Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
Bagi para pejuang NKRI, pembela rakyat pribumi, pejuang anti komunis, pejuang demokrasi dan pejuang perubahan, mungkin masih harus kecewa. Tampaknya kepemimpinan Prabowo tidak bisa diharapkan
Memang masih ada sebagian pihak yang berprasangka baik kalau Prabowo masih sedang bersiasat dengan Jokowi atau Mulyono. Indikatornya adalah tidak semua keinginan Mulyono dikabulkan. Misalnya keinginan Mulyono meneruskan IKN, agar pelantikan Presiden dan Wakil Presiden di IKN, tetap dilantiknya Prabowo pada tanggal 20 Oktober 2024 yang konon hendak dibatalkan Mulyono, pidato Prabowo pasca pelantikan yang tidak menyinggung jasa-jasa Mulyono bahkan ingin berjuang untuk rakyat, dan berbagai statemen para menteri yang hendak membela rakyat.
Mungkin saja benar kalau Prabowo sedang bersiasat untuk bisa melepaskan diri dari kekuatan Mulyono, walaupun peluang itu semakin kecil mengingat Mulyono masih punya power dan terus menggunakan power itu untuk menyandera Prabowo dan tidak akan segan-segan untuk menghabisi Prabowo jika dilihat sudah mulai “membangkang”.
Berbagai manuver Mulyono sangat intens baik manuver yang lembut, tersembunyi maupun yang kasar dan sadis. Mulyono juga diduga menggunakan kekuatan ilmu hitam (guna-guna) dalam menjebak setiap sanderanya, termasuk Prabowo. Pasukan Mulyono sangat banyak, baik yang kasat mata maupun yang tidak terlihat.
Paling tidak ada lima kekuatan Mulyono yang “menyandera” Prabowo :
Pertama, kekuatan titah Mulyono yang masih ditakuti Prabowo
Fakta yang beredar ke permukaan kalau pada tanggal 13 Oktober (seminggu sebelum pelantikan), Prabowo dipanggil Mulyono ke Solo, dan moment itu menjadi moment ancaman Mulyono yang membuat Prabowo makin tersandera. Karena legalitas dan legitimasi Prabowo hanyalah palsu belaka, maka Prabowo tidak punya kekuatan untuk melawannya.
Kedua, Kekuatan Gibran sebagai Wapres
Sikap diam Prabowo yang telah dihina dan dicaci maki Gibran melalui akun Fufufafa sampai saat ini tidak bisa dilawan Prabowo, bisa jadi karena resikonya terlalu besar, yaitu hilangnya jabatan Presiden bahkan mungkin juga kehilangan nyawanya. Tapi sebenarnya jika Prabowo seorang prajurit sejati yang cerdas dan tulus harus memilih ‘melawan” manuver Fufufafa dengan berani melengserkan Gibran sebagai wapres sekalipun taruhannya kehilangan jabatan atau nyawa sekalipun. Karena Gibran itu selain sangat-sangat tidak layak jadi seorang wapres dari seluruh sisi, juga seorang yang sangat membahayakan NKRI melebihi ayahnya, Mulyono. Masalahnya, apakah Prabowo masih punya nyali dan jiwa prajurit ?
Ketiga, kekuatan para menteri kaki tangan Mulyono
Ketidakmampuan Prabowo untuk menyingkirkan para pembela Mulyono (walaupun kabinetnya harus obesitas), sudah merupakan indikator kalau Prabowo sudah keok bertempur dengan Mulyono. Jabatan Presiden yang memiliki hak prerogatif menjadi lumpuh oleh berbagai tekanan eksternal.
Keempat, Kekuatan para pengikut (baca : penjilat) Mulyono di luar Pemerintahan yang selalu setia
Munculnya kekuatan yang menamakan diri pasukan berani mati adalah para pembela Mulyono yang fanatik.
Mereka bisa berasal dari TNI, Polri, kekuatan “bawah tanah”, atau pun para buzzer rp yang terus menjulurkan lidahnya bagai anjing kehausan. Selama dana bisa terus mengucur, apa pun yang diinginkan Mulyono pasti bisa dilakukan.
Kelima, Kekuatan dari para oligarki dan oligarki taipan
Mulyono dinilai sangat nurut kepada mereka, walaupun taruhannya harus memgorbankan rakyat Indonesia, negara, tatananan hukum, dan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, moral, dan etika. Tapi demi menjadi budak para taipan, Mulyono rela memgorbankan segalanya. Sebenarnya, keluarga Mulyono dan para pengikutnya bukan saja telah kehilangat harga diri dan jati diri, tapi telah jadi pengkhianat bangsa dan negara.
Sangat sulit bagi Prabowo untuk mencari celah perlawanan. Tapi, jika Prabowo benar-benar ingin merubah nasib Indonesia kearah yang lebih baik, pasti banyak jalan menuju Roma. Masalahnya, niat Prabowo jadi Presiden itu untuk apa ? Niat itulah yang akan menentukan apa yang akan terjadi kepada Prabowo dan bangsa ini.
Bandung, 28 R.Akhir 1445