pandangan tentang PIK tidak akan ekslusif. Bahkan, klaimnya PIK terbuka untuk seluruh masyarakat.
Hal itu dinarasikan, dengan argumen adanya 1 juta kunjungan ke PIK pada hari biasa, dan mencapai 5 juta kunjungan pada hari lebaran. Banyaknya kunjungan itu, dijadikan dalih PIK tidak ekslusif.
Selanjutnya, Aguan juga mengklaim kampung yang terdampak akan direlokasi dan diberikan tempat baru. Dengan berbagai fasilitas.
Komentar saya terkait itu, hanya empat huruf. Halu!
Eksklusifitas PIK itu bukan hilang hanya karena ada kunjungan 1 juta orang. Bukan. Karena, yang dimaksud ekslusif adalah kawasan PIK (termasuk PIK 2) memisahkan diri dengan kawasan kampung sekitar, dengan dibuat pagar tembok tinggi, sehingga tidak ada akses warga sekitar ke PIK 2.
Kawasan PIK hanya menjadi hunian orang kaya raya. Warga yang tanahnya digusur dijadikan kawasan PIK, sampai kiamat tidak akan bisa beli rumah di wilayah PIK.
Eksklusifitas ini, menyebabkan utilitas dan hak publik warga sekitar terganggu dan dirugikan. Sanitasi, saluran air, akses jalan, hingga sejumlah fasilitas publik yang alami seperti ke pantai dan ke sungai, menjadi terhalang.
Bahkan, banyak rekaman video Said Didu dan Netizen lainnya yang menunjukan betapa PIK telah menjadi entitas terpisah, menjadi ‘Entitas Surga Megah’ yang dikelilingi ‘Kampung Neraka’ karena akses telah diputus oleh PIK.
Ada jalan yang dipagar kanan kiri, dibelah sepanjang wilayah, yang bukan hanya mematikan akses, tetapi juga mematikan mata pencaharian warga. Aktivitas ekonomi dan kehidupan sepanjang jalan, dimatikan oleh PIK dengan dibangunnya tembok pembatas sepanjang jalan.
Saya sendiri, saat perjalanan dari Desa Tanjung Pasir, menggunakan google map menuju Jakarta, akhirnya harus melewati perkampungan yang sempit, karena terhimpit proyek PIK. Saya merasakan betul, betapa warga sekitar seperti berada di ‘penjara besar’ oleh aktivitas dan tembok-tembok PIK.
Adapun PIK di dalamnya telah mewujud sebagai entitas ‘Negara Dalam Negara’. Memiliki kendali tersendiri, yang membuat Negara seolah kalah dengan korporasi Aguan, yang sahamnya juga dimiliki oleh Anthoni Salim.
Dulu, ada masyarakat mau mengibarkan bendera merah putih di kawasan PIK saja dilarang. Walau dibantah sejumlah pihak, videonya beredar. Fakta tidak bisa dibantah pernyataan. Fakta lebih bisa diyakini ketimbang pernyataan.
Masuk kawasan PIK, seolah masuk ke ‘Dunia Lain’. Karena Jokowi saja, Aguan makin merajalela dan mendapat fasilitas PSN untuk PIK 2.
Bukti paling kongkrit, bahwa Aguan telah mengangkangi Negara, seolah menjadi ‘Otoritas Diatas Negara’, adalah ketika Aguan yang semestinya menjadi tersangka dalam kasus perampasan tanah SK Budiardjo & Nurlela, masih melenggang bebas.
Kasus Aguan sudah dilakukan gelar perkara Mabes Polri ini, hasilnya juga sudah dikonfirmasi oleh Komjen. Pol. (Purn.) Drs. Ari Dono Sukmanto, yang saat itu menjabat sebagai Kabareskrim Polri. Pak Ari Dono menyampaikan kepada SK Budiardjo, berkas sudah lengkap tinggal ditingkatkan ke penyidikan, menunggu arahan Kapolri (Tito Karnavian).
Kasus saat itu macet di tangan Kapolri (Tito Karnavian). Publik bisa paham kenapa kasus ini macet, karena Tito Karnavian sangat dekat dengan Aguan (Sugiyanto Kusuma), Bos Agung Sedayu Group yang menjadi induk usaha dari PT SSA.
Berdasarkan Akta Perubahan PT SSA Nomor: AHU-2567.AH.01.02. Tahun 2010, tanggal 19 Mei 2010, Akta Notaris EDISON JINGGA SH No. 58 tanggal 13 Maret 2010, susunan direksi, komisaris dan pemegang sahamnya adalah sebagai berikut:
1. ALEXANDER HALIM KUSUMA*, Direktur, beralamat di PLUIT PERMAI RAYA Blok 20.
2. ELLEN KUSUMO, Komisaris, beralamat di APARTEMEN PESONA BAHARI DIAMOND, P1/A.
3. PT ALAM PUSAKA JAYA, selaku Pemegang 6.500 lembar saham senilai Rp650.000.000,-, beralamat di Gedung HARDCO ELEKTRONIK MANGGA DUA, LT. IV.
4. PT AGUNG SEDAYU, selaku Pemegang 643.500 lembar saham senilai Rp64.350.000.000,-, beralamat di Jl Raya MANGGA DUA, Gedung HARDCO ELEKTRONIK LT. IV.
Tiga orang inilah, yakni ALEXANDER HALIM KUSUMA, ELLEN KUSUMO dan SUGIYANTO KUSUMA alias AGUAN yang bertanggungjawab atas penyerobotan tanah SK Budiardjo & Nurlela, yang saat penyidikan dilakukan maka ketiga-nya akan segera menjadi tersangka. Namun kenapa Aguan masih melenggang bebas? Ya, karena Aguan bisa mengangkangi Negara. Negara, dikendalikan oleh Aguan.
Agar wibawa NKRI menjadi pulih, agar NKRI berada diatas Aguan dan tidak dikangkangi Aguan, sebaiknya Polri segera tangkap Aguan. Jangan sampai, kekuasaan Aguan meluas, bukan hanya terhadap PIK2, bukan hanya terhadap kasus yang menimpa SK Budiarjo & Nurlela, tetapi juga mengangkangi seluruh wilayah negeri ini. [].