Presiden Prabowo Ingin Calon Kepala Daerah yang Didukung Jokowi Kalah di Pilkada 2024

Oleh: Tarmidzi Yusuf, Kolumnis

Lawatan Presiden Prabowo ke luar negeri terbilang cukup lama. Lebih dari setengah bulan. 8 sampai 23 November 2024. Kabarnya lawatan Presiden Prabowo ke luar negeri untuk menghindar dari skenario jebakan Jokowi di Pilkada serentak 2024.

Cukuplah video dukungan Presiden Prabowo terhadap Ahmad Luthfi-Taj Yasin yang sempat heboh. Presiden Prabowo habis dikecam pulbik. Lantaran Prabowo mengikuti gaya Jokowi. Cawe-cawe. Sementara publik menghendaki Presiden Prabowo netral. Kabarnya video tersebut atas permintaan Jokowi.

Seperti halnya di Sumatera Utara, Jakarta dan Jawa Tengah menurut sebuah sumber terpercaya, Partai Gerindra mendukung setengah hati terhadap calon gubernur yang didukung Jokowi. Lawannya pun sama, PDIP. Partai Gerindra lebih fokus memenangkan kadernya sendiri di Banten, Andra Soni dan di Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Tidak ada untungnya juga bagi Presiden Prabowo membantu kemenangan Bobby Nasution, Ridwan Kamil dan Ahmad Luthfi. Selain membuat hubungan Presiden Prabowo dan Megawati Soekarnoputri makin berjarak. Padahal Presiden Prabowo butuh Megawati Soekarnoputri dan PDIP untuk “menghajar” Jokowi dan Fufufafa.

Oleh karenanya Presiden Prabowo menolak cawe-cawe ala Jokowi di Pilkada serentak 2024 terutama keterlibatan “partai cokelat” di Sumatera Utara, Jakarta dan Jawa Tengah. Kabarnya pergerakan “partai cokelat” sedang dipantau oleh orang kepercayaan Presiden Prabowo.

Presiden Prabowo tiba di tanah air saat Pilkada serentak 2024 memasuki masa tenang. Mengapa hal itu Presiden Prabowo lakukan? Tentu saja selain ingin netral di Pilkada serentak. Ini yang lebih penting. Menjaga agar tidak terjadi gesekan dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

Sumatera Utara misalnya, Edy Rahmayadi calon dari PDIP berhadapan dengan menantu Jokowi, Bobby Nasution. Pramono Anung di Jakarta lawan Ridwan Kamil. Apalagi Ridwan Kamil punya catatan buruk dimata Prabowo saat Pilkada Kota Bandung tahun 2013 dan Pilkada Jawa Barat tahun 2018.

Terakhir, kandang banteng. Jawa Tengah sebagai simbol kejayaan PDIP. Bila Andika Perkasa kalah lawan Ahmad Luthfi tentu akan menjadi aib politik yang mempermalukan PDIP dan Megawati Soekarnoputri. Ini bakal membuat Megawati Soekarnoputri tambah meradang.

Bagi Presiden Prabowo, secara politik lebih menguntungkan bisa merangkul PDIP dan Megawati Soekarnoputri di Pemerintahan Prabowo ketimbang Jokowi yang tidak punya partai dan berambisi menanam kaki tangan Jokowi di gubernur, walikota dan bupati untuk Pemilu 2029.

Presiden Prabowo perlu dukungan penuh DPR untuk melawan Jokowi dan menyingkirkan Fufufafa. Bagi Presiden Prabowo, Jokowi dan Fufufafa ancaman nyata.

Contoh terbaru adalah gonjang ganjing politik di Filipina. Hubungan antara Presiden Ferdinand Marcos Jr dan Wakil Presiden Sara Duterte sedang memanas. Agak mirip dengan Pilpres di Indonesia tahun 2024, kemenangan Ferdinand Marcos Jr-Sara Duterte berkat campur tangan Presiden Rodrigo Duterte yang habis masa jabatan.

Tidak menutup kemungkinan apa yang terjadi dengan Ferdinand Marcos Jr-Sara Duterte akan terjadi pula dengan Prabowo-Gibran. Apalagi tanda-tanda menunjukkan Prabowo mulai “menyingkirkan” Gibran dengan tidak memberikan “kekuasaan” ke Gibran ketika Prabowo melawat ke luar negeri.

Momen Jokowi menjadi musuh bersama di Pilkada 2024 oleh Anies Baswedan, PDIP dan civil society membuat Presiden Prabowo harus berhati-hati agar Megawati Soekarnoputri tidak “terluka”. Bila Bobby Nasution, Ridwan Kamil dan Ahmad Luthfi menang sama artinya pengaruh Jokowi masih kuat.

Presiden Prabowo ingin bermain cantik. Seperti pepatah Sunda, “Caina herang, laukna beunang” Artinya, mencapai keberhasilan tanpa harus merugikan orang lain. Jokowi kalah di Pilkada serentak 2024 tanpa merusak hubungan baik antara presiden dan mantan presiden, Prabowo dan Jokowi.

Wallahua’lam bish-shawab.

Bandung, 22 Jumadil Awwal 1446/24 November 2024

Simak berita dan artikel lainnya di Google News