Pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Kudus melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2017 dengan tidak menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Menara Kudus yang masuk zona merah.
“Perda No 11 Tahun 2017 itu harus dijalankan Pemda Kudus dengan melarang PKL di Jalan Menara. Kalau PKL dibiarkan sama saja Pemda Kudus melanggar Perda sendiri. Peraturan dibuat untuk ditaati,” kata praktisi hukum Damai Hari Lubis kepada redaksi www.suaranasional.com, Senin (21/10/2024).
Menurut Damai, undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan Angkutan Jalan sangat tegas jalan tidak diperuntukkan untuk berjualan. “UU LLAJ juga mengatur pengertian jalan, yaitu seluruh bagian jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya. Sehingga tidak ada PKL di jalan karena bisa mengganggu lalu lintas umum,” tegasnya.
Ia meminta Pemda Kudus juga harus tegas kepada PKL yang masih berada di Jalan Menara. “Pasal 10 bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) dan Pembeli yang tertangkap tangan transaksi jual beli PKL di zona merah dikenai denda Rp 500 ribu. Ini juga harus dijalankan untuk memberikan efek jera,” papar Damai
Sedikitnya ada 90 warga dari dua desa yang melayangkan protes tersebut, yakni dari Desa Kauman dan Desa Langgardalem, yang merasa dirugikan sejak adanya keberadaan PKL liar di sepanjang Jalan Menara.
Pasalnya, banyak sampah berserakan bekas dari para pedagang hingga ditemukan adanya bekas kencing di sejumlah tembong gang-gang desa. Bahkan di tembok masjid Desa Langgardalem juga ditemukan adanya bekas kencing.
Hal itu diungkapkan oleh salah satu warga Desa Langgardalem, Dimas Agus, yang ikut melayangkan protes keberatan dengan keberadaan PKL di Jalan Menara, bersama warga lainnya di Balai Desa Kauman, Kamis, 17 September 2024.
“Sampahnya kalau malam (selesai berdagang) itu banyak. Memang ada yang bertanggungjawab (membersihkan sampah), tapi ada juga yang dibiarkan. Selain itu, ada juga yang kencing di tembok, bahkan di tembok masjid,” ucapnya.
Ia tidak menyatakan secara spesifik bahwa bekas kencing tersebut adalah ulah dari PKL. Namun, sejak adanya keberadaan PKL di Jalan Menara, dampak negatif seperti bekas kencing di tembok-tembok mulai ada.
Dimas juga menjelaskan bahwa tidak jarang terjadi adanya perseteruan antara warga setempat dengan para PKL. Parahnya, bahkan perseteruan juga terjadi antar sesama PKL yang saling memperebutkan tempat berjualan.