Tangkap dan Adili Aguan!

Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik

Saat pendampingan pemeriksaan Said Didu di Polres Tangerang, sejumlah elemen masyarakat dan mahasiswa yang mendampingi juga melakukan aksi protes menolak pengembangan Proyek Strategis Nasional (PSN) di PIK 2.

Salah satu perwakilan masyarakat yang tergabung dalam Perkumpulan Rakyat Banten, menyatakan menolak tanah Banten untuk digusur maupun dibeli dengan harga yang murah oleh perusahaan Aguan selaku pengembang PSN PIK 2.

Proyek PIK 2 disebut sebagai hasil manipulasi oligarki dengan Jokowi.

Spanduk bertuliskan ‘Tangkap dan Adili Aguan’, turut menghiasi aksi. Akhir-akhir ini, nama Sugiyanto Kusuma alias Aguan memang ramai menjadi perbincangan masyarakat. Pasalnya, proyek perampasan tanah rakyat di PIK 2, tidak bisa dilepaskan dari sosok Aguan.

Sebagaimana diketahui, saham PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) dimiliki oleh Aguan dan Anthony Salim. PANI merupakan emiten properti yang dimiliki oleh Grup Agung Sedayu (Aguan) dan Salim Group (Anthony Salim).

PT Multi Artha Pratama (MAP), entitas dari Agung Sedayu dan Salim Group, menguasai 89,2% saham PANI per 31 Desember 2023. Itu artinya, Aguan & Anthony Salim adalah pemegang saham mayoritas, pengendali organ perseroan PANI.

Karena itu, dampak dari perampasan tanah yang dilakukan oleh sejumlah pihak, pada akhirnya ditampung (ditadah) oleh Aguan. Melalui status PSN, Aguan semau-maunya berbuat zalim, merampas tanah dengan hanya memberi ganti rugi murah.

Ada kerugian besar yang dialami oleh Negara dan Rakyat. Negara, dirugikan dari potensi pendapatan pajak yang kecil, karena harga tanah yang dibebaskan menjadi murah, yang semestinya paling tidak 500 ribu per meter menjadi hanya 50 ribu per meter. Sementara rakyat, dirugikan karena harus melepaskan tanahnya dengan harga hanya 50 ribu per meter.

Belum lagi, adanya kerugian ‘otoritas Negara dalam Negara’, karena kompleks yang dibangun tidak bisa diakses secara bebas oleh masyarakat sekitar, menjadi entitas ekslusif, yang tinggal juga hanya orang elit. Sejumlah dampak kerugian, dari masalah lingkungan, sosial, hingga spiritual, menjadi tanggungan masyarakat akibat ulah proyek PIK 2.

Kecelakaan truck pengangkut material tanah timbun proyek PIK 2 yang menimbulkan korban jiwa, adalah salah satu kerugian yang dialami rakyat. Sementara kerusakan jalan akibat hilir mudik truck, menimbulkan polusi dan kecelakaan, adalah kerugian tambahan yang harus dihitung. Belum lagi, negara harus mengeluarkan kocek untuk merawat dan memperbaiki jalan, yang dimanfaatkan untuk hilir mudik kendaraan proyek PIK 2.

Terpisah, FORUM PURNAWIRAWAN PEJUANG INDONESIA (FPPI) juga turut bersuara dengan mengeluarkan pernyataan yang dibuat di Surabaya, tanggal 21 November 2024. Menurut FPPI, Aguan semestinya harus ditangkap dan diadili.

Dalam kasus perampasan tanah dan pencurian 5 kontainer yang korbannya Supardi Kendi Budiarjo & Nurlela, Aguan diketahui telah merampas tanah dan dijadikan komplek perumahan Golf Lake Residence oleh PT Sedayu Sejahtera Abadi, dimana saat peristiwa perampasan terjadi Aguan dan anaknya Alexander Halim Kusuma bertindak sebagai organ pengendali korporasi PT Sedayu Sejahtera Abadi.

Kasus tersebut telah dilaksanakan gelar perkara dan telah terbit rekomendasi hasil gelar perkara tgl 02 Agustus 2017.

Selajutnya, FPPI menuntut agar Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia segera menangkap Aguan dan meningkatkan statusnya sebagai Tersangka dalam kasus perampasan tanah Supardi Kendi Budiardjo dan Nurlela.

Jadi, Aguan bisa segera ditangkap oleh Polisi. Baik melalui kasus perampasan tanah di Proyek PIK 2, atau dengan kasus perampasan tanah Supardi Kendi Budiardjo & Nurlela di Cengkareng. [].

Simak berita dan artikel lainnya di Google News