Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik
Ciri khas kekuasaan Jokowi adalah diktator, otoriter, semaunya, tidak taat hukum. Kalau ada keinginan Jokowi yang tak sesuai hukum, hukumnya yang diubah, bukan keinginannya yang menyesuaikan hukum.
Kalau Jokowi naik mobil ada kereta mau lewat, palang pintu ditutup, bukan Jokowi yang menunggu kereta lewat. Keretanya diminta balik arah, palang pintunya harus dibuka.
Kalau kopi tidak manis diminum Jokowi, gula diminta datang menghadap Jokowi. Bukan Jokowi yang mencari gula.
Kalau ada ormas mau dicabut BHP dan tidak memungkinkan karena harus lewat pengadilan, UU nya yang diubah. Agar melayani Jokowi untuk mencabut BHP Ormas.
Era Jokowi mirip Raja Louis XIV dari Prancis, yang menganggap ‘Negara adalah aku’ yang dalam Bahasa Prancis L’État, c’est moi. Hukum suka suka Jokowi. Negara dijalankan suka suka Jokowi.
Secara literatur hukum, gaya Jokowi ini lazim disebut Autocratic legalism, yakni kekuasaan otoriter yang menggunakan hukum untuk memperkuat dan melegitimasi kekuasaannya. Nah, Prabowo ternyata meniru gaya Jokowi.
Karakter Autocratic legalism Prabowo terjadi pada pengangkatan Teddy Indra Wijaya, perwira menengah TNI yang juga ajudan Prabowo Subianto, sebagai sekretaris kabinet. Padahal, Pasal 47 ayat 1 UU TNI mengatur bahwa prajurit aktif hanya bisa menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri sebagai prajurit.
Jabatan sekretaris kabinet tidak termasuk posisi yang dapat diisi oleh tentara aktif di luar kelembagaan TNI. Memang benar, dalam ketentuan Pasal 47 ayat 2 UU TNI diatur tentara aktif hanya bisa menduduki jabatan di 10 lembaga yang berada di luar institusi TNI. Hanya saja, posisi Sekretaris Kabinet tak termasuk didalamnya.
Sepuluh lembaga itu adalah jabatan pada kantor yang membidangi koordinator politik dan keamanan, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Mahkamah Agung.
Namun, alih-alih Teddy Indra Wijaya mundur dari TNI, aturan Seskab yang diubah. Hukum yang tunduk pada Prabowo, bukan Prabowo taat pada hukum.
Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, struktur dan bagan organisasi Sekretaris Kabinet sudah diubah sehingga Teddy tidak melanggar aturan.
Menurut Dasco, struktur Seskab kini ada di bawah Sesneg sehingga sama seperti jabatan-jabatan yang boleh diisi oleh pejabat seperti Sekmil, Sekspri. Lagi-lagi, bukan Teddy yang tunduk aturan, tapi aturannya yang diubah agar tunduk pada Teddy. Ini semua, jelas atas kehendak Prabowo.
Jadi, menilai Prabowo bukan pada pidatonya yang berapi-api, yang sebenarnya hanya mengulangi orasi Prabowo saat Kampanye Pilpres 2019 di Jogja yang menggebrak podium. Yang dinilai kebijakannya, action-nya.
Pidato Prabowo, komitmen mentaati hukum. Tindakan Prabowo, mengkooptasi hukum dalam kasus pengangkatan Teddy Indra Wijaya.
Harusnya, Teddy Indra Wijaya mundur dari TNI. Atau Prabowo cari sosok lain untuk mengisi posisi Seskab. Masak sih, dari 282 juta penduduk Indonesia, tidak ada yang bisa mengisi posisi sekretaris kabinet? Sudah seperti fufufafa semua saja negeri ini.
Jadi, rakyat harus waspada. Bisa saja, Prabowo lebih otoriter ketimbang Jokowi. [].