Ricuh! Proses Pengambilan Nomor Urut Paslon Bupati dan Wakil Bupati Pekalongan Memanas

Oleh: Untung Nursetiawan, Pemerhati Sosial Kota Pekalongan

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momentum penting dalam sistem demokrasi di Indonesia, termasuk di Kabupaten Pekalongan. Pilkada tidak hanya menjadi ajang untuk memilih pemimpin, tetapi juga merupakan cerminan dari kedewasaan politik masyarakat. Oleh karena itu, harapan terhadap Pilkada yang damai dan bebas dari konflik menjadi sangat tinggi. Namun, insiden kericuhan antar pendukung pasangan calon (paslon) saat pengambilan nomor urut di Kabupaten Pekalongan baru-baru ini justru menimbulkan kegaduhan dan menjadi perbincangan intens di masyarakat.

Pengambilan nomor urut pasangan calon seharusnya menjadi salah satu prosesi yang berlangsung tertib dan penuh semangat sportivitas. Namun, yang terjadi di Kabupaten Pekalongan adalah sebaliknya. Kericuhan antar pendukung paslon memicu situasi yang panas dan jauh dari kesan damai. Peristiwa ini menggambarkan bagaimana emosi massa dapat dengan mudah tersulut oleh hal-hal yang sebenarnya bisa dihindari dan menjadi tontonan tidak menyenangkan yang mencoreng wajah demokrasi di Kabupaten Pekalongan.

Kericuhan ini tidak hanya mengganggu proses Pilkada tetapi juga memberikan dampak psikologis dan sosial yang mendalam bagi masyarakat. Banyak warga yang merasa khawatir dengan keamanan dan stabilitas daerah mereka. Pilkada yang diharapkan bisa menjadi pesta demokrasi damai justru berpotensi menjadi ajang permusuhan antar kelompok. Selain itu, insiden ini juga menimbulkan keresahan di media sosial, di mana informasi yang simpang siur semakin memperkeruh suasana.

Kejadian ini menjadi pelajaran penting tentang betapa rapuhnya kedamaian dalam konteks Pilkada, terutama ketika tidak ada upaya konkret dari semua pihak untuk menahan diri dan menghormati proses demokrasi. Jika dibiarkan, kejadian serupa berpotensi memicu konflik yang lebih besar di tahapan-tahapan Pilkada berikutnya, seperti kampanye terbuka, debat publik, hingga hari pemungutan suara.

Dalam kondisi seperti ini, peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi sangat krusial. KPU sebagai penyelenggara Pilkada memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan seluruh proses berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memperketat aturan dan pengawasan dalam setiap tahapan Pilkada, termasuk pengambilan nomor urut paslon. Transparansi dan ketegasan KPU dalam menindak pelanggaran perlu ditingkatkan agar dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap proses Pilkada.

Bawaslu sebagai pengawas juga harus lebih proaktif dalam mencegah dan menindak berbagai potensi pelanggaran. Sosialisasi mengenai pentingnya menjaga kedamaian dan sportivitas dalam Pilkada perlu digencarkan. Bawaslu juga perlu melakukan pengawasan ekstra terhadap aktivitas kampanye hitam dan ujaran kebencian yang kerap kali menjadi pemicu konflik antar pendukung. Kolaborasi antara KPU, Bawaslu, dan aparat keamanan harus diperkuat untuk menciptakan situasi Pilkada yang aman dan kondusif.

Selain itu, peran partai politik dan tim sukses paslon tidak bisa diabaikan. Mereka memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan edukasi politik yang sehat kepada para pendukungnya. Partai politik harus bisa menjadi contoh teladan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Mereka seharusnya mendorong para pendukung untuk berkompetisi secara sehat, menghindari provokasi, dan menahan diri dari tindakan yang dapat merugikan proses demokrasi.

