Terjebak Cengkraman Asing, Prabowo dan Semangat “MALARI”

Oleh: Agusto Sulistio – Pendiri The Activist Cyber, Pegiat Sosmed

Protes mahasiswa tahun 1974, yang puncaknya pada 15 Januari 1974 dikenal sebagai Peristiwa 15 Januari atau disingkat “MALARI”, adalah tonggak perlawanan terhadap dominasi asing, khususnya Jepang, dalam ekonomi Indonesia. Terpusat di Kampus Universitas Indonesia (UI) di Salemba, Jakarta Pusat, Ketua Dewan Mahasiswa UI, Hariman Siregar, bersama Dema Universitas lainnya, protes ini mencerminkan keinginan kuat untuk kemandirian ekonomi. Mereka menentang ketergantungan pada investasi dan produk asing yang tidak memperkuat industri dalam negeri serta menuntut agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi produk Jepang, tetapi membangun industrinya sendiri yang mampu menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya.

Kini, setelah hampir lima dekade, kekhawatiran mahasiswa era Malari terbukti. Indonesia dihadapkan pada tantangan berat dengan ketergantungan yang berlarut-larut. Di bawah pemerintahan Prabowo Subianto, kondisi ini tampak semakin rumit. Presiden Prabowo tidak hanya menghadapi persoalan ketahanan pangan dan energi yang kritis, tetapi juga warisan masalah yang kompleks, termasuk korupsi yang merajalela, utang yang besar, dan banjir produk serta investasi asing yang telah menguasai hampir seluruh sektor. Keadaan ini membuat Indonesia terkepung oleh kekuatan ekonomi asing, dan kebijakan yang diambil menjadi semakin terbatas ruang geraknya.

Situasi ini ibarat lampu merah bagi bangsa, menuntut kepemimpinan yang tegas dan berani. Tidak ada lagi ruang bagi pejabat yang bermain-main atau mencari keuntungan pribadi dan kelompok di tengah kondisi bangsa yang genting. Seperti semangat Malari, pemerintahan Prabowo perlu mendobrak pola lama yang memungkinkan dominasi asing dan melangkah ke arah kemandirian yang lebih besar.

Untuk menghadapi tantangan ini, pemerintah perlu memprioritaskan beberapa langkah strategis secara objektif. Pemerintah perlu mendorong industri yang dapat memenuhi kebutuhan domestik, terutama di sektor pangan dan energi. Investasi asing harus dipilah dengan tegas, hanya diizinkan jika memberikan manfaat nyata bagi industri lokal, alih teknologi, dan membuka lapangan kerja dengan prioritas pada tenaga kerja Indonesia.

Dalam menghadapi para koruptor yang telah berakar, pemerintahan Prabowo perlu menegakkan hukum tanpa kompromi. Hal ini termasuk pengawasan ketat terhadap para pejabat, pejabat daerah, dan mitra bisnis pemerintah agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang hanya merugikan kepentingan rakyat.

Pengelolaan utang harus difokuskan pada proyek-proyek yang akan mengurangi ketergantungan pada impor, meningkatkan nilai tambah, dan mengurangi pengaruh asing dalam sektor-sektor strategis.

Sektor UMKM harus diberdayakan melalui dukungan teknologi, permodalan, dan akses pasar yang adil. Ekonomi kerakyatan ini dapat menjadi penyangga ekonomi nasional yang mandiri dan mengurangi dominasi asing.

Pemerintah perlu melakukan pembatasan impor produk yang tidak mendesak serta meningkatkan kualitas dan daya saing produk lokal. Ini akan melindungi produsen dalam negeri dan memperkuat daya saing industri lokal.

Salah satu kebijakan Pemerintahan Prabowo yang menghapus hutang petani, nelayan dan sektor pekerja lainnya merupakan bukti keseriusan Presiden Prabowo dari semangat dan pidato Prabowo yang menggelegar disamping perlu tindakan nyata lainnya yang berani dan terukur.

Di tengah kondisi ini, masyarakat dan para pemangku kepentingan perlu bekerja bersama untuk mendukung kebijakan yang berpihak pada kepentingan bangsa. Perjuangan Prabowo memang tidak mudah, tetapi langkah-langkah konkrit yang objektif dan fokus dapat membawa Indonesia lebih dekat pada kemandirian dan kesejahteraan yang diidamkan sejak masa Malari.

Contoh Negara yang Berhasil Keluar dari Cengkraman Asing

Reformasi Ekonomi Deng Xiaoping (1978)
Setelah periode panjang ketergantungan pada Uni Soviet dan negara-negara Barat, China berhasil keluar dari cengkraman asing melalui kebijakan reformasi ekonomi yang digagas oleh Deng Xiaoping pada tahun 1978. Deng memperkenalkan Reformasi dan Kebijakan Terbuka yang membuka pasar domestik untuk investasi asing namun dengan syarat transfer teknologi dan pembangunan industri lokal. China mendorong produksi dalam negeri dengan fokus pada pembangunan sektor manufaktur dan infrastruktur, serta mendiversifikasi industri dari ketergantungan pada produk luar. Keputusan ini membentuk landasan bagi China untuk menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia dalam beberapa dekade berikutnya. Dalam proses ini, China berhasil mengurangi ketergantungan pada impor dan menguatkan basis industrinya.

India – Kebijakan Liberalisasi Ekonomi (1991)

India menghadapi krisis ekonomi yang disebabkan oleh utang luar negeri yang besar dan ketergantungan pada bantuan asing. Pada tahun 1991, Pemerintah India, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Narasimha Rao dan Menteri Keuangan Manmohan Singh, melaksanakan serangkaian reformasi ekonomi untuk membuka ekonomi, mengurangi ketergantungan pada bantuan asing, dan memperkuat sektor domestik. Kebijakan ini meliputi pengurangan tarif impor, privatisasi perusahaan negara, dan pembenahan kebijakan moneter. Walaupun India tetap terbuka terhadap investasi asing, kebijakan ini berhasil memperkuat sektor dalam negeri dan meningkatkan daya saing ekonomi India secara signifikan.

Korea Selatan – Transformasi Ekonomi (1960-an hingga 1980-an)

Pada awal 1960-an, Korea Selatan adalah negara yang sangat bergantung pada bantuan asing dan sektor pertanian. Namun, dengan kebijakan industrialisasi yang digagas oleh Presiden Park Chung-hee, negara ini berhasil mengurangi ketergantungan pada negara asing. Korea Selatan memanfaatkan investasi asing untuk pembangunan infrastruktur dan teknologi, tetapi pada saat yang sama mendorong perkembangan industri domestik melalui kebijakan proteksionis. Pada tahun 1980-an, Korea Selatan mulai mengembangkan merek-merek lokal yang mampu bersaing di pasar global, seperti Samsung dan Hyundai. Kebijakan ini memungkinkan Korea Selatan untuk menjadi negara dengan ekonomi terbesar di Asia setelah Jepang.

Keberhasilan negara-negara ini menunjukkan bahwa meskipun investasi asing penting, namun kemandirian ekonomi dapat dicapai dengan kebijakan yang tepat, yang memberi ruang bagi industri dalam negeri untuk berkembang dan mengurangi ketergantungan pada produk dan teknologi asing. Bagi Indonesia, langkah-langkah serupa yang dilaksanakan oleh pemerintahan Prabowo akan sangat penting dalam mewujudkan kemandirian ekonomi yang sesungguhnya dan mengurangi cengkraman asing yang telah lama menguasai pasar Indonesia.

Kalibata, Kamis 14 November 2024, 09:27 Wib.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News