Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat
Baru selesai pulang dari acara perlawanan pada agenda oligarki property dengan tema ‘PSN DAN PIK 2, DERITA RAKYAT BANTEN TERDAMPAK: MENAGIH KOMITMEN KERAKYATAN PRESIDEN PRABOWO’ di Jakarta (7/11), penulis mendapat kiriman sejumlah video kerusuhan di kecamatan Teluk Naga, Tanggerang. Dalam video, terlihat sejumlah massa membakar dan merusak mobil truck pengangkut material tanah untuk lahan PIK 2.
Kabarnya, peristiwa dipicu dampak yang merugikan masyarakat sekitar proyek PIK 2, dari aktivitas pengurukan lahan proyek menggunakan sejumlah kendaraan truck yang beroperasi 24 Jam. Jalanan umum warga jadi rusak, polusi, memicu terjadinya banyak kecelakaan.
Sambil menyimak sejumlah video dan komplain sejumlah warga, penulis jadi ingat materi pandangan tokoh di acara silaturahmi tokoh bangsa, yang berkesimpulan sama yakni proyek PIK 2 harus dibatalkan. Status PSN nya harus dicabut.
Bang Marwan Batubara, menyampaikan pandangan bahwa tidak hanya dibatalkan, tetapi proyek PIK 2 yang merugikan rakyat ini harus diproses secara hukum. Nah, dalam kesempatan menyampaikan pandangan itulah, penulis kembali menyampaikan 4 (empat) kerugian yang dialami rakyat akibat proyek PIK 2.
Pertama, kerugian finansial karena tanah rakyat digusur dan diganti rugi sekenanya. Masyarakat menjadi kehilangan sumber penghidupan, baik sebagai petani, petambak maupun nelayan, sebagaimana disampaikan Bang Edy Mulyadi.
Kedua, kerugian sosial akibat adanya adu domba dan pecah belah antara sesama elemen masyarakat yang dilakukan oleh pengembang. Contohnya, Bang Said Didu yang dilaporkan ke polisi oleh elemen masyarakat, padahal jelas yang ada dibalik pembungkaman itu adalah oligarki pengembang.
Oligarki Property, tidak berani turun sendiri. Melainkan, menggunakan kekuatan kapitalnya, menggerakan elemen masyarakat untuk lapor, memanfaatkan oknum aparat desa, aparat kecamatan, aparat BPN hingga aparat penegak hukum untuk berhadapan dengan rakyat. Konflik sosial akibat polarisasi yang ditimbulkan proyek PIK 2 ini jelas sangat merugikan rakyat.
Ketiga, kerugian spiritual berupa hilangnya kegiatan ibadah dan syia’r dakwah Islam. Potensi hilangnya ratusan Masjid dan Musola yang terdampak proyek, yang juga akan menghilangkan kegiatan ibadah, pengajian, ratiban, maulidan, sholat 5 waktu berjama’ah, adalah kerugian yang tidak dapat diganti dengan natural uang, berapapun jumlahnya. Apalagi, hanya diganti dengan rencana membangun 1 Masjid di Kawasan PIK.
Keempat, kerugian konstitusional dengan adanya eksklusifisme kawasan PIK 2 yang akan menjadi ‘Negara dalam Negara’.
Realitasnya rakyat yang dirugikan. Dalam berbagai aspek. Kerugian akibat pengangkutan material tanah timbunan proyek oleh truk yang beroperasi 24 Jam, yang menyebabkan polusi, jalanan rusak dan kecelakaan, menambah daftar kerugian yang diderita rakyat.
Lantas, siapa yang diuntungkan?
Nah, dalam kesempatan tersebut penulis sampaikan bahwa yang paling diuntungkan dari Proyek PIK 2 adalah Sugiyanto Kusuma alias Aguan dan Anthony Salim (Salim Group), karena kedua orang ini adalah pemegang saham mayoritas PT Pantai Indah Kapuk 2 (PANI).
Agung Sedayu Group milik Aguan dan Grup Salim milik Anthony Salim merupakan pemegang saham mayoritas PT Pantai Indah Kapuk Dua (PANI).
Agung Sedayu hanya menjadi salah satu pemegang saham, namun Aguan menjabat sebagai Direktur Utamanya. Sementara Grup Salim milik Anthony Salim menjadi pemegang saham utama PANI melalui Tunas Mekar Jaya.
Jadi, siapa yang paling bertanggungjawab atas kerugian masyarakat akibat proyek PIK 2? Jawabnya adalah pihak yang paling diuntungkan oleh proyek PIK 2, yakni Sugiyanto Kusuma (Aguan) dan Anthony Salim.
Karena itu, proses hukum terhadap proyek PIK 2 haruslah diarahkan kepada dua orang ini. Karena alasan itulah, penulis dalam kesempatan penyampaian pandangan menyerukan agar aparat segera menangkap Aguan dan Anthony Salim. Presiden Prabowo harus segera membatalkan status PSN PIK 2.
Aguan sendiri, bersama anaknya Alexander Halim Kusuma semestinya sudah ditangkap dengan status tersangka dalam kasus perampasan tanah klien penulis SK Budiardjo dan Nurlela. Karena keduanya, adalah direksi dan pemegang saham mayoritas PT SSA yang merampas tanah SK Budiardjo & Nurlela, lalu menggunakannya untuk membangun komplek perumahan Golf Lake Residence di Cengkareng, Jakarta Barat. [].