Tidak kalah penting adalah peran masyarakat, terutama para pendukung paslon. Menahan diri dari provokasi dan tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang belum tentu benar adalah langkah awal yang bisa diambil untuk menjaga kedamaian Pilkada. Partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi jalannya Pilkada juga sangat dibutuhkan. Masyarakat harus menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Mengutamakan kepentingan bersama dan mengesampingkan ego kelompok akan membantu menjaga situasi tetap kondusif.

Membangun kesadaran untuk Pilkada damai bukanlah tugas yang mudah, terutama ketika dinamika politik semakin panas menjelang hari pemungutan suara. Namun, dengan kerja sama semua pihak, hal ini sangat mungkin untuk diwujudkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui kampanye damai yang melibatkan semua elemen, mulai dari KPU, Bawaslu, partai politik, hingga organisasi masyarakat sipil.

Kampanye damai ini dapat berbentuk deklarasi bersama antara para paslon dan partai politik, berisi komitmen untuk menjaga Pilkada yang damai dan bebas dari kekerasan. Acara-acara seperti diskusi publik, seminar, atau kegiatan sosial yang melibatkan pendukung paslon juga bisa menjadi wadah untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kedamaian.

Selain itu, peran media sangat penting dalam membangun narasi Pilkada damai. Media harus mampu memberikan pemberitaan yang berimbang dan tidak memprovokasi. Penyajian informasi yang positif dan edukatif akan membantu meredakan ketegangan di masyarakat. Di era digital saat ini, penyebaran berita bohong atau hoaks menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, literasi digital bagi masyarakat menjadi salah satu kunci dalam mengantisipasi penyebaran informasi yang tidak benar.

Perbedaan pandangan politik seharusnya tidak menjadi alasan untuk berseteru. Pilkada adalah sarana bagi masyarakat untuk memilih pemimpin terbaik, bukan ajang untuk menunjukkan kekuatan atau kebencian. Dalam konteks ini, persaingan antar paslon dan pendukung harus diarahkan menjadi kompetisi yang sehat, di mana fokus utamanya adalah adu gagasan, program, dan visi misi.

Paslon dan partai politik perlu lebih aktif dalam menyosialisasikan program-program unggulan mereka kepada masyarakat dengan cara yang elegan dan tanpa harus menjatuhkan pihak lain. Mereka perlu menunjukkan bahwa perbedaan adalah hal yang wajar dalam demokrasi, dan setiap suara memiliki hak yang sama untuk dihormati. Jika konflik terus menjadi cara yang digunakan untuk meraih kemenangan, maka tujuan mulia dari demokrasi itu sendiri menjadi hilang.

Insiden kericuhan dalam Pilkada Kabupaten Pekalongan adalah sebuah peringatan penting bahwa demokrasi harus terus dijaga dengan kedewasaan dan rasa tanggung jawab bersama. Konflik dan kericuhan tidak seharusnya menjadi bagian dari proses Pilkada. Justru, Pilkada harus menjadi momen di mana masyarakat dapat menyuarakan aspirasinya dengan damai dan penuh tanggung jawab.

Penting bagi seluruh pihak yang terlibat dalam Pilkada untuk merefleksikan diri dan berkomitmen menjaga ketertiban dan keamanan bersama. KPU dan Bawaslu perlu bekerja lebih keras dalam mengawal proses demokrasi ini. Partai politik dan para paslon harus menjadi teladan dalam berkompetisi secara sehat. Dan yang paling penting, masyarakat harus berperan aktif dalam menciptakan suasana Pilkada yang aman, tertib, dan jauh dari kekerasan.

Dengan menjaga sikap saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, kita bisa memastikan bahwa Pilkada bukan hanya sekadar ajang pemilihan pemimpin, tetapi juga menjadi wujud nyata dari kematangan politik dan sosial masyarakat Kabupaten Pekalongan. Semoga Pilkada damai bukan hanya menjadi harapan, tetapi juga kenyataan yang dapat kita wujudkan Bersama.