Oleh: Ahmad Khozinudin SH
Sebagaimana dikabarkan media, Muhammad Said Didu akan kembali diperiksa oleh penyidik Polres Kabupaten Tangerang di Tigaraksa pada hari Selasa tanggal 19 November 2024, sehubungan dengan aktivitasnya menggunakan hak konstitusional untuk berpendapat di muka umum, sebagai bentuk advokasi publik atas terjadinya kasus perampasan tanah rakyat berdalih Proyek Strategis Nasional (PSN), yang terjadi di proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2).
Berkenaan dengan hal itu, kami Advokat, Ulama & Tokoh Nasional, menyampaikan sikap dan pandangan hukum sebagai berikut:
Pertama, Proyek Strategis Nasional adalah proyek dan/atau program yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
Proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) tidak memenuhi kualifikasi sebagai proyek strategis nasional, karena tidak bertujuan untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
Proyek PIK 2 tidak ada hubungannya dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah, melainkan hanya proyek oligarki property yang bertujuan menciptakan lahan bisnis untuk membangun property demi tujuan keuntungan/laba korporasi, yang hanya meningkatkan keuntungan bagi para pemegang saham.
Kedua, rakyat yang terdampak proyek PIK 2 tidak akan mendapatkan keuntungan, karena bukan pemegang saham. Sebaliknya, rakyat yang terdampak dirugikan karena dipaksa menyerahkan lahannya dengan dalih dibebaskan untuk kepentingan umum.
Kerugian yang dialami rakyat meliputi kerugian finansial, kerugian sosial hingga kerugian spiritual.
Kerugian spiritual berupa hilangnya syi’ar dakwah Islam, hilangnya aktivitas ibadah umat Islam, hilangnya syi’ar Maulid, Rathiban, pengajian hingga Sholat Berjama’ah karena lokasi terdampak akan digusur dan dijadikan kawasan perumahan elit, yang berdampak pada hilangnya Masjid dan Musholla, hilangnya perkampungan dan komunitas masyarakat Banten yang coraknya Islami, yang mana nilai kerugiannya tidak bisa dikompensasi lainnya dengan nominal uang berapapun jumlahnya atau dengan kompensasi berapapun dan dalam dalam bentuk apapun, apalagi hanya dengan rencana Aguan membangun 1 Masjid.
Ketiga,Praktik pembebasan lahan PIK 2 yang menggunakan metode pengadaan tanah untuk kepentingan umum, hanya diganti rugi dan dititipkan secara konsinyasi di pengadilan bagi yang menolak, bertentangan dengan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Jo UU Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja.
Dalam ketentuan Pasal 1 ayat 6 UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, ditegaskan bahwa ‘Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat’.
Sementara itu, proyek PIK 2 bukanlah proyek untuk kepentingan umum, karena bukan untuk kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, melainkan hanya untuk kepentingan korporasi property, untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran dan kekayaan oligarki property, Aguan dan konco-konconya.
Alhasil, Proyek PIK 2 tidak boleh dilabeli PSN, lalu cara membebaskan lahannya menggunakan ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, yang langsung mengambil tanah rakyat tanpa negosiasi dengan dalih untuk kepentingan umum. PIK 2 murni proyek swasta, tidak ada kaitannya dengan kepentingan Negara, sehingga status PSN yang diberikan negara harus dicabut karena bertentangan dengan undang-undang.
Ketiga, kerugian yang dialami Negara berupa munculnya ‘Entitas Negara Dalam Negara’ berupa Kawasan Perumahan Ekslusif, dan berkurangnya potensi pendapatan negara dari sektor PPH dan BPHTB dalam peralihan hak atas tanah karena dampak status PSN Proyek PIK 2, adalah satu pelanggaran hukum yang terkategori korupsi dengan menyalahgunakan wewenang atau melakukan perbuatan melawan hukum, yang menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang dapat menimbulkan kerugian keuangan negara, sehingga wajib diproses secara hukum oleh institusi berwenang dengan ketentuan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Keempat, Saudara Muhammad Said Didu dalam kasus ini hanyalah seorang warga negara yang sedang menjalankan aktivitas menyampaikan pendapat dimuka umum, yang merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28 UUD 1945.
Kelima, Saudara Muhammad Said Didu dalam persepektif akidah Islam sedang menjalankan ibadah sesuai keyakinan Agama Islam berupa aktivitas ibadah dalam bentuk dakwah amar Ma’ruf nahi mungkar, yang juga merupakan hak konstitusional yang telah diatur dalam Pasal 29 UUD 1945.
Keenam, karena itu, dengan dalih dan alasan apapun, Saudara Muhammad Said Didu tidak dapat dipersoalkan secara hukum, karena sedang menjalankan hak konstitusional yang dijamin oleh konstitusi Negara. Sehingga, segala tindakan yang mempersoalkan aktivitas berpendapat dan menjalankan kewajiban dakwah amar Ma’ruf nahi mungkar, dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminalisasi.
Ketujuh, kami menolak keras upaya kriminalisasi terhadap Saudara Muhammad Said Didu. Kami menduga kuat bahkan sampai derajat meyakini apa yang menimpa Saudara Muhammad Said Didu adalah bagian dari upaya yang dilakukan Saudara Sugiyanto Kusumo alias Aguan yang merupakan pengemban di proyek PIK 2, untuk membungkam setiap aktivitas kritik terhadap proyek PIK 2. Karena dalam proyek PIK 2, Saudara Aguan adalah pihak yang paling diuntungkan dari aktivitas bisnis property dikawasan PIK 2.
Berdasarkan hal-hal sebagaimana dikemukakan diatas, maka kami Advokat, Ulama & Tokoh Nasional, menyampaikan tuntutan hukum sebagai berikut:
1. Kami menuntut kepada pemerintah cq. Presiden Prabowo Subianto untuk segera membatalkan status PSN pada Proyek PIK 2, dan mengembalikan kedaulatan tanah seluruh rakyat Indonesia.
2. Kami menuntut kepada KPK dan Kejaksaan Agung untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan pada proyek PIK 2 atas adanya dugaan korupsi dengan menyalahgunakan wewenang atau melakukan perbuatan melawan hukum, yang menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang dapat menimbulkan kerugian keuangan negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
3. Kami menuntut agar Kepala Kepolisian Negara Republik Cq. Polres Kabupaten Tanggerang, untuk segera mengakhiri kriminalisasi terhadap Saudara Muhammad Said Didu.
4. Kami bersama segenap elemen rakyat, menyatakan mengambil alih dan terlibat langsung dalam advokasi perampasan tanah rakyat di proyek PIK 2, sekaligus menyeru kepada segenap rakyat untuk melawan ‘Entitas Negara Dalam Negara’ yang sedang mengangkangi negeri ini.
Demikian pernyataan dan tuntutan disampaikan.
Jakarta, 17 November 2024
Tertanda
Advokat, Tokoh & Ulama Nasional
1. Ahmad Khozinudin
2. Refly Harun
3. Letjen TNI (Purn) Soenarko
4. Anthony Budiawan
5. Edy Mulyadi
6. Marwan Batubara
7. Muslim Arbi
8. Juju Purwantoro
9. Meidy Juniarto
10. Ismar Syafrudin
11. Ust Eka Jaya
12. Buya Fikri Bareno
13. Ust Namruddin DF
14. Kurnia Tri Royani
15. Fitransyah Delly
15. Anwar Silalahi
16. Aziz Yanuar
17.
Silahkan diteruskan….