Oleh: Made Supriatma
Kiri Apaan? Barangkali inilah pemerintahan yang paling banyak didukung oleh para aktivis Kiri. Atau, paling tidak, para aktivis yang pernah menjadi Kiri, berjuang di jalur Kiri, dan mengaku mendapatkan inspirasi aktivismenya dari Kiri.
Saya masih ingat persis pada tahun-tahun 1990an, kawan-kawan banyak yang berdiskusi soal mengadakan revolusi, meruntuhkan rezim penguasa yang menindas, menentang ketidakadilan, dan mengangkat “yang lemah” dari lembah kenistaan. Udara penuh dengan kemarahan ketika itu, khususnya paruh kedua tahun 1990an.
Selain kemarahan tentu ada juga keyakinan dan keteguhan yang nyaris menjadi seperti kekerasan hati, yakni sanggup mengorbankan jiwa raga demi ibu pertiwi. Kawan-kawan ini mulai berhimpun, memobilisasi diri dan rakyat jelata. Hari-hari mereka dipenuhi diskusi dan analisis dengan pertanyaan seperti apakah situasi sudah matang untuk melancarkan revolusi?
Sungguh suatu situasi yang menggairahkan. Bayangkan. Ini anak-anak muda yang penuh dengan idealisme, penuh kemarahan. penuh gejolak untuk memperbaiki keadaan. Di mata saya mereka lebih hebat dari taruna atau tentara yang pakaiannya dihiasi tanda-tanda pangkat yang mencorong itu.
Tidak sedikit dari mereka hidup bersama dengan kaum buruh dan para petani. Mereka secara bersungguh-sungguh menjadi buruh, masuk ke pabrik, dan hidup di kos-kosan para buruh. Yang di desa-desa demikian juga. Sebagian lain hidup di wilayah rakyat-rakyat miskin kota. Mereka mengorganisasi dan memobilisasi. Mereka bersiap untuk merebut kekuasaan dan berjanji akan membuat kaum buruh dan tani menjadi makmur dan bermartabat.
Tentu Anda semua juga paham. Ada masa dimana pemerintahan Orde Baru mulai mematahkan gerakan ini. Mereka dituduh mendalangi Peristiwa 27 Juli 1996 (Kudatuli). Saat itu, pendukung Megawati Sukarnoputri menduduki kantor DPP PDI untuk mencegah ketua umum boneka pilihan Soeharto. Soerjadi, untuk menduduki kantor tersebut. Kerusuhan pecah ketika tentara dan preman menyerbu kantor DPP tersebut. Entah berapa yang meninggal, luka dan hilang pada saat itu. Terjadilah kerusuhan yang nyaris memporakporandakan Jakarta namun bisa dicegah.
Anak-anak muda ini mendeklarasikan Partai Rakyat Demokratik di kantor YLBHI sehari sebelumnya. Rezim Soeharto dengan serta merta menuduh anak-anak muda ini sebagai dalang kerusuhan
Keadaan memaksa anak-anak muda ini bergerak dibawah tanah. Beberapa simpatisan menyembunyikan mereka. Sebagian berhasil. Sebagian dari mereka tertangkap.
Keadaan semakin tidak menentu karena terjadinya ledakan bom di sebuah rusun di Tanah Tinggi. Kebetulan penghuni rmah di rusun tersebut adalah sebagian dari anak-anak muda ini. Dengan segera terjadi operasi penculikan-penculikan anak-anak muda ini.
Lusinan orang hilang hingga saat ini. Kemudian kita tahu bahwa penangkapan para aktvis tersebut itu adalah sebuah operasi militer. Orang yang bertanggungjawab atas operasi tersebut sekarang terpilih menjadi presiden.
Itu semua adalah kejadian hampir 30 tahun lampau. Kini keadaan berubah. Sebagian besar anak-anak muda tersebut meniti karir sebagai politisi. Sebagian bahkan sangat berhasil dan bisa mendudukkan dirinya di seputaran istana.
Yang mungkin lebih aneh lagi adalah sebagian dari mereka yang pernah diculik dan dipenjara justru sekarang menjadi tiang-tiang utama penculiknya.
