by M Rizal Fadillah
Gibran Rakabuming Raka terus dikejar kepemilikan akun Fufufafa. Tidak ada bantahan berbukti sebaliknya dalam arti bahwa akun itu milik Fulan selain Gibran. Menkominfo pernah cari muka dengan menyatakan akun itu bukan milik Gibran akan tetapi tidak bisa menyebut milik siapa. Asbun namanya.
Kasus Fufufafa yang dikaitkan dengan Gibran tidak bisa dianggap enteng atau terus diambangkan. Gibran itu bukan orang biasa, tetapi orang aneh eh Wakil Presiden. Bangsa ini tidak boleh menjadi bangsa idiot, dimana sudah tahu Wakil Presiden terpilihnya itu bermasalah masih dilantik juga. Masalah ini menyangkut perbuatan tercela.
Presiden saja yang melakukan perbuatan tercela bisa di-impeachment oleh MPR dan itu sudah menjadi aturan Konstitusi. Artinya pemimpin bangsa di samping tidak dibenarkan melanggar hukum seperti korupsi, pidana berat dan penghianatan negara, juga tidak boleh melakukan perbuatan tercela.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengingatkan bahwa seorang Presiden dan Wakil Presiden harus terbebas dari perbuatan tercela, bahkan menurut UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 169 j masalah perbuatan tercela itu justru menjadi persyaratan bagi Presiden dan Wakil Presiden. Pandangan Refly Harun ini penting untuk menjadi perhatian kita bersama.
Dalam penjelasan Pasal 169 j yang dimaksud perbuatan tercela adalah perbuatan yang melanggar norma agama, norma kesusilaan dan norma adat. Konten Fufufafa telah memenuhi pelanggaran atas norma-norma tersebut. Berkata-kata jorok, eksploitasi seksual di media, menuduh dan menghina, bahkan menodai agama bukan perilaku yang pantas dari seorang Wakil Presiden yang fotonya akan terpampang di ruang-ruang kelas sekolah.
Terhadap pelanggaran norma agama, susila dan adat tidak perlu melalui proses hukum yang membutuhkan waktu panjang dan berbelit. Pemimpin negara memiliki tuntutan yang berbeda. Perilaku nista, rendah dan sampah, bukan “maqom” seorang pemimpin. Disinilah kearifan bangsa tertuang dalam Konstitusi seperti Pasal 7A UUD 1945, Tap MPR No VI tahun 2001, maupun UU Pemilu Pasal 169 j di atas.
Tap MPR No VI tahun 2021 tentang Etika Kehidupan Berbangsa menyatakan menuntut para penyelenggara negara untuk “siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu menunaikan amanah masyarakat, bangsa, dan negara”.
Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa “mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleran, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa”.
Sudahlah Gibran ini potensial, bahkan sudah, menjadi sampah negara. Merusak kehormatan dan martabat diri dan bangsa. Kasihan rakyat Indonesia yang telah menderita oleh gaya politik bapaknya, masa harus dibuat lebih berat lagi dengan ulah anaknya ? Harta dan nyawa para pahlawan bukan untuk dinikmati oleh orang bernama Jokowi, Iriana, Gibran ataupun Kaesang.
Fufufafa adalah Ayat Tuhan bagi Jokowi dan keluarganya. Pelajaran tentang akibat buruk dari suatu perbuatan buruk. Akhir buruk dari jabatan yang dimulai dengan buruk. Lucu dan irasional jika para buzzer membuat baliho bergambar Jokowi dan Iriana dengan narasi ucapan terima kasih kepada guru bangsa.
Guru bangsa ? Mendidik anak saja berwatak Fufufafa. Guru bangsa atau guru bangsat ? Negara ini telah dikuras habis baik kekayaan alam maupun kekayaan uang. APBN tahun ke depan cekak.
Jokowi harus bertanggung jawab, Gibran tidak pantas dilantik. Periksa kekayaan keluarga Jokowi dan adili secepatnya.
Fufufafa menjadi virus dari kehancuran keluarga Istana. Keluarga yang merasa berkuasa hingga akhir masa. Pasukan Bawah Tanah (Pabata) Jokowi membela habis Fufufafa, katanya Gibran itu lambang negara. Waduh, kemarin di IKN Garuda sudah diganti Kelelawar, sekarang lambang negara berubah lagi jadi Gibran eh Fufufafa.
Pabata pembela Fufufafa Rakabuming Raka memang tidak faham apa itu lambang negara. Besok lambang negara adalah Jan Ethes.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 7 Oktober 2024