Penindasan Rezim Oligarki di PIK-2: Bangkitkan Public Disobedience dan Perlawanan Rakyat

Marwan Batubara, Petisi 100

Prabowo melantik para menteri Kabinet Merah Putih pada 21 Oktober 2024. Maruarar (Ara) Sirait diangkat menjadi Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Menurut Ara, Sesuai arahan Prabowo, pemerintah akan membangun 3 juta unit rumah per setahun. Untuk itu Ara akan berpatner dengan swasta, antara lain dengan Agung Sedayu.

Rencana pembangunan 3 juta unit rumah resmi diawali dengan membangun 250 unit di Desa Sukawali, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang (1/11/2024). Pembangunan akan dilaksanakan Agung Sedayu, milik Aguan alias Sugianto Kusuma. Saat itu Aguan sempat menyatakan akan membangun masjid besar dan mewah di kawasan PIK-2.

Aguan bersama Anthony Salim merupakan konglomerat pengembang poyek PIK-2, di bawah bendera Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI). Dengan terlibat proyek 3 juta rumah bersama pemerintah, maka proyek PIK-2 milik PANI tampaknya akan berjalan lancar. Aguan dan Salim yang terlibat berbagai pelanggaran konstitusi, hukum dan kejahatan kemanusiaan melibatkan PANI dalam pembebasan lahan di sekitar 9 kecamatan Provinsi Banten utara, bisa pula lolos, atau bahkan mendapat *endorsement* proyek PIK-2 dari Pemerintahan Prabowo.

Padahal, proyek PIK-2 merupakan contoh konkrit State-Corporate Crime (SCS), kejahatan zolim sistemik yang melibatkan pemerintah/state dan perusahaan/corporates. Maka, sudah sangat mendesak jika status PSN-nya dicabut dan proyeknya dihentikan. Bahkan pengembangnya, Aguan dan Salim, bersama sejumlah pejabat negara, tingkat pusat dan daerah, harus diproses secara hukum! Mari kita telusuri.

Proyek PIK-2 ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN) melalui konspirasi jahat oligarki penguasa pimpinan Jokowi dan pengusaha hitam, Aguan dan Salim. PIK-2 didukung pula oleh sejumlah pimpinan partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), terutama Golkar, Gerindra dan PAN. Ketua Golkar saat masih menjabat, Airlangga Hartarto, menerbitkan Permenko Perekonomian No.6/2024, dua hari setelah pengumuman pemenang Pilpres 2024, dimana salah satu poin pentingnya menetapkan proyek PIK-2 sebagai PSN.

Sesuai ketentuan PP No.42/2021, ada tujuh manfaat yang didapat suatu proyek jika memperoleh status PSN: 1) kemudahan perizinan dalam percepatan proses perencanaan, penyiapan, transaksi, konstruksi, dst.; 2) kemudahaan pembiayaan; 3) jaminan pemerintah jika biaya proyek bersumber pembiayaan lain; 4) fasilitas program dan anggaran untuk penanganan dampak sosial; 5) kemudahan penyelesaian masalah hukum yang timbul; 6) tax holiday yang berbeda dengan tax holiday yang berlaku saat ini; dan 7) mendapat fasilitas pajak daerah berupa pengurangan, pembebasan, pemotongan dan penundaan pembayaran pokok, maupun sanksi Pajak Daerah dan Retribusi daerah (PDRD).

Dengan status PSN, pengembang PIK-2 telah menjalankan proyek sesuka hati, kebal hukum dan amoral, terutama agar dapat keuntungan semaksimal mungkin, biaya seminimal mungkin dan cepat selesai. Pelaksanaan proyek dapat berjalan demikian karena didukung penuh aparat-aparat kepolisian, TNI, ASN, satpol PP dan kawanan preman, serta juga pejabat pemerintah mulai dari lurah, camat, bupati, gubernur, sejumlah menteri, hingga Presiden! Bahkan lembaga pengawasan seperti DPRD kabupatan/kota, DPRD provinsi dan DPR pusat, termasuk sejumlah partai pun bungkam atas praktik brutal dan biadab proyek PIK-2.

