Kriminalisasi Guru; Momok Dunia Pendidikan

Oleh: Untung Nursetiawan, Pemerhati Sosial Kota Pekalongan

Kriminalisasi guru menjadi isu yang saat ini banyak dibicarakan, terutama setelah kasus guru Supriyani di Sulawesi Tenggara dan Marsono di Wonosobo viral. Dalam konteks pembinaan kedisiplinan siswa, guru yang seharusnya menjadi panutan dan pengarah dalam kedisiplinan siswa kini merasa tertekan dan khawatir untuk bertindak tegas dalam menjalankan tugasnya. Tindakan yang dulunya dianggap sebagai bagian dari tugas dan tanggung jawab guru kini dapat berpotensi menjerumuskan mereka ke dalam masalah hukum, bahkan ancaman penjara. Fenomena ini tidak hanya mengancam profesionalitas guru, tetapi juga mengganggu kualitas pendidikan di Indonesia.

Di dalam dunia pendidikan, peran guru bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pembimbing dan pendidik yang bertanggung jawab atas perkembangan karakter siswa. Salah satu aspek penting dari tugas ini adalah pembinaan kedisiplinan siswa. Disiplin yang diterapkan oleh guru di ruang kelas sangat penting untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dan mendukung perkembangan siswa secara menyeluruh.

Namun, di era yang semakin kompleks ini, pembinaan kedisiplinan sering kali berbenturan dengan pandangan dan persepsi masyarakat yang semakin sensitif terhadap isyu hak asasi manusia (HAM). Tindakan yang dianggap perlu oleh guru untuk mendidik siswa, seperti memberi peringatan keras atau melakukan tindakan tegas, bisa dianggap sebagai kekerasan atau pelanggaran HAM. Dalam beberapa kasus, tindakan ini bahkan berujung pada pelaporan hukum terhadap guru.

Guru yang berniat untuk mendidik dan membina kedisiplinan siswa kini terjebak dalam dilema besar. Mereka harus mempertimbangkan setiap langkah dengan hati-hati, karena tindakan yang keliru atau terlalu tegas bisa membuat mereka terseret dalam proses hukum. Ketakutan akan kriminalisasi ini menjadi momok yang menakutkan bagi banyak guru.

Kriminalisasi guru terjadi ketika tindakan yang diambil oleh guru dalam menjalankan tugasnya di ruang kelas dianggap melanggar hukum atau hak asasi siswa. Dalam beberapa kejadian, meskipun tujuan guru adalah untuk mendisiplinkan siswa, siswa atau orang tua seringkali melaporkan guru tersebut dengan tuduhan kekerasan atau perlakuan yang tidak manusiawi.

Fenomena ini menciptakan ketakutan yang mendalam di kalangan guru. Mereka takut jika langkah tegas yang diambil untuk menegakkan kedisiplinan justru berbalik menyerang mereka secara hukum. Hal ini menyebabkan banyak guru menjadi lebih berhati-hati dalam bertindak, bahkan ada yang merasa tidak mampu untuk menegakkan aturan sekolah dengan tegas. Sebagai akibatnya, kelas yang seharusnya menjadi tempat untuk belajar dan berkembang justru menjadi arena yang kurang terkendali.

Bahkan, dalam beberapa kasus, ancaman hukuman penjara atau denda besar membuat guru merasa terperangkap dalam ketidakpastian. Akibatnya, mereka cenderung memilih diam atau menghindari tindakan tegas, meskipun sebenarnya diperlukan tindakan untuk menciptakan lingkungan belajar yang disiplin dan penuh tanggung jawab. Ketakutan ini tidak hanya berdampak pada profesi guru, tetapi juga pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Jika guru takut bertindak, maka pembinaan kedisiplinan siswa akan semakin sulit terlaksana, yang pada gilirannya memengaruhi kualitas pembelajaran.

Ketakutan guru untuk bertindak tegas dalam membina kedisiplinan juga berdampak negatif pada sikap dan perilaku siswa. Tanpa adanya batasan dan pengawasan yang jelas, siswa mungkin merasa tidak ada konsekuensi atas perilaku buruk atau ketidakdisiplinan mereka. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan yang lebih besar dalam jangka panjang, baik dari sisi perkembangan karakter siswa maupun suasana belajar yang kondusif di kelas.

Siswa yang tidak diajarkan untuk bertanggung jawab atas perilaku mereka akan kesulitan untuk berkembang menjadi individu yang memiliki kedisiplinan tinggi. Mereka juga akan kesulitan untuk memahami pentingnya nilai-nilai seperti tanggung jawab, kejujuran, dan rasa hormat terhadap orang lain apalagi yang lebih tua. Akibatnya, meskipun mereka mungkin memiliki kemampuan akademik yang baik, mereka tidak siap menghadapi tantangan hidup di luar sekolah.

Di sisi lain, ketidakmampuan guru untuk bertindak tegas juga dapat menciptakan ketidakadilan di dalam kelas. Siswa yang patuh dan disiplin bisa merasa dirugikan karena ketidakadilan yang muncul akibat ada perilaku dari siswa yang kurang disiplin, namun tidak ada tindakan tegas yang diambil oleh guru atau sekolah untuk menegakkan aturan yang ada. Ini juga bisa mempengaruhi motivasi belajar siswa, karena mereka melihat bahwa tidak ada pengaruh atau konsekuensi langsung terhadap perilaku yang salah.

Untuk itulah, untuk mengatasi masalah kriminalisasi guru, diperlukan langkah-langkah konkrit yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, orang tua hingga masyarakat. Salah satu langkah yang perlu diambil adalah memberikan perlindungan hukum yang jelas bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Pemerintah perlu merumuskan regulasi yang memastikan bahwa tindakan guru dalam membina kedisiplinan siswa tidak dipandang sebagai pelanggaran hukum selama dilakukan dengan cara yang wajar dan sesuai dengan etika profesi.

Selain itu, penting untuk memberikan pembekalan kepada guru mengenai teknik-teknik pengelolaan kelas yang baik dan efektif dalam membina kedisiplinan siswa. Pelatihan-pelatihan ini dapat membantu guru untuk lebih percaya diri dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan, tanpa merasa takut atau terancam secara hukum. Guru juga perlu dilibatkan dalam diskusi dan workshop mengenai bagaimana cara menyelesaikan konflik dengan siswa tanpa harus menggunakan kekerasan, serta bagaimana cara berkomunikasi yang efektif dengan orang tua siswa.

Tidak kalah pentingnya adalah membangun kesadaran di kalangan masyarakat dan orang tua tentang peran penting guru dalam mendidik dan membina kedisiplinan siswa. Masyarakat dan orang tua perlu diberikan pemahaman bahwa tindakan tegas yang diambil oleh guru bukanlah bentuk kekerasan, tetapi merupakan bagian dari tugasnya sebagai pendidik. Oleh karena itu, kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung profesionalitas guru.

Kriminalisasi guru merupakan fenomena yang sangat memprihatinkan dan berpotensi menghambat upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Ketakutan guru untuk bertindak tegas dalam pembinaan kedisiplinan siswa dapat merusak sistem pendidikan dan masa depan generasi muda. Untuk itu, perlindungan hukum bagi guru dan pembekalan yang memadai dalam hal pengelolaan kelas sangat penting agar guru bisa menjalankan tugasnya tanpa rasa takut. Dengan dukungan dari semua pihak, diharapkan guru dapat kembali menjadi figur yang dihormati dan diandalkan dalam membina karakter dan kedisiplinan siswa. Semoga

Simak berita dan artikel lainnya di Google News