Walaupun ditolak di dua tempat Balai Sudirman dan Hotel Bidakara. Silaturahmi Tokoh Bangsa dengan tema Adili Jokowi, Tolak Gibran tetap terlaksana (14/10) dan membludak memenuhi Hotel Grand Alia Cikini. Disamping dihadiri para tokoh bangsa juga dihadiri oleh perutusan mahasiswa berbagai kampusserta para aktivis emak-emak.
Sepanjang koridor hotel sampai keruangan acara dipenuhi para peserta sehingga berbagai media mainstream susah sekali mencapai arah yang tepat untuk menayangkan berita. Padahal perubahan tempat diketahui beberapa jam menjelang pertemuan. Info mendadak pindah tempat bagi peserta dari luar DKI Jakarta, mereka monitor dalam perjalanan. Ada yang mengaku terlanjur ke Hotel Bidakara terlebih dulu, baru menuju lokasi baru setelah dapat info.
Nuansa militansi para peserta luar biasa, diruangan penuh sesak. Terbanyak berdiri. Kursi-kursi tersedia sudah penuh. Para mahasiswa pada berdiri di atas panggung, dan kiri kanan tempat pembicara. Mereka para mahasiswi sebanyak 11 orang sesuai jumlah huruf A sampai dengan huruf I posternya berbunyi ADILI JOKOWI Tulisan hitam diatas kertas poster putih. Adalagi 11 orang mahasiswa dan tulisan TOLAK GIBRAN. Tanpa back drop dengan poster huruf pun jadi.
Menurut Syafril Sjofyan yang hadir bersama rekannya dari Bandung, ketika ditanya pendapatnya menjelaskan sebagai berikut; “Teriakan mengema Tangkap, Adili dan Gantung Jokowi di acara Silaturahmi tersebut mewakili tingkat kekesalan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi selama 10 tahu memerintah”.
“Selama 10 tahun berkuasa. Menumpuk utang secara luar biasa tapi tidak berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Stagnan!. Tindakan Jokowi sangat berpihak kepada konglomerasi seperti IKN, Rempang dan PIK 2 mengusir penduduk dari tanahnya sebagai pelanggar HAM. Demi membangun dinasti untuk berkuasa terus melalui anak dan menantu bahkan kelak cucunya”.
“Jokowi menghalalkan segala cara untuk memperoleh modal agar dinastinya tetap berkuasa”. Diduga mendapat manfaat dari jualan kebijakan kepada konglomerat, artinya diduga Korupsi memperkaya diri diri keluarga dan kelompoknya” . “Melanggar sumpah jabatan dan adik iparnya di MK melakukan pelanggaran etika berat. Itu adalah dugaan tindak pidana Nepotisme Jokowi sekeluarga”. Lanjut Syafril
“Bahkan bisa dikatakan Jokowi melakukan pengkhianatan terhadap Negara. Melalui Keputusan Presiden dengan penjualan pasir laut. Merusak habitat juga berakibat menambah batas terluar Negara tetangga yang melakukan reklamasi dengan penjualan pasit laut.”
“Sangat pantas teriakan atau tuntutan peserta silaturahmi Tokoh tersebut tentang; Tangkap! Adili! Gantung! Sebagai hukuman terberat bagi pengkhianat” Tegas Syafril Sjofyan yang aktivis pergerakan senior sejak tahun 1977-78 bersama dengan alm. Dr. Rizal Ramli, juga sebagai pemerhati Kebijakan Publik.