Terhadap rakyat, dalam membebasan lahan, pengembang PIK-2 antara lain telah nyata merampas hak hidup dan aset rakyat, tanpa rasa keadilan dan kemanusiaan. Aguan dan Salim bersama kelompok pejabat, aparat dan preman di atas telah mempraktekkan kebijakan ala penjajah VOC berupa: 1) menggusur rakyat secara paksa; 2) menurunkan NJOP sarat konspirasi jahat; 3) memaksa jual lahan sesuai NJOP sangat rendah; 4) mengintimidasi, menguntit, menekan, meneror, menebar ketakutan; 5) mengisolasi atau menutup akses dengan tembok atau menguruk lahan sekitar, jika menolak; 6) mengkriminalisasi rakyat yang mempertahankan hak; 7) menimbun lahan meski belum bayar ganti rugi; 8) merusak jalan lingkungan sebagai fasilitas pendukung aktivitas dan kehidupan rakyat; 9) menggunakan truk-truk pengangkut tanah tanpa nomor polisi; 10) mengoperasikan truk penyebab polusi dan pengganggu kenyamanan publik; 11) menyebabkan korban hingga ada yang mati tanpa proses hukum, ganti rugi; 12) membangun proyek tanpa batas wilayah yang jelas sejak awal; 13) menciptakan kondisi sulit dan tak nyaman agar rakyat pindah dan menerima “perintah relokasi”; 14) menyebabkan banjir bagi daerah sekitar proyek PIK-2, setelah proyek diurug; 15) menyita surat tanah rakyat dengan membayar DP, namun tidak melunasi; 16) menghentikan sumber ekonomi dan mata pencaharian rakyat yang biasa hidup sebagai petani, petambak, nelayan, dll. Semau fakta ini tidak asbun atau sekedar onon-omon. IRESS dan sahabat M. Said Didu memiliki data-data faktual kejahatan sistemik ala VOC di atas, yang telah berlangsung sejak April/Mei 2024, hingga sekarang!

Terhadap negara, pengembang PIK-2 berada di atas negara, sehingga nekad mencaplok aset-aset negara tanpa ganti rugi dan tanpa peduli dampak negatif terhadap mobilitas, akses, ekonomi, lingkungan dan kehidupan rakyat. Aset negara tersebut antara lain berupa jalan-jalan provinsi, kabupaten/kota, jalan lingkungan, irigasi, sungai-sungai, bantaran sungai, hutan mangrove, tanah timbul, pantai, muara, dan laut (bahkan laut pun sudah dipatok!) Seluruh aset negara dan ruang/fasilitas publik bernilai ratusan ini Rp ini hilang tanpa bekas dan tanpa ganti rugi kepada negara/publik. Hal ini dibiarkan begitu saja atau bahkan dilindungi oleh penyelenggara negara yang dipimpin oleh Joko Widodo!

Prilaku zolim, rakus dan menghalalkan segala cara ala VOC pengembang PIK-2 jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip moral Pancasila, yang antara lain melanggar sila-2, sila ke-4, dan sila ke-5 Pancasila. Pengembang PIK-2 sudah menganggap wilayah utara Pantai utara Banten, terbentang sekitar 100 km ke arah Merak, seakan milik mereka, terutama karena mendapat dukungan penuh rezim Jokowi yang mencengkeram Indonesia melalui sistem pemerintahan oligarki yang terlibat kejahatan SCC dan dukungan China RRC.

Permenko No.6/2024 berisi norma penting dan strategis bagi negara dan rakyat yang mestinya diatur dalam UU. Penyeludupan norma hukum ini jelas melanggar konstitusi: a) Pasal 1 ayat (2): Kedaulatan berada di tangan rakyat; b) Pasal 22A: ketentuan yang harus dijalani dalam membentuk UU; c) Pasal 27 ayat (1): Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum; d) Pasal 28C ayat (2): Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan hak. Permenko No.6 juga melanggar Pasal 5 huruf-huruf a, e, f dan g, UU No.12/2011 tentang Proses Pembentukan Per-UU-an.

Penindasan rakyat di PIK-2 melanggar minimal 6 dari 10 amanat konstitusi UUD 1945 tentang HAM. Hak-hak tersebut meliputi: mempertahankan hidup dan kehidupan (28A), memenuhi kebutuhan dasar (28C), jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama dihadapan hukum (28D), memilih tempat tinggal dan berpendapat (28E), perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, serta rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan (28G), mendapat perlakuan adil; hak milik pribadi tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang (28H), hak hidup, tidak disiksa, diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan bebas perlakuan diskriminatif (28I).

