Oleh: Nazlira
Hal yang paling ditakutkan oleh sirkel politik Jokowi serta pendukungnya dari kekuatan oligarki poros Asia Timur adalah bila Presiden Prabowo ‘back to military leadership style’, dan tidak lagi mengekor pada pendahulunya Sang ‘Carpenter’ style.
Mereka cemas, jika itu terjadi, bagaimana dengan nasib Fufufafa yang diharapkan akan menggantikan posisi Prabowo..? Mereka galau, bagaimana dengan kelangsungan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mereka nikmati layaknya pemilik negara kecil didalam bingkai NKRI..? Mereka risau, bagaimana nasib puluhan atau ratusan Proyek Tambang yg telah mereka kooptasi untuk oligarki lokal dan asing..? Mereka takut, bagaimana dengan jebolnya APBN yang mereka korupsi habis-habis lewat proyek abal-abal dan utang luar negeri..?
Ada kekhawatiran besar dari kekuatan politik sirkel Jokowi, bahwa Prabowo sebagai mantan Jenderal TNI akan bangkit kesadarannya untuk mewarnai prinsip-prinsip politiknya dengan filosofi Tri Matra TNI, yakni Kuat Berkuasa di Udara (Swa Bhuwana Paksa), Jaya di Laut (Jalesveva Jayamahe) dan Perkasa di Darat (Kartika Eka Paksi).
Sebab jika kekhawatiran mereka benar, maka yang mereka takutkan pertama kali dari tindakan Prabowo (layaknya Soeharto yang mempereteli sirkel Soekarno) akan segera amputasi sirkel Jokowi dari elemen kelembagaan Yudikatif dan Hankam.
Ini bahaya betul bagi mereka ketika Prabowo melalui mekanisme ketatanegaraan mengganti Kapolri, Jaksa Agung, mengatur penggantian seluruh Komisioner KPK, Ketua MA, Ketua MK dan Panglima TNI dari siapapun yang memiliki kedekatan dengan sirkel Jokowi.
Prabowo juga akan berubah sikap dan tidak lagi seperti masih menjadi bawahan Jokowi. Prabowo akan sulit untuk dibawa untuk mencla-mencle, diajak klemar-klemer dan diarahkan untuk banyak omon-omon zonk seperti pendahulunya.
Mereka tau betul, jika karakter prajurit TNI Prabowo tersadarkan, lalu move on kepada gaya kepemimpinan militer, maka gaya kebijakannya akan berubah menjadi sat-set (cepat), berpikir praktis (tidak bertele-tele), strategis (terencana, terarah dan terukur), serta bertindak taktis (terampil dan cekatan).
Sirkel politik Jokowi tau, jika seorang Jenderal TNI sejati jiwa patriotiknya telah terpanggil, maka ketika berhadapan dengan kepentingan bangsa dan negara, ndak bakal pernah bisa diajak main dengan gaya politik dagang sapi atau politik balas budi, mereka khawatir Prabowo tersadar dari “hypnomunafik” Jokowi, lalu berbalik dan berkata, “taik kucing dengan kalian semua..!!”.
Bagi Prajurit TNI sejati, berbakti pada Nusa, Bangsa dan Negara adalah harga mati. Karenanya kedaulatan negara, ideologi negara, konstitusi negara akan diletakan diatas kepentingan politik kelompok dan golongan tertentu.
Tapi pertanyaan yg paling mendasarnya adalah,Apakah Prabowo Jenderal TNI sejati atau bukan…? Apakah Prabowo Prajurit TNI yang berjiwa Patriotik atau bukan…?
Jika jawabannya bukan, maka tidak akan ada bedanya Prabowo dengan Jenderal-Jenderal terdahulu yang sama sekali tidak mencerminkan sikap Patriotik, mementingkan kekayaan diri dan keluarganya sendiri, tidak mementingkan kepentingan bangsa dan negara serta mudah menggadaikan diri pada kepentingan asing. Jika itu jawabannya, maka sungguh musibah besar bagi bangsa ini.
Itu sebabnya, siapa pun yang mendukung pemerintahan Presiden Prabowo, wajib rajin memberikan saran dan kritik dengan harapan dapat didengar dan dijadikan bahan pertimbangan oleh Prabowo.
Setelah memiliki kekuasaan yang besar, Prabowo justru memerlukan suara publik yang dapat menjadi penyeimbang pengaruh dominasi politisi sirkel Jokowi yang masih rapat berada disekelilingnya, disamping mendorong Prabowo menjadi lebih berani bersikap tegas.
Jadi Publik tak boleh kendor, karena jika sedikit saja lengah, boleh jadi mereka akan menjerumuskan dan menyesatkan langkah kebijakan Prabowo dalam pemerintahannya.