Nilai Edukasi Siswa Nonton Bareng Film G 30 S/PKI

Oleh: Rokhmat Widodo, Guru SMK Luqmanul Hakim Kudus

Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2024, para siswa SMK Luqmanul Hakim Kabupaten Kudus mengadakan nonton bareng (nobar) Film “G 30 S/PKI”. Film ini diproduksi pada tahun 1984 dengan arahan sutradara Arifin C. Noer.

Film ini membawa pesan yang penting bagi generasi muda, khususnya siswa, dalam memahami konteks sejarah yang kompleks dan sering kali diperdebatkan.

Pertama-tama, nilai edukasi yang dapat diambil dari film ini adalah pentingnya pemahaman sejarah. Dalam konteks pendidikan, film ini dapat berfungsi sebagai alat untuk memicu diskusi di dalam kelas mengenai peristiwa sejarah yang berkaitan dengan Gerakan 30 September dan peran Partai Komunis Indonesia (PKI). Melalui film ini, siswa diajak untuk merenungkan latar belakang historis yang menciptakan kondisi sosial-politik pada masa itu. Dengan menonton film ini, siswa dapat membuka wawasan mereka tentang bagaimana sejarah tidak hanya ditulis berdasarkan fakta, tetapi juga ditafsirkan dalam berbagai perspektif.

Selanjutnya, film ini juga memberikan pembelajaran mengenai dampak dari konflik ideologi. Dalam sejarah Indonesia, peristiwa G 30 S/PKI bukan hanya sekadar kisah pembunuhan tokoh-tokoh militer, tetapi juga merupakan representasi dari ketegangan ideologis yang terjadi antara komunisme dan nasionalisme.

Siswa yang menonton film ini dapat diajak untuk memahami bahwa ideologi memiliki konsekuensi yang jauh lebih luas, termasuk dampaknya terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dengan demikian, film ini menyiratkan bahwa pemahaman terhadap ideologi dan sejarah sangat penting untuk membangun toleransi dan kerukunan dalam masyarakat yang majemuk.

Lebih lanjut, film ini dapat diinterpretasikan sebagai pengingat akan pentingnya demokrasi dan hak asasi manusia. Dalam konteks G 30 S/PKI, kita melihat berbagai pelanggaran HAM yang terjadi, baik sebelum maupun setelah peristiwa tersebut. Sebagai generasi penerus, siswa perlu memahami bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, dan pentingnya menjaga prinsip-prinsip demokrasi serta menghormati hak asasi manusia. Film ini bisa menjadi pemicu diskusi tentang bagaimana sejarah sering kali diwarnai oleh pelanggaran hak asasi manusia, dan betapa pentingnya untuk belajar dari sejarah agar tidak terulang di masa yang akan datang.

Film “G 30 S/PKI” juga bisa berfungsi sebagai bahan refleksi bagi siswa tentang pentingnya berpikir kritis. Dalam menonton film ini, siswa diajak untuk tidak hanya menerima apa yang ditampilkan di layar, tetapi juga untuk menganalisis dan mempertanyakan berbagai narasi yang ada. Diskusi mengenai kebenaran sejarah, bagaimana sejarah ditulis, serta siapa yang memiliki kekuasaan untuk menentukan narasi tersebut sangat penting untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Ini adalah keterampilan yang sangat diperlukan dalam menghadapi informasi yang beragam dan sering kali bertentangan di era digital saat ini.

Siswa perlu didampingi untuk memahami konteksnya, serta diajarkan untuk melihat berbagai perspektif dari peristiwa yang sama. Ini akan membantu mereka untuk tidak terjebak dalam narasi satu sisi dan membuka diri terhadap berbagai pandangan.

Dalam konteks pembelajaran, pengajaran tentang G 30 S/PKI seharusnya tidak hanya berhenti pada menonton film saja. Diskusi, debat, dan penugasan untuk meneliti lebih lanjut mengenai peristiwa tersebut dan konteks sejarahnya harus menjadi bagian dari proses pembelajaran. Dengan cara ini, siswa dapat diharapkan tidak hanya memahami sejarah secara kognitif, tetapi juga merasakan dampak emosional dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.