Oleh: Untung Nursetiawan, Pemerhati Sosial Kota Pekalongan
Hari Minggu, 6 Oktober 2024 kemarin sekitar pukul 20.00 wib, saya mendapat kehormatan diundang dalam pertemuan para nasabah korban gagal bayar BMT Mitra Umat Pekalongan. Dalam pertemuan itu juga hadir dari LBH Petanesia selaku pendamping hukum mereka.
Pertemuan atau lebih tepatnya diskusi kemarin malam saya dengan mereka adalah bukti adanya tekad yang luar biasa kuat dari para korban, bukti bahwa semangat perjuangan mereka belum padam, meskipun hak mereka terus ditunda dan diabaikan oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab.
Perjalanan panjang mereka dimulai ketika para nasabah menyadari tujuh bulan yang lalu bahwa koperasi yang mereka percayai, yang mengaku berbasis syariah itu ternyata tidak mampu mengembalikan uang tabungan mereka akibat pengelolaan koperasi yang tidak transparan dan minim tanggung jawab.
Dalam pertemuan tersebut, saya melihat wajah-wajah penuh tekad meski mereka adalah orang-orang yang merasa dipinggirkan, dikhianati oleh sistem, dan kini harus berjuang sendiri untuk merebut kembali hak yang seharusnya mereka dapatkan. Setelah Pemerintah kota Pekalongan, Dinas Koperasi, bahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tampak tak lagi peduli, semua seolah sibuk dengan hiruk-pikuk Pilwalkot yang sebentar lagi. Nasib ribuan nasabah terlupakan, dibiarkan terkatung-katung dalam ketidakpastian.
Api Perjuangan yang Tak Pernah Padam
Di tengah situasi ini, saya menyaksikan bahwa api semangat para korban masih menyala. Mereka tetap teguh dan berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka. Diskusi dengan mereka adalah bukti nyata bahwa semangat kolektif mereka belum padam, meski dihadapkan pada tembok ketidakpedulian yang begitu tebal. Setiap nasabah yang hadir memiliki satu kesamaan: keinginan untuk menuntut keadilan.
“Tidak ada yang peduli pada nasib kami. Pemerintah diam, DPRD diam. Apakah kami tidak berarti di mata mereka?” begitu tanya mereka.
Bagi mereka, uang yang ditabung di BMT bukan sekadar angka di buku rekening, melainkan buah dari kerja keras dan pengorbanan mereka selama bertahun-tahun. Kehilangan uang tersebut berarti kehilangan harapan akan masa depan yang lebih baik.
Namun, meski situasi ini begitu berat, para nasabah tidak menyerah. Mereka sepakat untuk terus bergerak, mengorganisir diri, dan menyusun strategi agar suara mereka tetap terdengar. Setiap langkah kecil mereka adalah bentuk nyata dari perlawanan yang gigih. Mereka sadar bahwa perjuangan ini mungkin panjang, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang berniat mundur. Mereka ingin memastikan bahwa BMT Mitra Umat bertanggung jawab dan mereka akan terus menuntut keadilan sampai hak-hak mereka dipenuhi.
Salah satu hal yang membuat situasi ini semakin kompleks adalah ketidakpedulian pemerintah daerah. Tidak ada tindakan nyata dari pihak berwenang untuk menyelesaikan masalah ini. Dinas koperasi, yang seharusnya menjadi pengawas utama bagi BMT dan koperasi lain di Pekalongan, tampak enggan untuk bertindak tegas. DPRD, yang seharusnya mewakili kepentingan rakyat dan Walikota sebagai pemimpin warga juga seolah-olah lebih sibuk dengan urusan politik menjelang Pilwalkot.
Perhatian yang teralihkan ini sangat terasa dalam diskusi kami. Banyak korban yang merasa bahwa nasib mereka telah dilupakan, terpinggirkan oleh dinamika politik. “Kami ini rakyat kecil, suara kami tidak didengar,” ujar salah satu korban dengan penuh keprihatinan. “Mereka lebih sibuk mencari dukungan politik daripada menyelesaikan masalah kami.”
Harapan di Tengah Perjuangan
Meski demikian, saya merasakan ada harapan di tengah perjuangan ini. Semangat kolektif yang ditunjukkan oleh para korban menjadi sumber inspirasi dan kekuatan. Mereka tidak hanya berjuang untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk memastikan bahwa kasus seperti ini tidak terulang lagi di masa depan. Mereka menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keadilan, bukan hanya untuk diri mereka, tapi juga untuk generasi yang akan datang.
Dalam pertemuan tersebut, para nasabah sepakat untuk terus melanjutkan perjuangan ini Mereka semua yang hadir sepakat bahwa mereka tidak akan menyerah sampai hak mereka terpenuhi. Mereka siap untuk melawan, meskipun harus melakukannya sendiri tanpa dukungan dari pihak-pihak yang seharusnya membantu mereka.
Api perjuangan ini tidak akan padam. Mereka adalah korban dari BMT Mitra Umat, tetapi mereka tidak akan menjadi korban selamanya. Mereka akan berdiri dan melawan, sampai keadilan benar-benar ditegakkan.
Pertemuan hari itu menjadi bukti nyata bahwa meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar, semangat dan kekuatan kolektif dari para korban BMT Mitra Umat Pekalongan tidak bisa diremehkan. Mereka telah memutuskan untuk tidak diam dan akan terus memperjuangkan hak-hak mereka. Dan bagi saya, itu adalah bukti bahwa api perjuangan tak akan pernah padam, selama masih ada orang-orang yang berani berdiri untuk kebenaran.