Sumpah Sapta Marga Prajurit Hanya untuk Negara bukan untuk Penguasa

Oleh : Mayjen TNI (Purn) Soenarko, Mantan Danjen Kopassus

Sabtu yang lalu (21/9), saya turut menghadiri agenda pernyataan bersama para tokoh, advokat, ulama dan aktivis nasional di Jakarta, untuk menyuarakan tuntutan menyeret dan mengadili Saudara Jokowi pasca lengser. Dalam penyampaian pernyataan, saya juga berkesempatan menyampaikan pandangan.

Secara umum, saya sependapat tentang banyaknya kebohongan, kejahatan dan kebijakan zalim sepanjang kekuasaan saudara Jokowi. Walau memang, rasanya sulit untuk mengadili saudara Jokowi saat dirinya masih berkuasa. Sejumlah upaya oleh berbagai pihak telah ditempuh, namun karena kekuasaan Jokowi masih melekat, maka aparat penegak hukum menjadi dibuat tidak berdaya.

Dalam kasus tragedi KM 50, saya juga terlibat dalam memberikan advokasi. Ternyata, putusan pengadilan pada kasus itu, jauh dari fakta yang sesungguhnya terjadi, sebagaimana telah diabadikan secara rinci dalam dokumen buku putih kejahatan HAM berat KM 50 yang diterbitkan oleh TP3 (Tim Pemantau Peristiwa Pembunuhan).

Sepanjang era Saudara Jokowi memimpin, Negara dan bangsa terbelah. Kebijakan pengelolaan negara bobrok, kebohongan saudara Jokowi sudah tidak terhitung lagi. Meminjam ungkapan Advokat Ahmad Khozinudin dalam pelaksanaan agenda, ‘dokumen kejahatan dan kebohongan Jokowi jika ditumpuk, tingginya bisa mencapai bulan’.

Secara spirit, meski sudah purna tugas dari TNI, namun jiwa Sapta Marga prajurit yang mengalir dalam darah saya, mendorong saya untuk bertindak, menyuarakan kebenaran dan melawan kezaliman. Agar jika ada yang bertanya apa yang dilakukan oleh kalangan tentara, meski saya sudah purnawirawan tetapi sikap kritis yang saya lakukan setidaknya bisa memberikan jawaban. Bahwa, jiwa Sapta Marga Prajurit tidak bisa mendiamkan keadaan ini.

Sapta Marga adalah sumpah setia kepada Negara, bukan kepada penguasa. Penguasa bisa datang dan pergi, tetapi kesetiaan Sapta Marga prajurit tetap melekat pada Negara. Bukan untuk penguasa.

Kesetiaan pada penguasa, hanya diberikan pada batas kekuasaan yang tunduk dan taat pada konstitusi. Namun, manakala kekuasaan keluar dari koridor konstitusi, tugas dari jiwa Sapta Marga adalah melakukan kritik dan kontrol terhadap kekuasaan.

Saya meyakini, banyak kegelisahan yang menggelayuti dada-dada prajurit, baik yang masih aktif maupun yang sudah purna tugas. Bedanya, tidak semua memiliki kesempatan dan kesanggupan untuk menyuarakannya.

Tuntutan agar Saudara Jokowi diadili, bukan berangkat dari motif dendam. Melainkan, berangkat dari rasa tanggungjawab anak bangsa untuk memperbaiki negeri ini. Agar tidak menjadi preseden buruk bagi pemimpin berikutnya.

Siapapun pemimpin pengganti Jokowi, tidak boleh melestarikan legacy kebohongan, kejahatan dan kezaliman yang diwariskan Jokowi. Bahkan, kelak pasca Jokowi lengser, pemimpin penggantinya harus aktif menegakkan hukum, mendorong aparat untuk bertindak, memproses hukum dan mengadili Jokowi.

The Soulders Never Die, jiwa Sapta Marga akan tetap setia dan menyala. Kesetiaan seorang prajurit, adalah untuk negaranya, bukan untuk rezim atau penguasa. []