Motivasi utama kejahatan sistemik state-corporate crime (SCC) ini meraih untung semaksimal mungkin dan menekan biaya seminimal mungkin. Menurut sahabat M. Said Didu, potensi keuntungan yang dapat diraih mencapai Rp 20.000 triliun! Biaya minimal antara lain diraih dengan memaksa rakyat menjual tanah serendah mungkin, sesuai NJOP Rp 50.000 per meter. Padahal harga jualnya Rp 30 hingga Rp 35 jta per meter. Bisnis kotor dan serakah oligarki bernilai Rp 20.000 ini ingin tetap berlanjut walau pemerintah berganti.

Keserakahan dan otoritarianisme rezim oligarki Jokowi di PIK-2 melanggar tiga prinsip dasar bernegara, yakni Pancasila, UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan berlaku. Konspirasi jahat proyek PIK-2 telah berperan sebagai suatu negara dalam negara, berkuasa tanpa batas menguasai aset negara dan rakyat, serta sumber hidup dan kehidupan rakyat. Mereka bebas berbuat semaunya dan kebal dari jangkauan hukum dan keadilan. Rakyat sudah tidak merasakan kehadiran negara di wilayah PIK-2 dan sekitarnya.

Karena itu, sudah waktunya rakyat bersatu membangun rasa kebersamaan, bekerjasama dalam langkah-langkah advokasi, dan sekaligus membangkitkan aksi-aksi pembangkangan (disobedience) dan perlawanan kepada negara yang berlaku fasis. Rakyat Banten bersama rakyat Jabodetabek dan seluruh Indonesia, harus segera bangkit menggugat rezim penindas pro oligarki dan pro China, yang telah mengangkangi daulat rakyat, serta mengkhianati prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan.

Perlawanan rakyat harus terus digelorakan sambil menyampaikan tujuh tuntutan yang harus dilaksanakan pemerintahan Prabowo (tanpa Gibran) sbb:

Pertama, batalkan proyek PIK 2 segera, yang otomatis membatalkan status PSN-nya;

Kedua, tangkap dan adili pengembang proyek PIK 2 karena terlibat kejahatan SCC dan kemanusiaan;

Ketiga, tuntut pelaku SCC ganti rugi ratusan hingga ribuan triliun Rp, karena telah merugikan negara rakyat secara materil dan moril;

Keempat, gugat oligarki pemilik PANI yang terdaftar di BEI ke arbitrase internasional;

Kelima, proses hukum pelaku SCC karena telah melakukan pelanggaran HAM Berat;

Keenam, audit proyek PIK-2 dan semua kebijakan dan peraturan pendukungnya secara menyeluruh, agar spekulasi bahwa Jokowi dan sejumlah menterinya memiliki saham di PIK-2 terjawab;

Ketujuh, bentuk Pansus PIK-2 di DPR guna menghukum SCC, memulihkan daulat rakyat dan membebaskan partai dari cengkeraman oligarki dan politik sandera Jokowi.

Presiden Prabowo pernah menyatakan tidak akan membiarkan adanya kekuasaan negara dalam negara (20/10/2024). Ternyata rezim oligarki Jokowi telah mewariskan negara dalam negara di PIK-2. Karena ketidakhadiran NKRI, rakyat Banten di PIK-2 telah kalah, terpuruk, terjajah dan dirampok saat berhadapan dengan Negara PIK-2 pimpinan Aguan dan Salim, yang didukung rezim Jokowi, hingga sekarang! Tampaknya pidato Prabowo tersebut hanya omon-omon, tanpa koreksi dan upaya menghapus proyek negara dalam negara. Sebab, faktanya Prabowo mengangkat Ara, “utusan” negara PIK-2, sebagai menteri PKP dan bahkan menjadikan Aguan, “Presiden” Negara PIK-2, sebagai patner proyek 3 juta rumah!

Prilaku negara dalam negara rezim oligarki Jokowi telah berlangsung di Rempang (Permenko No.7/2023) dan berlanjut di PIK-2 (Permenko No.6/2024). Terbuka kemungkinan, jika Prabowo terus beromon-omon dan DPR dan partai-partai tidak peduli, maka proyek-proyek oligarki sejenis Rempang dan PIK-2 akan muncul di berbagai daerah lain. Apapun itu, rakyat Banten dan rakyat Indoensia harus siap membangkang dan melawan kezoliman dan penindasan rezim oligarki PIK-2. PRABOWO dan ANDA hanya akan diam, Pro Negara PIK-2 atau siap memihak RAKYAT TERTINDAS?[]

Jakarta, 13 November 2024.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News