Aneh? Untuk saya sama sekali tidak aneh. Orang berubah. Sebagian orang, untuk kepentingan-kepentingan tertentu memutus masa lalu dan menganggapnya sebagai bagian dari nostalgia belaka. Tentu dorongan kekuasaan dan rente ekonomi yang muncul daripadanya bisa juga menjadi permakluman. Semua orang berhak atas karir yang baik, bukan?
Semua orang punya hak menyekolahkan anaknya keluar negeri kan? Juga dibawakan tasnya dan ditunggui sopir ketika hendak bobok siang sebentar di hotel mewah karena beratnya pekerjaan.
Dilihat dari perspektif ini, tampak bahwa motif untuk menjadi tiang utama dari orang yang pernah secara diametral bertentangan dengan mantan aktivis Kiri ini terlihat banal (dangkal). Mungkin pula tidak sedangkal itu.
Argumen lain yang disodorkan kepada saya adalah bahwa rejim ini hanya pintu masuk untuk mewujudkan ideal-ideal yang tertinggal. Dulu kita berjuang lewat jalan comberan, sekarang kita berjuang lewat jalur wangi, demikian saya kuping dari seorang mantan Kiri.
Argumen Ini juga bisa saya terima. Tidak ada yang salah menjadi wangi bukan? Asalkan parfum itu tidak mengisolasi Sodara dari bau keringat orang-orang yang dulu hendak perjuangkan. Ah, sangat dalam dan lebar jurangnya.
Ada juga yang sengit dan nyolot ketika mendapat pertanyaan, apanya yang Kiri dari posisi Anda saat ini? “Memangnya dulu kamu ikut berjuang?” Dihadapkan pada pertanyaan begitu saya hanya bisa nyengir. Ya jelas tidak. Saya terlalu pengecut untuk itu. Lagipula saya saat itu punya kantor nyaman sebagai peneliti.
Ya ini juga saya bisa maklum. Menjadi aktivis itu seperti membuka buku tabungan untuk open donation. Perjuangan itulah berbuah saat kita menarik uangnya lewat mesin ATM. Buah yang manis bukan?
Ada juga yang berargumen bahwa tidak peduli siapa pun kucing yang diabdinya asal bisa menangkap tikus maka kucing itu patut diikuti. Saya juga bisa paham dengan argumen ini. Pengujarnya ingin menangkap tikus walau dia sendiri pernah menjadi tikus yang hendak ditangkap kucing ini*.
Baik, sekarang saya kembali menjadi pengamat. Satu-satunya yang membikin saya terkagum-kagum adalah betapa cepatnya anak-anak muda ini menjadi mapan, bergaul dengan kalangan elit, dan menjadi elit itu sendiri.
Kadang jargon-jargon revolusioner masih tersembur dari mulut mereka. Walau terlihat aneh karena lahir dari kursi empuk dan lampu kristal istana. Mantan anak-anak muda ini masih melihat diri mereka sebagai Kiri yang memerintah.
Saya juga mendengar sayup-sayup argumen bahwa presiden yang berkuasa sekarang ini bisa menjadi Hugo Chávez, presiden Kiri dari Venezuela yang terkenal itu. Iya, masuk akal. Kecuali bahwa Hugo Chávez tidak punya kekayaan sebesar presiden negeri gemah rupiah loh jinawe ini.
Dan para mantan Kiri ini sebenarnya berada bersama orang-orang yang diangkat karena lobi dari seorang Baron Batubara yang sekarang sangat berkuasa itu. Bagaimana menjelaskan ini? Saya tidak tahu.
*Kemarin ada satu anak muda berumur 20 tahun bertanya kepada saya, “Mengapa X (dia menyebut nama seorang mantan Kiri) sekarang malah mendukung presiden W? Bukannya dia itu Kiri? Kok bisa?”*
Karena malas menjawab dan harus menerangkan panjang-panjang, saya jawab saja sekenarnya, “Kiri apaan?!”
Saya hanya sanggup menjawab hingga disana. Karena saya tidak melihat sedikit pun platform Kiri dari mantan anak-anak muda idealis ini. Kiri hanyalah satu episode dalam hidup mereka. Pada jamannya menjadi Kiri itu keren. Sesudahnya, ya kita bisa memanfaatkan kredensial Kiri itu untuk berbuat apa saja. Termasuk memutihkan dosa-dosa mantan penculik kawan-kawan ini. Juga memberi kekuatan agar dia tidak usah bertanggungjawab atau memperkuat impunitasnya.
Kiri apaan?